Rabu, 02 Juli 2008

Keyakinan Yang Membuahkan Ketegaran

Oleh: Ummu 'Ubaidah al-Hasan

Malam itu. Suara anjing menghirukkan sekali. Dari kejauhan tampaklah gerombolan algojo yang serba lengkap dengan senjata dan iringan serunai. Aaah...! Semua yang sedang tidur terlelap terbangun seketika. Sambil bertanya-tanya... “Ini pasti ulah si-Diktator itu lagi, bagaimana dengan ustadzah Zainab?”. Dari kejauhan terdengar suara teriakan “Tolooong, mereka menangkap ustadzah!!!

Kisah yang mengandung ribuan makna bagi setiap pejuang ‘yang akan penulis paparkan ini’, sangat mewariskan sebuah makna yang sangat dalam. Ini bukan khayalan. Bukan cerpen yang dikarang-karang. Juga, bukan buatan seorang penggombal. Pelakunya tidak jauh dari zaman kita. Kejadiannya di negeri yang tengah kita huni. Lambang diktator dunia, di sinilah bermarkaz. Pahlawan yang tak kenal rasa takut juga bermunculan dari negeri ini. Mesir.




Imra’ah Ka-alfi Rajul “Wanita bagaikan seribu kaum rijal”. Itulah julukan aktor yang kita maksud. Zainab Al-Ghazali. Bila kita telusuri ketegaran beliau dalam berjuang menegakkan dakwah islam, sudah pasti tak akan termuat dalam kolom yang sangat pendek ini.

Ketika dalam penjara. Zainab dihadapkan dengan ribuan macam siksaan. Baik berupa psikologis, mental, maupun fisik. Tatkala sang ustadzah sedang diam terpaku mengingat Yang Maha Rahman. Tiba-tiba datang Algojo yang sengaja diutus untuk menodai kehormatan beliau. Rasa takut, cemas, khawatir, bercampur. Tapi keyakinan Zainab kepada Yang Maha Memelihara membuat semuanya hilang seakan tak terjadi apa-apa.

Doa pun beliau lantunkan. Berangkat dari keyakinan suci yang tak ternodai sedikitpun. Tiba-tiba semuanya berobah. Si-Algojo yang tadinya bertemperamen kejam dan ganas, berubah menjadi manusia lembut. Ia tunduk, bersimpuh. Minta maaf dan nasehat. “Saya menyesali ini semua”. Sang Ustadzah pun tak membiarkan kesempatan emas ini hilang tanpa arti.

Para durjana penjara pun melakukan yang lebih sadis lagi. Serigala-serigala itu dibiarkan lapar dan haus. Berhari-hari tak dikasih makan. Ketika kelaparannya semakin memuncak, kemudian mereka lepaskan ke ruangan Zainab. Mereka menginginkan, daging ustadzah ini habis dilahap makhluk yang tak berperikemanusiaan itu.

Tidak. Itu tak akan terjadi. Tidakkah mereka mengira, bahwa yang akan diterkam itu adalah sosok yang ingat kepada Tuhannya dikala lapang? Maka tak mustahil, bila di kala yang mengerikan itu, Yang Maha Mengatur segalanyapun menjaga kekasih-Nya. Sehelai benangpun tak putus oleh gigitan Anjing-anjing itu.
Saudaraku, itulah salah seorang sosok yang berusaha tak pernah putus dari dzikir dalam berjuang. Doa adalah senjatanya. Keyakinan menghilangkan kecemasan. Akhirnya, Yang Maha Rahim-pun tak melupakan beliau. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Murabbiyah yang baru saja meninggalkan kita ini. Amin.


0 komentar: