Minggu, 10 Mei 2009

Perolehan Kursi 9 Parpol Calon Penghuni DPR


Berikut jumlah perolehan kursi 9 parpol calon penghuni DPR:

PD 148 kursi 26,42%
Golkar 108 kursi 19,29%
PDIP 93 kursi 16,61%
PKS 59 kursi 10,54%
PAN 42 kursi 7,50%
PPP 39 kursi 6,96%
Gerindra 30 kursi 5,36%
PKB 26 kursi 4,46%
Hanura 15 kursi 2,68%


Perolehan Suara:

PD 21.703.137 20,85%
Golkar 15.037.757 14,45%
PDIP 14.600.091 14,03%
PKS 8.206.955 7,88%
PAN 6.254.580 6,01%
PPP 5.533.214 5,32%
PKB 5.146.122 4,94%
Gerindra 4.646.406 4,46%
Hanura 3.922.870 3,77%





sumber: http://www.inilah.com/berita/2009/05/10/105672/baru-sby-dan-jk-bisa-daftar-capres/

Selanjutnya

Rabu, 01 April 2009

Belajar dari Nabi Yusuf 'alaihissalam



Belajar dari Nabi Yusuf 'alaihissalam
Oleh: Abu Ubaidah

Saudaraku a'azzakumullah, risalah kenabian semuanya sarat dengan nilai mahal yang bisa kita petik. Apalagi kandungan termahal itu belum di nasakh oleh agama kita. Nabi Yusuf a.s, misalnya. Pelajaran unik yang ingin penulis paparkan di sini adalah; Kepekaan beliau dengan lingkungan, semangat untuk menapaki perubahan, keoptimisan memperbaiki kerusakan, keyakinan bulat dan tekad membaja untuk ikut serta memberikan kontribusi dan solusi. Meskipun sedang terkungkung oleh sistem dan orang yang menjadi pemegang kebijakan tertinggi di kerajaan saat itu, adalah sosok yang belum beriman.

Saudaraku, kondisi yang dihadapi oleh nabi Yusuf as. di atas jauh lebih berat bila dibandingkan dengan kondisi bangsa kita saat ini. Di mana negara kita adalah didominasi oleh kaum muslimin. Bahkan para pemimpin kita juga berideologikan ketauhidan. Meskipun masih banyak butuh perbaikan dan tuntunan. Kalau dulu bertahun-tahun kekurangan pangan yang menderita rakyat Yusuf as.. Sekarang negeri kita kaya dengan hasil alam yang merumpah ruah. Namun kita menyayangkan, entah ke mana hasil alam ini disulap selama puluhan tahun oleh yang pernah berkuasa di negeri ini?

Tapi hal itu tidak membuat kita ciut untuk lari dari perubahan. Karena di rahim bumi pertiwi masih banyak orang-orang yang sanggup dan amanah untuk memakmurkan dan mensejahterakan. Masih banyak peluang-peluang yang membuat kita semakin yakin. Betepa Indonesia sudah semakin baik dari sebelumnya. Semakin berubah dan bangkit dari keterpurukannya. Semakin maju dari ketertinggalannya. Namun peluang, perubahan, kemajuan itu akan semakin nyata apabila di sana ada keikut sertaan kita. Ada sumbangsih kita.

Inilah yang ditempuh oleh nabiyullah Yusuf as.. Sedikit demi sedikit. Beliau tapaki perubahan singgasana kerajaan hingga mampu meluruskan keyakinan umat dan mensejahterakan rakyat. Hal ini dimulai dari semangat keikut sertaan untuk berkontribusi. Terkadang menjadi kelabu dalam perspektif beberapa orang. Melihat fenomena yang ada di tengah bangs kita saat ini. Maraknya slogan-slogan, misalnya "Bangkitlah negeriku, harapan itu masih ada". Slogan semacam ini mungkin senada dengan semangat kepedulian sayyiduna Yusuf as. ketika melihat kondisi umatnya.

Saatnya Memilih dan Berkontribusi
Ikhwati fillah, perlu kita ketahui. Yang mendasari semangat kita untuk ambil andil dalam membangun dan memperbaiki sistem negeri ini berangkat dari sebuah kaedah "Tahshilul mashalih dan taqlilul mafasid" (meraih maslahat dan mengurangi mafsadat). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, menyikapi pentingnya untuk menentukan pilihan, di saat mengharuskan kita untuk memilih:
أَنَّ الشَّرِيعَةَ جَاءَتْ بِتَحْصِيلِ الْمَصَالِحِ وَتَكْمِيلِهَا وَتَعْطِيلِ الْمَفَاسِدِ وَتَقْلِيلِهَا وَأَنَّهَا تُرَجِّحُ خَيْرَ الْخَيْرَيْنِ وَشَرَّ الشَّرَّيْنِ وَتَحْصِيلِ أَعْظَمِ الْمَصْلَحَتَيْنِ بِتَفْوِيتِ أَدْنَاهُمَا وَتَدْفَعُ أَعْظَمَ الْمَفْسَدَتَيْنِ بِاحْتِمَالِ أَدْنَاهُمَا...
“Bahwa syariat datang untuk menghasilkan maslahat dan kesempurnaannya, menghilangkan dan meminimalisir kerusakan. Syariat lebih mengutamakan dan menguatkan kebaikan yang lebih besar diantara dua kebaikan (jika harus memilih salah satunya) dan mendukung keburukan yang lebih ringan diantara dua keburukan (jika harus memilih salah satunya), lalu memilih dan mengambil yang paling maslahat dengan mengabaikan yang lebih rendah, dan menghilangkan yang lebih besar madharatnya dengan menanggung resiko yang lebih rendah dan ringan…”

Selanjutnya beliau juga berkata:
Dari sisi inilah Yusuf as. menjabat perbendaharaan Mesir. Bahkan memintanya kepada raja Mesir agar menjadikannya pemegang perbendaharaan bumi. Sementara raja dan kaumnya dalam keadaan kafir, sebagaimana firman Allah SWT;
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (Yusuf 55).

Dapat dimaklumi bahwa dengan kekafiran yang ada pada mereka, mengharuskan mereka memiliki kebiasaan dan cara tertentu dalam memungut dan mendistribusikan harta kepada raja, keluarga raja, tentara dan rakyatnya. Tentunya cara itu tidak sesuai dengan ketentuan bagi para nabi dan utusan Allah. Namun bagi Nabi Yusuf as. tidak memungkinkan untuk menerapkan apa yang ia inginkan berupa ajaran Allah, karena rakyat tidak menghendaki hal itu. Akan tetapi Yusuf melakukan sesuatu yang mungkin ia lakukan, berupa keadilan dan perbuatan baik. Dengan kekuasaan itu, ia dapat memuliakan orang-orang yang beriman diantara keluarganya, hal yang tidak akan mungkin dia dapatkan tanpa kekuasaan itu. Semua ini masuk dalam firman Allah “Bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu” (At-Taghabun (64): 16). (Majmu'Fatawa 4/241).
9 April 2009; Momentum Sumbangsih
Saudaraku seiman. Bangsa kita sedang menunggu uluran tangan kita semua. Momentum 9 April nanti, adalah saat yang hanya sekali dalam 5 tahun kita temui. Pesta perolehan suara itu akan tetap melaju. Kompetisi dari berbagai misi begitu ramai di panggung negeri. Kristen, nasionalis, hingga ke garis perjuangan yang paling mulia; Islamis ideologis. Batin kita tentu merasakan hal itu. Bahkan tidak satupun kita yang rela, bila negeri ini dipimpin oleh berlainan ideologi dengan kita. Pengkorup. Jauh dari nilai dan norma yang lurus.
Penulis hanya orang biasa yang sama-sama memiliki hak dengan saudaraku semua. Mari kita bangun negeri ini. dengan ikut serta di ajang yang semakin menghampiri. Karena pilihan amal apabila dilandasi demi menggapai ridho Ilahi, dan sesuai dengan tuntutan waktu dan realita; Merupakan ibadah yang paling mulia dan tepat, ungkap imam Ibnul Qayyim rahimahullah. Bukankah PEMILU nanti adalah momentum untuk beribadah memilih pemimpin yang jujur? Wallahul musta'ân.
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Annisa 58).


Selanjutnya

Minggu, 29 Maret 2009

Amru bin 'Ash radhiyallhu 'anhu " Pejuang yang HidupHanya Untuk Keagungan Islam"



Amru bin 'Ash radhiyallhu 'anhu
" Pejuang yang HidupHanya Untuk Keagungan Islam"




Sahabat pembaca yang penulis banggakan. Menuliskan sosok se kaliber Amru bin Ash di kolom ini, tidaklah cukup untuk dikupas secara detail. Setidaknya penulis sudah berusaha untuk merangkum dari beberapa kitab sirah yang menceritakan tentang biografi beliau. Amru bin Ash, lahir di Kota Mekah tepatnya sekitar 50 tahun sebelum hijrah. Dijuluki sebagai Fatihu Mishr. Karena di bawah pimpinan beliaulah, pasukan yang diutus oleh Khalifah Umar bin Khatab r.a berhasil menaklukkan Mesir yang diduduki oleh Imperium Romawi saat itu. Amru bin Ash lebih tua sekitar 5 tahun dari pada Umar bin Khattab r.a. Amru pernah berkata "Saya betul-betul ingat di saat malam Umar dilahirkan".

Sosok Amru bin Ash adalah salah seorang pemuka Quraisy yang terpandang. Baik secara kecerdasan dan ketangkasan, maupun keliahaian berdiplomasi. Semenjak sebelum memeluk Islam, sudah banyak pertempuran yang beliau ikuti dan pimpin. Karena Amru dikenal sejak masa mudanya dengan sang pemberani dan gagah perkasa dalam memenangkan banyak perperangan. Kecerdasan beliau dalam mengatur siasat tempur, telah membuat baginda rasul Saw. mengangkatnya menjadi pimpinan perang Dzâtu assalâsil. Yang di dalam barisan itu ada Abu Bakar dan Umar r.a. Padahal peristiwa tersebut baru terjadi setelah Amru tiga bulan memeluk Islam. Di sinilah hikmah dan uniknya madrasah tarbiyah rasulullah Saw.. Senioritas tidak terkalahkan oleh keprofesionalan. Dulunya memeluk Islam tidak membuat para sahabat lain untuk tidak merendahkan hati dan membulatkan tekad untuk mengikuti sang pemimpin terpilih. Inilah salah satu knci mengapa generasi terbaik di kurun pertama Islam tampil sebagai agent of change. Mereka bisa menembus ruang yang tidak terfilter oleh logika kemanusiaan saat ini. Kuncinya adalah tawâdhu', tadhhiyyah dan thâ'ah.

Mendulang Permata dari Penakluk Negeri Musa
Amru bin Ash adalah saudara kandung Hisyam bin al Ash. Yang keduanya dipuji oleh rasulullah Saw. dalam hadits beliau "ابنا العاص مؤمنان". Beliau adalah salah seorang dari seratus ribu para sahabat yang terlahir dari rahim terbaik sejarah. Keunggulan yang beliau miliki telah diabadikan dalam tinta emas sejarah. Sahabatku sekalian, semoga kita bisa menapaki jalan yang telah digariskan oleh rasulullah Saw. dan para sahabat beliau. Mengkaji sosok Amru bin Ash, berarti ada yang sedang kita cari dari sosok beliau. Karena benar memang salah satu ungkapan, yang meskipun adalah dha'if, tetapi maknanya terkuatkan oleh banyak riwayat "Sahabatku bagaikan gemintang, manapun dari mereka yang kalian teladani niscaya akan mengantarkan ke haribaan petunjuk". Setidaknya ada beberapa jendela petunjuk yang lurus kan kita dapatkan dari syakshiyyah Amru bin Ash.

Pertama: Memiliki azzam yang membaja untuk menuju perubahan. Tekad bulat ini dan semangat ingin meninggalkan kejahiliahan inilah yang membuat beliau berangkat mencari Rasu Saw. hingga ketemu di Madinah. Di saat bertemu rasulullah Saw.. Semburat senyuman manis berkilau dari bibir Asyraful Khalqi semakin menyinari qalbu beliau. Lalu Amru berkata "Wahai rasulullah, bentangkan tangan kanan engkau, maka aku akan membai'atmu. Maka rasulullah Saw. membentangkan tangan kanan beliau, lalu Amru memegangnya erat-erat. Rasulullah Saw. bertanya "Ada apa dengamu wahai Amru?". Wahai Rasul, aku sedang megimpikan sesuat, dan itu telah menjadi syarat mati bagiku. "Engkau memilih harga mati dengan tawaran apa? Tanya Rasulullah, sembari erat pegangan tangan detik itu semakin akrab. Amru menjawab "Agar Allah mengampuni segala dosaku". Rasulullah Saw. berkata "Tidakkah engkau tahu − wahai Amru − bahwasanya Islam menghapus segala −dosa−yang telah berlalu. Kisah ini beliau riwayatkan di akhir hayat beliau kepada Abdullah, putra tercinta. Sehingga kisah manis ini menderaikan air mata sang penakluk. Hingga berpisah dengan dunia fana.

Kedua: Kecintaan yang tinggi kepada Murabbi, yaitu rasulullah Saw.. Walau bagaimanapun keunggulan dan kehebatan para sahabat. Tidak lepas dari sentuhan tarbiyah dari manusia termulia yang langsung di ta'dib oleh Allah Swt.. Yaitu Pembina dan pembimbing uamat pertama, Muhammad Saw.. Suatu hari, Amru menemui rasulullah Saw. dan bertanya "Wahai rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai? Rasul menjawab 'Aisyah. Dari kaum lelaki, tanya Amru ke dua kalinya. Ayahnya, jawab nabi. Selanjutnya? Umar, Utsman.... Setelah beberapa orang nama sahabat disebutkan, tidak ada satupun nama beliau disebutkan oleh rasulullah Saw.. Kemudia Amru berkata "Demi Allah, sejak sekarang saya tidak akan bertanya lagi tentang hal ini kepada rasulullah".

Kita tentu heran. Mengapa pertanyaan ini terlintas di benak Amru. Ini terpatri dari kecintaan mendalam kepada sang guru, wahai sahabatku semu. Sentuhan batin seorang rasul, begitu menggelora dalam lubuk cinta beliau. Seakan lahirlah sebuah anggapan, bahwa beliaulah yang paling dincintai. Karena memang Amru begitu mencintai nabi Saw.. Hal ini terbukti dalam banyak momentum semasa hidup bersama rasulullah Saw. dalam meluaskan ekspansi dakwah Islam. Di zaman rasulullah Saw. Amru dipercayai oleh rasulullah untum menjadi gubernur di Oman. Hingga datangnya hari kepulangan sang guru tercinta ke haribaan yang Maha Rahman dan Rahim.

Ketiga: Memaknai ilmu, amal, dakwah dan jihad sebagai jalan hidup. Keunikan para sahabat adalah mampunya mereka menggabungkan kedalaman ilmu dengan amal. Kemudian menterjemahkan amal ke dalam gerak yang lebih luas, yaitu berupa dakwah. Selanjutnya dengan menyibukkan diri dengan berdakwah, telah membentuk kepribadian mereka menjadi mujahidin yang tangguh. Sehingga Islam yang begitu inda terlihat oleh kita di negeri Kinanah ini, adalah bentuk mutiara yang dilahirkan oleh semangat menuntut ilmu di madrasah Rasulullah Saw., kemudian di terapkan dalam bentuk praktek. Lalau muncullah semangat untuk mendahwak. Dan dakwah yang diyakini para sahabat tidaklah bisa dimenangkan, kecualai apabila didorong oleh semangat untuk memperjuangkannya dengan jihad sesungguhnya.

Jihad melawan malas. Jihad melawan maksiat. Jihad melawan individualisme. Jihad melawan keangkuhan. Jihad melawan kebusukan hati. Jihad melawan kantuk. Jihad melawan dinginnya angin malam di medan perang. Tajam dan banyaknya jumlah anak panah musuh. Besar dan lengkapnya peralatan lawan. Semua itu berhasil disulap oleh sang komandan. Sang penakluk. Menjadi peluang yang mesti dilewati. Sehingga mulai dari deretan Hijaz, Syam, sampai ke wilayah Mesir. Amru bin Ash adalah salah seorang yang punya andil besar dalam perluasan dakwah Islam.

Ketiga: Pahlawan yang melahirkan sang pahlawan. Kita kenal dalam sirah. Amru adalah salah seoran sahabat yang jejak usia dini sudah menikah. Ada riwayat yang mengatakan, di usia beliau yang ke 12 tahun, Abdullah bin Amru bin Ash lahir ke dunia. Kita tidak bias membayangkan bagaimana kedewasaan orang di zaman dulu. Bukti kepahlawanan ini, pertama, sang putra bernama Abdullah bin Amru, adalah salah seorang sahabat yang empat bernama Abdullah. Ini dikenal oleh ahli hadit dengan al-'ubadalah. Meskipun sang putra lebih duluan mengecap manisnya Islam dari ayah. Namun, ini tidaklah bisa dijadikan alasan untuk berkurangnya jiwa kepahlawanan beliau. Terbukti dalam kutub al rijal disebutkan. Ada sekitar 40 hadits yang bersumber dari beliau. 3 hadits muttfaqun 'alaihi. 1 hadits termaktub di shahih Bukhari, 2 dalam shahih Muslim. Selebihnya dalam kitab yang lain. Dan Amru bin Ash adalah guru dari putra beliau langsung, yaitu Abdullah.

Tidak hanya Abdullah yang bermunculan dari tempaan tarbiyahnya. Abu Qais, Qubaishah bin Dzuaib, Abu utsman Annahdi, Ali bin Rabah, Qais bin Abi Hazim, Urwah bin Zubair, dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang besar dari sentuhan ilmu dan akhlaq Amru bin Ash r.a.. Semoga kita termasuk para hambaNya yang bisa menapaki jalan yang telah mereka lalui. Karena hidup hanya sekali. Sungguh merugi kita, apabila ilmu yang dipelajari tidak membuahkan amal. Amal yang kita nikmati tidak menelurkan semangat untuk berdakwah. Dan dakwah yang kita ikuti tidak dibumbui oleh jihad yang menyentuh semua segmen kehidupan. Karena itulah jalan yang mereka wariskan hingga kelak, akhir zaman. Selamat jalan pahlawan. Engkau telah mengajarkan kami bagaimana menyeimbangkan antara ilmu dan amal, kesalehan pribadi dana kepedulian sosial. Berdakwah dan jihad. Sungguh hari kepergianmu begitu pilu di hati ini. Karena kami begitu merindukan kehadiran sang gagah pemberani sepertimu. Karena di usia engkau yang mendekati 90-an, tidak membuat semangatmu berubah lesuh dan lemah. Deraian tangis yang berlinag di kedua matamu di saat sekejap menjelang ajal tiba. Telah membuktikan indah dan mudahnya gerbang kematian engkau lalaui. Karena pintu itulah yang mempertemukanmu bersama kekasih dan para sahabat. Ya Allah, pilihlah kami sebagai penerus perjuangan mereka. Amin ya Rab. Wallahu a'lam. Disarikan dari berbagai maraji'. (Siyar 3/54).

Selanjutnya

Jumat, 27 Maret 2009

Golput Bukan Solusi "Keikut Sertaan dalam Pemilu Menurut Perspektif Islam"

Golput Bukan Solusi
"Keikut Sertaan dalam Pemilu Menurut Perspektif Islam"
Oleh: Hendri Susanto, Lc

Kenapa Mereka Golput?
Pertama: Korban administrasi pendataan. Banyak di beberapa wilayah pemilihan suara-suara yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Sehingga di saat mereka mendatangi TPS setempat, ternyata namanya belum terdaftar. Mungkin desebabkan kelalaian Panitian Penyelenggara, atau bisa jadi dikarenakan tidak adanya KTP. Kedua: Suara yang dianggap tidak sah (hangus). Hal ini disebabkan oleh latar belakang tidak berpendidikan dan kurang pahamnya cara pencoblosan yang benar. Rata-rata terjadi di pelosok kampung. Pertama mungkin disebabkan tidak mengetahui cara pencoblosan yang sah. Kedua minimnya sosialisasi dan arahan dari KPU setempat. Sehingga kehadiran mereka menggunakan hak suara, tetap dihitung Golput. Karena suara hangus tetap terhitung ke dalam kantong Golput.

Ketiga: Bermental apatis dan pesimis, serta minimnya rasa kepedulian untuk membangun umat dan Negara. Inilah yang paling negatif efeknya dalam bernegara dan bermasyarakat. Keempat: Berangkat dari pemahaman kemudian menganggap hal itu sebagai pilihan hidup yang paling benar. Komunitas keempat ini lebih dominan menghinggapi mereka yang berlatar pendidikan. Penyebabnya ada tiga. Pertama: Merasa ilmu dan keyakinan terhadap pilihan golput adalah solusi untuk masa depan. Kedua: Disebabkan oleh kekecewaan personal terhadap sebuah Partai, maupun Pemerintah yang berkuasa. Ketiga: menganggap sistem Demokrasi dan kegiatan berpartai bukan dari ajaran Islam

Mereka yang termasuk ke dalam poin ke empat ini mengejewantahkan ekspresinya dalam dua hal. Pertama: Menganggap hal itu sebuah keyakinan yang mesti dibela dan diperjuangkan agar tersebar luas di tengah-tengah umat. Ada yang menggunakan cara black campaing. Yaitu menjatuhkan Partai tertentu, memperkeruh dan memperuncing masalah, menyebarkan pemahaman dalam bentuk gagasan tertulis maupun orasi man to man, yang semuanya bertujuan agar masyarakat tidak ikut serta dalam PEMILU.

Empat penyebab di atas mungkin banyak kita temukan. Bahkan tidak mustahil keempat penyebab tersebut ada dalam seorang individu. Mulai dari tidak terdapftarnya sebagai pemilih di TPS, karena minimnya rasa kepedulian, ditambah dengan apatsi dan pesimis terhadap masa depan. Serta mengusung Golput sebagai ideologi yang harus diperjuangkan. Tapi, walau bagaimanapun, golput bukanlah solusi tepat untuk saat ini.

Adapun solusi untuk mereka di atas. Pertama: Memberikan himbauan dan arahan kepada masyarakat untuk segera mendaftarkan diri. Kedua: Mensosialisasikan tata cara pencoblosan yang benar dan sah. Ketiga: Menuntun dan membangkitkan mental masyarakat, agar selalu optimis dalam mensukseskan pembangunan negara maupun agama. Keempat: Meluruskan kembali pemahaman terhadap urgensi dan besarnya manfaat yang akan mereka dapatkan. Apabila menyalurkan hak suara kepada yang amanah dan jujur.

Perspektif Islam Terhadap PEMILU

Beberapa hari lagi, kita kembali akan menyaksikan sebuah momentum penuh sejarah di Negeri Pertiwi, Indonesia. yaitu Pemilihan Umum (PEMILU) skala nasional. Baik di biro legislatif maupun eksekutif. Banyak orang menjuluki saat-saat menjelang PEMILU nanti dengan bahasa 'pesta demokrasi'. Yang jelas, PEMILU merupakan salah satu cara (wasilah) bagi kita untuk menjunjung tinggi keutuhan dan keberlangsungan hidup bernegara di mana saja. Tidak hanya dunia Barat saja mungkin yang menggunakan sistem tersebut. Sejak zaman di awal munculnya Islam ke permukaan, madhmun (kandungan) dari proses pemilihan seorang pemimpin telah termaktub dan sering dilakukan oleh para sahabat, maupun generasi berikutnya.

Namun, mekanisme dan cara di setiap zaman selalu saja berbeda. Karena bergantung kepada kebutuhan dan tuntutan zaman di kala itu. Begitu juga sistem tatanan kenegaraan dan struktural kepemerintahan. Pemilihan seorang pucuk petinggi Daulah Islam misalnya. Sangat berbeda sekali terapan mekanisme di zaman Abu Bakar, Umar, utsman dan Ali 'alihim ridhwanullah dengan ke-Khilafahan setelahnya. Pada zaman Khulafa al-arba'ah al-rasyidah, kita tidak pernah menemukan sistem monarki absolut (keturunan). Adapun ratusan tahun setelah mereka, baik Dinasti Umayyah maupun Abbasiyyah, menerapkan sistem yang kita kenal dengan monarki absolut. Garis pemerintahan yang dilanjutkan oleh keturunan sang Khalifah.

Di sinilah unik dan menariknya ajaran Islam. Di mana agama kita tidak pernah secara eksplisit dan detail membatasi mekanisme dan cara. Dulu tidak ada yang namanya PEMILU dengan cara seperti sekarang. Dibagikan kotak suara, harus terdaftar sebagai pemilih, ketentuan suara hangus dan sah, pemilih luar negeri dan seterusnya. Seratus tahun mendatang, kita juga tidak bisa menjamin, apakah sistem ini dianggap layak dan solutif menurut generasi setelah kita. Karena mempertimbangkan kebutuhan saat itu. Inilah yang disebut oleh kalangan Ushuliyyun "Fal Nuhafizh 'ala qadimish shalih, wal na'khudz biljadidil ashlah". Karena setiap waktu semuanya bisa berubah. Atau dalam istilah lain "Alfatwa tataghayyar bitaghayyurizzaman wal makan". Di Arab Saudi saat ini, orang mengenal negara tersebut sebagai pemerintahan dalam bentuk kerajaan Islam. Dengan sistem garis keturunan. Adapun di banyak wilayah lainnya dipilih oleh rakyat.

Pertama: Faridhah Syar'iyyah. Secara syar'i, keikut sertaan kita dalam menyalurkan suara adalah salah satu bentuk wujud dalam mentaati pemimpin. Karena secara undang-undang selaku warga negara, hal ini telah diatur oleh pemerintah. Mulai dari undang-undang memilih, sampai kepada hukuman penjara bagi seseorang yang menyerukan kepada Golput di khalayak ramai (Lihat Undang-undang PEMILU di situs KPU). Banyak dalil dalam Al Quran dan sunnah yang menerangkan betapa pentingnya mentaati pemimpin. Mendengarkan dan menerapkan peraturan yang berlaku. Selama aturan tersebut tidak bertentangan dengan syariat kita. "La tha'ata lil makhluq fi ma'shiyyati Al Khaliq". Dalam hal ini Allah Swt menegaska kepada orang-orang yang beriman agar mentaati pemimpin mereka: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (Annisa 59).

Selanjutnya, menyalurkan hak suara kita kepada calon yang berhak untuk dipilih dan dirasa mampu untuk membawa amanah umat ke depan, adalah sebagai wujud dari menjalani perintah Allah Swt. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Annisa 58).

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".(Almaidah 8).

Allah SWT telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat "syaamilah mutakaamilah" (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik. Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." QS 2:208

Banyak ulama yang menyimpulkan, bahwa aktifitas berpolitik semata hanya bertujuan untuk memaksimalkan potensi kebaikan dan meminimalisir serta meluruskan keburukan dan kebobrokan (Majmu'Fatawa 4/241). Apalagi di saat amburadulnya sistem pemerintahan kita. Salah seorang ulama Saudi Arabia, Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umar dalam salah satu fatwanya mengatakan:
"Ketahuilah bahwa hukum asal musyarakah adalah al-jawaz (boleh). Salah satu yang bisa kita jadikan pertimbangan hukum tentang bolehnya musyarakah ini adalah dibolehkannya jihad (perang) bersama imam yang fajir (pendosa). Perlu diketahui bahwa berjihad bersama pemimpin yang fajir tidak akan lepas dari kerusakan yang pasti. Namun kerusakan ini menjadi lebih kecil nilainya jika dibanding dengan besarnya maslahat berjihad. Dan kerusakan yang timbul dari tidak berjihad bersamanya jauh lebih besar dari kerusakan yang timbul dari berjihad bersamanya."( http://www.islamtoday.net/islamion/f05.html).

Kedua: Dharurah diniyyah wa hajah insaniyyah. Kita kenal, Islam merupakan ajaran yang paling sempurna dan cocok untuk semua tempat dan waktu. Semua lini kehidupan telah digariskan oleh Allah Swt dalam Al Quran dan Sunnah, melalui rasulullah Saw.. Dari Muadz bin Jabal RA berkata : “aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Ketahuilah sesungguhnya roda Islam akan terus berputar, maka berputarlah kalian bersama Al-Qur’an kemana Ia berputar” (lihat Al-Mu’jam al-Kabir Litthabrany bab 4 juz 14 hal 499)
Namun, agama yang sampai kepada kita ini, tidaklah dengan mudah bisa kita nikmati. Ia diperjuangkan oleh tangan-tangan para rijal yang tidak kenal kata pesimis, apatis dan kecewa dengan tantangan yang melanda. Syi'ar mereka adalah berbuat dan berkontribusi untuk kebaikan. Bukan meruntuhkan dan membinasakan.

Sepanjang zaman, kompetisi antara barisan al haq dan al bathil akan selalu ada. Siang malam konspirasi demi konspirasi selalu disebarkan oleh musuh-musuh kita. Baik melalui pemikiran, maupun tayangan. Maka keberlangsungan sebuah momentum yang bernama PEMILU ini -di negara kita-, akan banyak menentukan kebijakan-kebijakan yang bersentuhan dengan masa depan agama kita. Masa depan pemimpin kita, masa depan pendidikan kita dan anak cucu kita, masa depan pertanian kita, masa depan pemuda kita, masa depan bangsa ini. Karena sistem itu tidak akan berubah dengan sikap apatis kita. Sistem tersebut tidak akan berubah di 9 April nanti dengan seruan Golput yang dihembuskan, tidak akan berubah dengan negatif thinking kita dalam menatap hari esok. Jumlah anggota dewan pun tidak akan bertambah dan berkurang dengan ketidak ikut sertaan kita. Apakah kita rela ketika negeri yang didominasi oleh kaum muslimin terbesar dunia ini dipimpin oleh orang-orang yang jauh dari nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kejujuran?

Kalau kita mau objektif, manfaat yang kita inginkan dari keberadaan saudara kita yang jujur di lembaga-lembaga kenegaraan adalah mampu menyuarakan kebenaran di sana dengan meminimalisir keputusan-keputusan yang bertentangan dengan syariat Islam dan memperbesar peluang diberlakukannya keputusan yang lebih memudahkan dakwah Islam untuk semakin kuat dan tersebar. Syaikh Abdurrahman As-Sa'di dalam tafsirnya berkata:
"Allah swt membela orang-orang yang beriman dengan berbagai cara, ada yang mereka ketahui dan ada pula yang tidak mereka ketahui. Diantaranya adalah faktor kabilah (kesamaan suku antara da'i dengan ummat) seperti yang dialami oleh Nabi Syuaib as. Ikatan-ikatan yang dapat membantu membela Islam dan kaum muslimin seperti ini boleh diusahakan bahkan dalam keadaan tertentu menjadi wajib diwujudkan, karena ishlah (perbaikan) itu wajib dilakukan sesuai kemampuan dan kemungkinan. Oleh karena itu upaya ummat Islam yang berada di Negara atau wilayah kafir kemudian berusaha mengubah keadaan negara itu menjadi republik yang demokratis sehingga masyarakat bisa menikmati kebebasan beragama dan hak-hak sipilnya, semua usaha itu adalah lebih baik daripada berdiam diri menyerahkan pengambilan keputusan ini kepada orang kafir semuanya. Memang jika semua urusan berada di tangan ummat Islam itu adalah semestinya, namun jika tidak bisa, maka yang bisa kita lakukan harus kita lakukan untuk melindungi agama dan dunia."


Menyongsong Kemenangan Partai Islam di Era Demokrasi
Genderang 9 April akan segera ditabuh. Jumlah orang-orang yang bermental anti korupsi terpampang jelas di depan mata kita. Pemimpin-pemimpin muda yang siap terjun membenahi umat dan memajukan ketertinggalan masih banyak di perut pertiwi yang bernama Indonesia. Nurani kita pasti menyadari, siapa yang layak dan berhak untuk mengusung idealisme dan impian masa depan negeri ini. 5 tahun sudah berlalu sejak 2004. bukti-bukti kongkrit sudah kita lihat dan saksikan. Mana di antara Partai yang mampu memimpin negeri yang sangat luas ini.

Negeri yang kaya dengan sumber alam. Menurut data terakhir penulis baca, Negara kita dalam daya saing tingkat dunia adalah penghasil timah nomor satu, batu bara nomor 3 (tiga). Tembaga nomor 4 (empat), nikel urutan ke 5 (lima), penghasil emas ke 7 (tujuh), penghasil 80% minyak di Asia Tenggara, penghasil 35% gas alam cair di dunia, salah satu Negara terkaya dalam luas hutan dan keaneka ragaman hayati. 515 jenis mamalia hanya hidup di Negeri kita. Urutan ke 2 (dua) kalah tipis oleh brazil. 397 jenis burung hanya didapatkan di Indonesia. Memiliki 140 jenis ikan air tawar, hanya dapat disaingi oleh Brazil. Di Bumi Pertiwi ada 97 jenis ikan karangyang hanya hidup di laut Indonesia. 477 palemterbanyak di dunia. Pulau kita terbanyak. Jumlahnya saja masih simpang siur hingga sekarang. Menurut data terakhir ada 17.504 pulang di Negeri kita. Yang sudah diberi nama 7.870. (lihat Kompas 13 November 2004).

Sudahkah kekayaan itu kita nikmati? Ke mana hasil alam negeri ini disulap oleh orang-orang yang tidak jujur itu? Di sana masih banyak fakir miskin yang membutuhakan sesuap nasi untuk menjanggal rasa lapar di petang dan pagi hari. Masih banyak nyawa-nyawa terlantar membutuhkan dana pengobatan. Masih banyak yang belum bisa tulis baca. Pengangguran menjamur di sepelosok negeri. Korupsi menjalar hingga ke akar-akar birokrasi. Bangkitlah, wahai putra-putri terbaik negeri. Di jagat pertiwi masih banyak pemimpin-pemimpin muda yang siang malam siap untuk berbakti. Karena mereka adalah kader bangsa yang terbina dan terlatih untuk selalu peduli. Harapan itu masih ada. Maka satu suara anda, bisa menentukan masa depan Indonesia. Wallahu a'lam.

Selanjutnya

Senin, 20 Oktober 2008

Agar Kita Diabadikan Sejarah

Agar Kita Diabadikan Sejarah

Suatu hari, tiga ulama besar mengadakan sebuah perjalanan. Beliau adalah; Imam Assyafi'i, Yahya bin Ma'în dan Ahmad bin Hanbal rahimahumullah. Tatkala malam tiba, setiap mereka mengambil tempat yang berbeda. Saat itu, masing-masing belum mengetahui apa yang akan dilakukan oleh ketiga imam besar yang saling bersahabat ini.

Tatkala matahari menyingsing keesokan harinya. Imam Syafi'i mengatkan kepada Yahya bin Ma'în dan Ahmad bin Hanbal. "Tadi malam saya berhasil menyelesaikan lebih dari enam puluh permasalahan dalam fiqih". Imam Yahya bin Ma'în al-muhaddits seraya berucap "Dengan taufiq dari Allah, saya berhasil membuang lebih dari enam puluh orang para perawi yang dha'îf dan munkar dalam hadits rasulullah saw". Mendengarkan dua amalan besar yang telah diselesaikan oleh dua ulama besar juga. Imam Ahmad rahimahullah seraya mengatakan "Alhamdulillah, tadi malam saya berhasil menamatkan Al-Quran dalam beberapa rakaat saja ketika shalatku".

Subhanallah! Hanya dalam kurun beberapa jam saja dari bagian malam yang mereka lalui, tiga ulama besar ini berhasil melahirkan karya besar. Maka tidak salah di penghujung hidup mereka, banyak karya besar yang mereka wariskan untuk generasi berikutnya. Sehingga tiga imam di atas, menjadi bagian dari sejarah para Rijâl yang diabadikan dalam sejarah orangorang-besar juga.

Saudaraku, sebuah petanyaan yang mungkin sering kita dengarkan. "Mengapa para ulama kita dulu mampu melahirkan karya besar, padahal zaman mereka tidak semaju kita sekarang?

Setelah pertanyaan di atas penulis renungkan dan diskusikan bersama kawan-kawan. Alhamdulillah, kami menemukan jawabannya dalam sebuah buku yang berjudul "Risalah Ila Syabâb". Di mana penulis buku ini mengatakan "Apa pun ideologi dan cita-cita yang tengah kita usung dan perjuangkan, hanya akan bisa dicapai apa bila dikuatkan oleh tiga faktor besar. Yaitu; Keimanan yang kuat, semangat yang membaja, dan keikhlasan yang suci dalam mencapainya".

Kalau kita teliti lebih jauh dari sejarah tokoh-tokoh besar umat ini. Maka tiga kata kunci di atas sangat sesuai sekali. Contoh, mengapa Abu Bakar r.a., setelah beberapa hari memeluk agama Islam, berhasil mengajak enam di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk sorga untuk menerima dakwah Rasulullah saw.? Hanya karena iman seorang Abu Bakar r.a. yang begitu kuat. Sebagaimana dalam sebuah hadis dikatakan, "Kalaulah ditimbang iman Abu Bakar dengan iman semua manusia (selain rasulullah), maka iman Abu Bakar lebih berat". Di samping itu, Abu Bakar adalah sosok sahabat yang tidak kita ragukan lagi dalam menjalani perjuangan dakwah bersama rasulullah dengan penuh semangat dan ikhlas. Ini tergambar ketika rasulullah saw. menanyakan banyak sahabat "Siapa diantara kalian hari ini berpuasa, mengunjungi orang sakit, mengikuti jenazah, dan berinfak? Hanya Abu Bakarlah yang mengatakan, "Saya ya rasulah". Keikhlasan Abu Bakar semakin jelas kita lihat ketika rasulullah mengatakan dalam hadis beliau "Diantara kalian saat kiamat datang, ada yang diseru oleh surga dari pintu shalat, ada yang dari pintu jihad, dan seterusnya. Kemudian Abu Bakar bertanya, apakah ada diantara kami ya rasulullah, yang diseur dari semua pintu? Rasulullah saw. menjawab 'Engkaulah orangnya wahai Abu Bakar'".

Saudaraku, kisah di atas menerangkan kepada kita. Betapa mahalnya waktu dalam kehidupan orang-orang besar sekaliber Abu Abu Bakar, Imam Syafi'i, Ahmad bin Hanbal dan seterusnya. Sejenak kita merenungkan hari-hari yang telah berlalu dalam hidup kita. Semuanya tidak akan kembali lagi. Ketika hari-hari tersebut berlalu, berarti sudah berkurang pula episode kita dalam kehidupan yang sesaat ini. Maka tiada kata terlambat bagi kita, untuk kembali menata diri demi meraih kesuksesan di masa depan. Mari bersama kita sejenak menata langkah. Membenahi cita-cita. Demi tercapainya cinta Allah. Agar kita menjadi hambaNya yang berjuang demi mencari redhaNya. Agar kita dikenang dalam sejarah. Yaitu sejarah mereka yang berhasil melahirkan karya-karya besar untuk umat ini. Wallahu a'lam.

Selanjutnya

Kamis, 21 Agustus 2008

SYUBHAT KRITIK

Syubhat Kritik

"Kritik hanya akan efektif memperbaiki seseorang atau suatu keadaan apabila anasir
anasirnya terpenuhi. Pertama, ada niat yang benar dari orang yang mengeritik bahwa ia
melakukan itu semata-mata sebagai pelaksanaan dari kewajiban munashahah sesama muslim, dan untuk itu ia mengharapkan pahala dengan melaksanakan kewajiban itu. Kedua, memang ada kesalahan objektif yang harus dikritik, baik kesalahan personal maupun kesalahan kebijakan. Ketiga, kritik itu disampaikan dengan cara yang benar dan tepat sesuai dengan adab-adab munashahah dalam Islam".

Kita akan mendapat begitu banyak keuntungan dengan menumbuhkan sikap kritis secara merata sebagai sebuah kultur dalam kehidupan berorganisasi. Tidak terkecuali organisasi dakwah. Asasnya adalah bahwa manusia secara individual menyimpan kelemahan bawaan, dan karenanya ia secara terus menerus membutuhkan kontrol, pengendalian dan perbaikan berkesinambungan.

Jamaah dakwah juga memerlukan kontrol, pengendalian dan perbaikan berkesinambungan atas dirinya sendiri. Karena ia juga komunitas manusia, bukan komunitas malaikat, dan karenanya kelemahan-kelemahan bawaan yang ada pada manusia juga ada pada jamaah dakwah. Proses pembelajaran kita, sebagai manusia, sebagiannya terjadi melalui interaksi dalam masyarakat; dimana terjadi penerimaan dan penolakan, pujian dan kritik, aksi dan reaksi; dimana ada kontras antara suka dan tidak suka, cinta dan benci, sedih dan gembira, marah dan damai, kecewa dan bahagia. Dalam pergesekan itu manusia mengalami perubahan-perubahan internal dalam pikiran, perasaan dan perilakunya.

Itulah sebabnya mengapa sikap kritis dan kultur introspeksi menjadi instrumen penting dalam proses penyempurnaan kehidupan organisasi atau kehidupan berjamaah. Itulah sebabnya mengapa Umar bin Khattab mengucapkan terima kasih kepada siapa pun. yang menghadiahkan "aibnya" kepadanya. Karena itu merupakan proses penyempurnaan diri, dan orang yang sempurna, kata seorang penyair Arab, Al-Mutanabbi, adalah orang yang "aibnya dapat dihitung."

Akan tetapi juga tidak sedikit syubhat yang melekat dalam proses implementasi sikap kritis tersebut, terutama dalam situasi dimana sikap kritis bertemu dengan suasana keterbukaan dan kebebasaan menyampaikan pendapat. Akibatnya adalah bahwa keuntungan yang semestinya kita peroleh dari sikap kritis tersebut berubah menjadi masalah baru.

Pertama, apabila sikap kritis itu bersumber dari kebencian, bukan dari semangat saling memperbaiki. Kebencian selalu membuat orang jadi kritis, bahkan sangat kritis, terhadap orang yang dibencinya. Sebaliknya, cinta membuat orang jadi longgar dan mudah memaafkan orang yang dicintainya. Benci dan cinta selalu menyulitkan orang "menilai" dan "menyikapi" seseorang atau suatu masalah secara objektif dan fair.

Itulah sebabnya Rasulullah saw selalu berdoa agar diberikan kemampuan bersikap adil ketika sedang suka dan ketika sedang benci. Sikap kritis yang lahir dari kebencian hanya akan mendapatkan sambutan kebencian yang sama, atau penolakan, atau reaksi yang dingin, dan hanya orang mempunyai kelapangan dada yang "tidak terbatas" yang dapat menerima kritik dari kebencian itu.



Kedua, apabila sikap kritis itu lahir dari keinginan untuk berbeda dengan orang lain dan dijadikan sarana untuk memperjelas identitas diri sendiri. Itulah ungkapan yang sangat terkenal dalam pepatah Arab: "Berbedalah, supaya kamu dikenal." Menjadi kritis adalah sebuah citra yang baik, dan banyak orang membangun citra dirinya atau bahkan popularitasnya dari sikap seperti itu. Mereka mungkin menggunakan kesalahan orang lain sebagai jembatan untuk memperbaiki citra dirinya. Walaupun kenyataan ini lebih banyak terjadi dalam dunia politik, tapi ia juga bisa terjadi dalam dunia dakwah. Disamping itu merupakan niat yang salah, cara seperti itu juga sebenarnya hanyalah memberi beban utang yang harus dibayar; bahwa kritik anda harus bisa anda buktikan.



Ketiga, apabila sikap kritis itu dijadikan cara untuk mendapatkan "image" sebagai seorang pemberani; bahwa dirinya tidak takut pada siapa-siapa, termasuk pada atasan, bahwa dirinya berani menanggung resiko dari sikap kritisnya, apapun resiko itu. Citra sebagai pemberani tentu saja menggoda banyak orang, tapi dengan begitu kita sebenarnya tidak melakukan perbaikan apaapa, dan hanya akan memancing munculnya sikap defensif dari orang yang dikritik dengan niat seperti itu.



Keempat, apabila sikap kritis itu dijadikan kedok untuk merusak nama baik orang lain atau membuka aib sesama. Misalnya mengeritik seseorang di depan umum. Mengritik seseorang di depan umum secara umum tidak dianjurkan dalam Islam. Bahkan ketika Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk memberi peringatan kepada Fir’aun, Allah justru menyuruhnya berkata yang lembut. Imam Syafii juga mengatakan bahwa seandainya ada orang yang mengeritiknya di depan maka beliau tidak akan menerima kritik itu. Kritik dengan niat seperti ini tidak akan efektif memperbaiki orang yang dikritik, bahkan hanya akan merusak hubungan persaudaraan.



Kelima, apabila sikap kritis itu berkembang menjadi ghibah. Misalnya ketika seseorang mengeritik orang secara tidak langsung, tapi mengeritiknya dengan cara membuka kesalahan atau aib seseorang kepada orang lain yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan orang yang dikritik tersebut. Cara seperti ini hanya akan memperbanyak jumlah majlis ghibah dimana kritik-kritik - yang boleh bermuatan kebenaran - tapi disampaikan tidak pada orang yang tepat. Sehingga orang-orang yang merasa kritis itu merasa tidak "terdengar" atau terabaikan. Mereka merasa sudah mengeritik, tapi tetap saja tidak ada yang berubah.



Tentu saja ghibah tidak akan mengantar kritik sampai ke alamatnya dengan cara yang tepat dan karenanya tidak akan efektif dalam memperbaiki seseorang atau suatu keadaan. Sebab sebagaimana Islam tidak menghalalkan ghibah, maka kebebasan, keterbukaan dan demokrasi juga tidak akan pernah menghalalkan ghibah

Dengan demikian sebuah kritik hanya akan efektif memperbaiki seseorang atau suatu keadaan apabila anasir-anasirnya terpenuhi. Pertama, ada niat yang benar dari orang yang mengeritik bahwa ia melakukan itu semata-mata sebagai pelaksanaan dari kewajiban munashahah sesama muslim, dan untuk itu ia mengharapkan pahala dengan melaksanakan kewajiban itu. Kedua, memang ada kesalahan objektif yang harus dikritik, baik kesalahan personal maupun kesalahan kebijakan. Ketiga, kritik itu disampaikan dengan cara yang benar dan tepat sesuai dengan adab-adab munashahah dalam Islam.

Semoga Allah swt memberikan kelapangan dada untuk mendengar dan menerima nasihat yang baik, dan memberikan kekuatan untuk menyampaikan nasihat dengan cara yang benar dan tepat. Wallahu’alam

Selanjutnya

Rabu, 13 Agustus 2008

Membangun Sikap Optimis

Membangun Sikap Optimis

"SUDAHLAH! Jangan sok mantap, kita nggak akan berhasil!" Kata-kata seperti ini mungkin pernah kita dengar pada saat orang atau kelompok orang menyusun rencana dan target kerja.
Ada dua kemungkinan mengapa kata-kata ini keluar dari mulut seseorang. Pertama, rencana yang dibuat memang tak realistis. Kedua, ada orang yang selalu memandang berat setiap masalah. Alasan kedua inilah yang biasa disebut sebagai sikap pesimis.

Sikap pesimis merupakan halangan utama bagi seseorang untuk menerima tantangan. Orang yang telah terjangkiti virus pesimis selalu merasa hidupnya penuh dengan kesulitan. Ia selalu berada dalam ketidakberdayaan menghadapi masa depan.
Penyakit pesimis dapat terbangun akibat proses pendidikan yang kurang baik: bisa dari masa kecil atau akibat peristiwa sesaat yang sangat menyakitkan. Penyebab pertama, biasanya akan lebih sulit diperbaiki, karena pesimisme telah menyatu dalam kepribadian orang tersebut. Mereka memiliki konsep diri yang kurang baik dan memiliki pandangan yang buram terhadap kehidupan dan masa depan nya. Sedang pesimisme yang terjangkit akibat pengalaman pahit, lebih mudah diatasi sejauh orang tersebut dapat menata kembali target dan langkah-langkahnya dalam mencapai target tersebut.
Berikut beberapa-hal yang dapat menumbuhkan perasaan pesimistis dalam diri seseorang:
1. Terlalu sering dibantu. Anak yang tumbuh dalam suasana sering dibantu seringkali tak dapat mengenali kemampuannya. Ia akan sering mengatakan, "Saya tak bisa." Ini terjadi karena anak tak dibiarkan menghadapi kesulitan sedikitpun. Ketika si anak mengeluh tentang sulitnya ‘PR’ dari sekolah, orang tua lantas mengambil alih PR tersebut. Ketika anak menghadapi masalah dengan mainannya, orang tua segera mengatasi masalah tersebut. Dalam jangka panjang, anak ini akan tumbuh sebagai orang yang merasa tak mampu menghadapi kesulitan. Ia akan selalu mengharapkan bantuan orang lain dalam mengatasi masalah-masalahnya. Manakala bantuan itu tak ia peroleh, ia pun merasa tak dapat berbuat apa apa.
2. Terlalu sering dilecehkan. Orang yang dalam masa pertumbuhannya seringkali dilecehkan akan menganggap dirinya menjadi orang terbodoh se-dunia. Keadaan ini tentu membuatnya memandang buram potret diri dan masa depannya. Ia juga akan merasa tak mampu mengatasi persoalannya sendiri.
3. Sikap negatif terhadap kegagalan. Kalau kita lihat dalam keseharian, ada orang yang merasa selalu ditimpa kegagalan. Pada kenyataanya, tak ada seorang pun di dunia ini yang selalu gagal dan tak pernah berhasil. Masalahnya adalah bagaimana ia menyikapi kegagalan. Ada orang yang merasa begitu hancur ketika ditimpa kegagalan. Kegagalan menjadi peristiwa yang amat besar dalam hidupnya, sebab keberhasilan tak pernah ia syukuri sedikitpun. Akibatnya, ia merasa sebagai pecundang, bodoh dan tak punya masa depan.
4. Dampak optimisme berlebihan. Optimisme berlebihan seringkali menyisakan pengalaman pahit dalam diri seseorang. Pengalaman ini membuat orang tak lagi bergairah membicarakan target-target yang telah gagal itu. Orang seperti ini menghadapi trauma untuk membicarakan hal tersebut. Keadaan seperti ini tentu akan menyulitkan bagi orang tersebut untuk bangkit dari kegagalan. Ia akan lebih tertarik untuk membicarakan dan memulai hal-hal baru daripada mengulang kembali pengalaman pahit tersebut.

Pesimisme, baik yang dialami oleh individu maupun kelompok, memang harus diatasi. Namun, dibutuhkan keteguhan dalam membatasi masalah kejiwaan yang satu ini, karena pesimisme terbangun dari pengalaman dan kita tak bisa mengubah hal-hal yang telah terjadi. Ada bebarapa hal yang mungkin dilakukan untuk membangun kembali optimisme kita:
1. Temukan hal-hal positif dari pengalaman masa lalu, sepahit apapun pengalaman itu. Dalam kegagalan, sekalipun masih ada keberhasilan-keberhasilan kecil yang terselip, cobalah temukan keberhasilan itu dan syukuri keberadaannya. Upaya ini paling tidak akan mengobati sebagian dari perasaan hancur yang kita derita. "Tapi bagaimanapun saya telah gagal" Buang jauh-jauh pikiran tersebut, karena pikiran tersebut tak akan membantu kita dalam meraih nikmat Allah berikutnya. Allah hanya akan menambahkan nikmatNya pada orang yang mau mensyukuri pemberianNya meskipun nikmat itu sedikit.
2. Tata kembali target yang ingin kita capai. Jangan terbiasa membuat target yang berlebihan. Kita memang harus optimis, tapi kita perlu juga mengukur kemampuan diri sendiri. Kita juga perlu menelaah lebih jeli cara apa yang mungkin kita lakukan untuk mencapai target tertentu. Cara Irak menghadapi agresor/penjajah AS mungkin dapat dijadikan contoh. Dari awal Irak tak mengatakan akan menang dalam pertempuran. Tapi mereka hanya mengatakan "AS akan menghadapi kesulitan jika berhadapan dengan tentara dan perlawanan rakyat Irak." Irak pun menghitung-hitung dalam medan mana ia dapat memberikan perlawanan yang sengit terhadap para agresor/penjajah tersebut. Mungkin Irak berusaha memenangkan pertempuran di medan opini dunia dan jalur diplomatik. Ini adalah satu contoh bagaimana sebaiknya menetapkan target dengan melihat kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki.
3. Pecah target besar menjadi target-target kecil yang dapat segera dilihat keberhasilannya. Seringkali ada manfaatnya untuk melihat keberhasilan-keberhasilan jangka pendek dari sebuah target jangka panjang. Hal ini akan semakin menumbuhkan semangat dan optimisme dalam diri kita. Tentu kita harus terus mensyukuri apa yang kita peroleh dari capaian target-target kecil tersebut. Jangan pernah terbetik dalam hati, "Ah baru segini, target kita masih jauh." Sikap ini sama sekali tak membangun rasa optimis.
4. Bertawakal kepada Allah. Menyadari adanya satu kekuatan yang dapat menolong kita di saat kita menghadapi rintangan merupakan modal dasar yang cukup ampuh dalam membangun optimisme. Bertawakal tentu harus dilakukan bersamaan dengan upaya kita memperbaiki target dan strategi pencapaiannya.
5. Langkah terakhir kita perlu merubah pandangan kita terhadap diri sendiri dan kegagalan. Kita perlu lebih sayang dan menghargai diri sendiri. Jangan kita terus menerus mengejek diri sendiri. "Aku ini orang bodoh, tak bisa apa apa." Ini bukanlah sikap merendah, tapi merupakan sikap ingkar terhadap kelebihan yang telah Allah karunikan kepada kita. Wallahu’alam.

Selanjutnya