tag:blogger.com,1999:blog-45636758264262447052024-03-07T22:23:14.957-08:00abu'ubaidahAbu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-25900895355318283912009-05-10T08:37:00.000-07:002009-05-10T08:42:22.312-07:00Perolehan Kursi 9 Parpol Calon Penghuni DPR<div class="fullpost"><br />Berikut jumlah perolehan kursi 9 parpol calon penghuni DPR:<br /><br />PD 148 kursi 26,42%<br />Golkar 108 kursi 19,29%<br />PDIP 93 kursi 16,61%<br />PKS 59 kursi 10,54%<br />PAN 42 kursi 7,50%<br />PPP 39 kursi 6,96%<br />Gerindra 30 kursi 5,36%<br />PKB 26 kursi 4,46%<br />Hanura 15 kursi 2,68%<br /><br /><br />Perolehan Suara:<br /><br />PD 21.703.137 20,85%<br />Golkar 15.037.757 14,45%<br />PDIP 14.600.091 14,03%<br />PKS 8.206.955 7,88%<br />PAN 6.254.580 6,01%<br />PPP 5.533.214 5,32%<br />PKB 5.146.122 4,94%<br />Gerindra 4.646.406 4,46%<br />Hanura 3.922.870 3,77%<br /><br /><br /><br /></div><br /><br />sumber: http://www.inilah.com/berita/2009/05/10/105672/baru-sby-dan-jk-bisa-daftar-capres/Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-43192034886321697472009-04-01T02:26:00.000-07:002009-04-01T02:27:17.111-07:00Belajar dari Nabi Yusuf 'alaihissalam<div class="fullpost"><br /><br />Belajar dari Nabi Yusuf 'alaihissalam<br />Oleh: Abu Ubaidah<br /><br />Saudaraku a'azzakumullah, risalah kenabian semuanya sarat dengan nilai mahal yang bisa kita petik. Apalagi kandungan termahal itu belum di nasakh oleh agama kita. Nabi Yusuf a.s, misalnya. Pelajaran unik yang ingin penulis paparkan di sini adalah; Kepekaan beliau dengan lingkungan, semangat untuk menapaki perubahan, keoptimisan memperbaiki kerusakan, keyakinan bulat dan tekad membaja untuk ikut serta memberikan kontribusi dan solusi. Meskipun sedang terkungkung oleh sistem dan orang yang menjadi pemegang kebijakan tertinggi di kerajaan saat itu, adalah sosok yang belum beriman.<br /><br />Saudaraku, kondisi yang dihadapi oleh nabi Yusuf as. di atas jauh lebih berat bila dibandingkan dengan kondisi bangsa kita saat ini. Di mana negara kita adalah didominasi oleh kaum muslimin. Bahkan para pemimpin kita juga berideologikan ketauhidan. Meskipun masih banyak butuh perbaikan dan tuntunan. Kalau dulu bertahun-tahun kekurangan pangan yang menderita rakyat Yusuf as.. Sekarang negeri kita kaya dengan hasil alam yang merumpah ruah. Namun kita menyayangkan, entah ke mana hasil alam ini disulap selama puluhan tahun oleh yang pernah berkuasa di negeri ini?<br /><br />Tapi hal itu tidak membuat kita ciut untuk lari dari perubahan. Karena di rahim bumi pertiwi masih banyak orang-orang yang sanggup dan amanah untuk memakmurkan dan mensejahterakan. Masih banyak peluang-peluang yang membuat kita semakin yakin. Betepa Indonesia sudah semakin baik dari sebelumnya. Semakin berubah dan bangkit dari keterpurukannya. Semakin maju dari ketertinggalannya. Namun peluang, perubahan, kemajuan itu akan semakin nyata apabila di sana ada keikut sertaan kita. Ada sumbangsih kita.<br /><br />Inilah yang ditempuh oleh nabiyullah Yusuf as.. Sedikit demi sedikit. Beliau tapaki perubahan singgasana kerajaan hingga mampu meluruskan keyakinan umat dan mensejahterakan rakyat. Hal ini dimulai dari semangat keikut sertaan untuk berkontribusi. Terkadang menjadi kelabu dalam perspektif beberapa orang. Melihat fenomena yang ada di tengah bangs kita saat ini. Maraknya slogan-slogan, misalnya "Bangkitlah negeriku, harapan itu masih ada". Slogan semacam ini mungkin senada dengan semangat kepedulian sayyiduna Yusuf as. ketika melihat kondisi umatnya.<br /><br />Saatnya Memilih dan Berkontribusi<br />Ikhwati fillah, perlu kita ketahui. Yang mendasari semangat kita untuk ambil andil dalam membangun dan memperbaiki sistem negeri ini berangkat dari sebuah kaedah "Tahshilul mashalih dan taqlilul mafasid" (meraih maslahat dan mengurangi mafsadat). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata, menyikapi pentingnya untuk menentukan pilihan, di saat mengharuskan kita untuk memilih:<br />أَنَّ الشَّرِيعَةَ جَاءَتْ بِتَحْصِيلِ الْمَصَالِحِ وَتَكْمِيلِهَا وَتَعْطِيلِ الْمَفَاسِدِ وَتَقْلِيلِهَا وَأَنَّهَا تُرَجِّحُ خَيْرَ الْخَيْرَيْنِ وَشَرَّ الشَّرَّيْنِ وَتَحْصِيلِ أَعْظَمِ الْمَصْلَحَتَيْنِ بِتَفْوِيتِ أَدْنَاهُمَا وَتَدْفَعُ أَعْظَمَ الْمَفْسَدَتَيْنِ بِاحْتِمَالِ أَدْنَاهُمَا... <br />“Bahwa syariat datang untuk menghasilkan maslahat dan kesempurnaannya, menghilangkan dan meminimalisir kerusakan. Syariat lebih mengutamakan dan menguatkan kebaikan yang lebih besar diantara dua kebaikan (jika harus memilih salah satunya) dan mendukung keburukan yang lebih ringan diantara dua keburukan (jika harus memilih salah satunya), lalu memilih dan mengambil yang paling maslahat dengan mengabaikan yang lebih rendah, dan menghilangkan yang lebih besar madharatnya dengan menanggung resiko yang lebih rendah dan ringan…” <br /><br />Selanjutnya beliau juga berkata:<br />Dari sisi inilah Yusuf as. menjabat perbendaharaan Mesir. Bahkan memintanya kepada raja Mesir agar menjadikannya pemegang perbendaharaan bumi. Sementara raja dan kaumnya dalam keadaan kafir, sebagaimana firman Allah SWT; <br />Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (Yusuf 55).<br />…<br />Dapat dimaklumi bahwa dengan kekafiran yang ada pada mereka, mengharuskan mereka memiliki kebiasaan dan cara tertentu dalam memungut dan mendistribusikan harta kepada raja, keluarga raja, tentara dan rakyatnya. Tentunya cara itu tidak sesuai dengan ketentuan bagi para nabi dan utusan Allah. Namun bagi Nabi Yusuf as. tidak memungkinkan untuk menerapkan apa yang ia inginkan berupa ajaran Allah, karena rakyat tidak menghendaki hal itu. Akan tetapi Yusuf melakukan sesuatu yang mungkin ia lakukan, berupa keadilan dan perbuatan baik. Dengan kekuasaan itu, ia dapat memuliakan orang-orang yang beriman diantara keluarganya, hal yang tidak akan mungkin dia dapatkan tanpa kekuasaan itu. Semua ini masuk dalam firman Allah “Bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu” (At-Taghabun (64): 16). (Majmu'Fatawa 4/241).<br />9 April 2009; Momentum Sumbangsih<br />Saudaraku seiman. Bangsa kita sedang menunggu uluran tangan kita semua. Momentum 9 April nanti, adalah saat yang hanya sekali dalam 5 tahun kita temui. Pesta perolehan suara itu akan tetap melaju. Kompetisi dari berbagai misi begitu ramai di panggung negeri. Kristen, nasionalis, hingga ke garis perjuangan yang paling mulia; Islamis ideologis. Batin kita tentu merasakan hal itu. Bahkan tidak satupun kita yang rela, bila negeri ini dipimpin oleh berlainan ideologi dengan kita. Pengkorup. Jauh dari nilai dan norma yang lurus. <br />Penulis hanya orang biasa yang sama-sama memiliki hak dengan saudaraku semua. Mari kita bangun negeri ini. dengan ikut serta di ajang yang semakin menghampiri. Karena pilihan amal apabila dilandasi demi menggapai ridho Ilahi, dan sesuai dengan tuntutan waktu dan realita; Merupakan ibadah yang paling mulia dan tepat, ungkap imam Ibnul Qayyim rahimahullah. Bukankah PEMILU nanti adalah momentum untuk beribadah memilih pemimpin yang jujur? Wallahul musta'ân.<br />"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Annisa 58).<br /><br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-85207319845229936582009-03-29T02:14:00.000-07:002009-03-29T02:25:18.254-07:00Amru bin 'Ash radhiyallhu 'anhu " Pejuang yang HidupHanya Untuk Keagungan Islam"<div class="fullpost"><br /><br />Amru bin 'Ash radhiyallhu 'anhu<br />" Pejuang yang HidupHanya Untuk Keagungan Islam"<br /><br /> <br /> <br /><br />Sahabat pembaca yang penulis banggakan. Menuliskan sosok se kaliber Amru bin Ash di kolom ini, tidaklah cukup untuk dikupas secara detail. Setidaknya penulis sudah berusaha untuk merangkum dari beberapa kitab sirah yang menceritakan tentang biografi beliau. Amru bin Ash, lahir di Kota Mekah tepatnya sekitar 50 tahun sebelum hijrah. Dijuluki sebagai Fatihu Mishr. Karena di bawah pimpinan beliaulah, pasukan yang diutus oleh Khalifah Umar bin Khatab r.a berhasil menaklukkan Mesir yang diduduki oleh Imperium Romawi saat itu. Amru bin Ash lebih tua sekitar 5 tahun dari pada Umar bin Khattab r.a. Amru pernah berkata "Saya betul-betul ingat di saat malam Umar dilahirkan". <br /><br />Sosok Amru bin Ash adalah salah seorang pemuka Quraisy yang terpandang. Baik secara kecerdasan dan ketangkasan, maupun keliahaian berdiplomasi. Semenjak sebelum memeluk Islam, sudah banyak pertempuran yang beliau ikuti dan pimpin. Karena Amru dikenal sejak masa mudanya dengan sang pemberani dan gagah perkasa dalam memenangkan banyak perperangan. Kecerdasan beliau dalam mengatur siasat tempur, telah membuat baginda rasul Saw. mengangkatnya menjadi pimpinan perang Dzâtu assalâsil. Yang di dalam barisan itu ada Abu Bakar dan Umar r.a. Padahal peristiwa tersebut baru terjadi setelah Amru tiga bulan memeluk Islam. Di sinilah hikmah dan uniknya madrasah tarbiyah rasulullah Saw.. Senioritas tidak terkalahkan oleh keprofesionalan. Dulunya memeluk Islam tidak membuat para sahabat lain untuk tidak merendahkan hati dan membulatkan tekad untuk mengikuti sang pemimpin terpilih. Inilah salah satu knci mengapa generasi terbaik di kurun pertama Islam tampil sebagai agent of change. Mereka bisa menembus ruang yang tidak terfilter oleh logika kemanusiaan saat ini. Kuncinya adalah tawâdhu', tadhhiyyah dan thâ'ah.<br /><br /> Mendulang Permata dari Penakluk Negeri Musa<br />Amru bin Ash adalah saudara kandung Hisyam bin al Ash. Yang keduanya dipuji oleh rasulullah Saw. dalam hadits beliau "ابنا العاص مؤمنان". Beliau adalah salah seorang dari seratus ribu para sahabat yang terlahir dari rahim terbaik sejarah. Keunggulan yang beliau miliki telah diabadikan dalam tinta emas sejarah. Sahabatku sekalian, semoga kita bisa menapaki jalan yang telah digariskan oleh rasulullah Saw. dan para sahabat beliau. Mengkaji sosok Amru bin Ash, berarti ada yang sedang kita cari dari sosok beliau. Karena benar memang salah satu ungkapan, yang meskipun adalah dha'if, tetapi maknanya terkuatkan oleh banyak riwayat "Sahabatku bagaikan gemintang, manapun dari mereka yang kalian teladani niscaya akan mengantarkan ke haribaan petunjuk". Setidaknya ada beberapa jendela petunjuk yang lurus kan kita dapatkan dari syakshiyyah Amru bin Ash.<br /><br />Pertama: Memiliki azzam yang membaja untuk menuju perubahan. Tekad bulat ini dan semangat ingin meninggalkan kejahiliahan inilah yang membuat beliau berangkat mencari Rasu Saw. hingga ketemu di Madinah. Di saat bertemu rasulullah Saw.. Semburat senyuman manis berkilau dari bibir Asyraful Khalqi semakin menyinari qalbu beliau. Lalu Amru berkata "Wahai rasulullah, bentangkan tangan kanan engkau, maka aku akan membai'atmu. Maka rasulullah Saw. membentangkan tangan kanan beliau, lalu Amru memegangnya erat-erat. Rasulullah Saw. bertanya "Ada apa dengamu wahai Amru?". Wahai Rasul, aku sedang megimpikan sesuat, dan itu telah menjadi syarat mati bagiku. "Engkau memilih harga mati dengan tawaran apa? Tanya Rasulullah, sembari erat pegangan tangan detik itu semakin akrab. Amru menjawab "Agar Allah mengampuni segala dosaku". Rasulullah Saw. berkata "Tidakkah engkau tahu − wahai Amru − bahwasanya Islam menghapus segala −dosa−yang telah berlalu. Kisah ini beliau riwayatkan di akhir hayat beliau kepada Abdullah, putra tercinta. Sehingga kisah manis ini menderaikan air mata sang penakluk. Hingga berpisah dengan dunia fana.<br /><br />Kedua: Kecintaan yang tinggi kepada Murabbi, yaitu rasulullah Saw.. Walau bagaimanapun keunggulan dan kehebatan para sahabat. Tidak lepas dari sentuhan tarbiyah dari manusia termulia yang langsung di ta'dib oleh Allah Swt.. Yaitu Pembina dan pembimbing uamat pertama, Muhammad Saw.. Suatu hari, Amru menemui rasulullah Saw. dan bertanya "Wahai rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai? Rasul menjawab 'Aisyah. Dari kaum lelaki, tanya Amru ke dua kalinya. Ayahnya, jawab nabi. Selanjutnya? Umar, Utsman.... Setelah beberapa orang nama sahabat disebutkan, tidak ada satupun nama beliau disebutkan oleh rasulullah Saw.. Kemudia Amru berkata "Demi Allah, sejak sekarang saya tidak akan bertanya lagi tentang hal ini kepada rasulullah". <br /><br />Kita tentu heran. Mengapa pertanyaan ini terlintas di benak Amru. Ini terpatri dari kecintaan mendalam kepada sang guru, wahai sahabatku semu. Sentuhan batin seorang rasul, begitu menggelora dalam lubuk cinta beliau. Seakan lahirlah sebuah anggapan, bahwa beliaulah yang paling dincintai. Karena memang Amru begitu mencintai nabi Saw.. Hal ini terbukti dalam banyak momentum semasa hidup bersama rasulullah Saw. dalam meluaskan ekspansi dakwah Islam. Di zaman rasulullah Saw. Amru dipercayai oleh rasulullah untum menjadi gubernur di Oman. Hingga datangnya hari kepulangan sang guru tercinta ke haribaan yang Maha Rahman dan Rahim.<br /><br />Ketiga: Memaknai ilmu, amal, dakwah dan jihad sebagai jalan hidup. Keunikan para sahabat adalah mampunya mereka menggabungkan kedalaman ilmu dengan amal. Kemudian menterjemahkan amal ke dalam gerak yang lebih luas, yaitu berupa dakwah. Selanjutnya dengan menyibukkan diri dengan berdakwah, telah membentuk kepribadian mereka menjadi mujahidin yang tangguh. Sehingga Islam yang begitu inda terlihat oleh kita di negeri Kinanah ini, adalah bentuk mutiara yang dilahirkan oleh semangat menuntut ilmu di madrasah Rasulullah Saw., kemudian di terapkan dalam bentuk praktek. Lalau muncullah semangat untuk mendahwak. Dan dakwah yang diyakini para sahabat tidaklah bisa dimenangkan, kecualai apabila didorong oleh semangat untuk memperjuangkannya dengan jihad sesungguhnya. <br /><br />Jihad melawan malas. Jihad melawan maksiat. Jihad melawan individualisme. Jihad melawan keangkuhan. Jihad melawan kebusukan hati. Jihad melawan kantuk. Jihad melawan dinginnya angin malam di medan perang. Tajam dan banyaknya jumlah anak panah musuh. Besar dan lengkapnya peralatan lawan. Semua itu berhasil disulap oleh sang komandan. Sang penakluk. Menjadi peluang yang mesti dilewati. Sehingga mulai dari deretan Hijaz, Syam, sampai ke wilayah Mesir. Amru bin Ash adalah salah seorang yang punya andil besar dalam perluasan dakwah Islam.<br /><br />Ketiga: Pahlawan yang melahirkan sang pahlawan. Kita kenal dalam sirah. Amru adalah salah seoran sahabat yang jejak usia dini sudah menikah. Ada riwayat yang mengatakan, di usia beliau yang ke 12 tahun, Abdullah bin Amru bin Ash lahir ke dunia. Kita tidak bias membayangkan bagaimana kedewasaan orang di zaman dulu. Bukti kepahlawanan ini, pertama, sang putra bernama Abdullah bin Amru, adalah salah seorang sahabat yang empat bernama Abdullah. Ini dikenal oleh ahli hadit dengan al-'ubadalah. Meskipun sang putra lebih duluan mengecap manisnya Islam dari ayah. Namun, ini tidaklah bisa dijadikan alasan untuk berkurangnya jiwa kepahlawanan beliau. Terbukti dalam kutub al rijal disebutkan. Ada sekitar 40 hadits yang bersumber dari beliau. 3 hadits muttfaqun 'alaihi. 1 hadits termaktub di shahih Bukhari, 2 dalam shahih Muslim. Selebihnya dalam kitab yang lain. Dan Amru bin Ash adalah guru dari putra beliau langsung, yaitu Abdullah. <br /><br />Tidak hanya Abdullah yang bermunculan dari tempaan tarbiyahnya. Abu Qais, Qubaishah bin Dzuaib, Abu utsman Annahdi, Ali bin Rabah, Qais bin Abi Hazim, Urwah bin Zubair, dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang besar dari sentuhan ilmu dan akhlaq Amru bin Ash r.a.. Semoga kita termasuk para hambaNya yang bisa menapaki jalan yang telah mereka lalui. Karena hidup hanya sekali. Sungguh merugi kita, apabila ilmu yang dipelajari tidak membuahkan amal. Amal yang kita nikmati tidak menelurkan semangat untuk berdakwah. Dan dakwah yang kita ikuti tidak dibumbui oleh jihad yang menyentuh semua segmen kehidupan. Karena itulah jalan yang mereka wariskan hingga kelak, akhir zaman. Selamat jalan pahlawan. Engkau telah mengajarkan kami bagaimana menyeimbangkan antara ilmu dan amal, kesalehan pribadi dana kepedulian sosial. Berdakwah dan jihad. Sungguh hari kepergianmu begitu pilu di hati ini. Karena kami begitu merindukan kehadiran sang gagah pemberani sepertimu. Karena di usia engkau yang mendekati 90-an, tidak membuat semangatmu berubah lesuh dan lemah. Deraian tangis yang berlinag di kedua matamu di saat sekejap menjelang ajal tiba. Telah membuktikan indah dan mudahnya gerbang kematian engkau lalaui. Karena pintu itulah yang mempertemukanmu bersama kekasih dan para sahabat. Ya Allah, pilihlah kami sebagai penerus perjuangan mereka. Amin ya Rab. Wallahu a'lam. Disarikan dari berbagai maraji'. (Siyar 3/54).<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-30441913714530473772009-03-27T00:47:00.000-07:002009-03-27T00:49:48.117-07:00Golput Bukan Solusi "Keikut Sertaan dalam Pemilu Menurut Perspektif Islam"Golput Bukan Solusi<br />"Keikut Sertaan dalam Pemilu Menurut Perspektif Islam"<br />Oleh: Hendri Susanto, Lc<br /><br /> Kenapa Mereka Golput?<br />Pertama: Korban administrasi pendataan. Banyak di beberapa wilayah pemilihan suara-suara yang tidak terdaftar sebagai pemilih. Sehingga di saat mereka mendatangi TPS setempat, ternyata namanya belum terdaftar. Mungkin desebabkan kelalaian Panitian Penyelenggara, atau bisa jadi dikarenakan tidak adanya KTP. Kedua: Suara yang dianggap tidak sah (hangus). Hal ini disebabkan oleh latar belakang tidak berpendidikan dan kurang pahamnya cara pencoblosan yang benar. Rata-rata terjadi di pelosok kampung. Pertama mungkin disebabkan tidak mengetahui cara pencoblosan yang sah. Kedua minimnya sosialisasi dan arahan dari KPU setempat. Sehingga kehadiran mereka menggunakan hak suara, tetap dihitung Golput. Karena suara hangus tetap terhitung ke dalam kantong Golput. <br /><br />Ketiga: Bermental apatis dan pesimis, serta minimnya rasa kepedulian untuk membangun umat dan Negara. Inilah yang paling negatif efeknya dalam bernegara dan bermasyarakat. Keempat: Berangkat dari pemahaman kemudian menganggap hal itu sebagai pilihan hidup yang paling benar. Komunitas keempat ini lebih dominan menghinggapi mereka yang berlatar pendidikan. Penyebabnya ada tiga. Pertama: Merasa ilmu dan keyakinan terhadap pilihan golput adalah solusi untuk masa depan. Kedua: Disebabkan oleh kekecewaan personal terhadap sebuah Partai, maupun Pemerintah yang berkuasa. Ketiga: menganggap sistem Demokrasi dan kegiatan berpartai bukan dari ajaran Islam <br /><br />Mereka yang termasuk ke dalam poin ke empat ini mengejewantahkan ekspresinya dalam dua hal. Pertama: Menganggap hal itu sebuah keyakinan yang mesti dibela dan diperjuangkan agar tersebar luas di tengah-tengah umat. Ada yang menggunakan cara black campaing. Yaitu menjatuhkan Partai tertentu, memperkeruh dan memperuncing masalah, menyebarkan pemahaman dalam bentuk gagasan tertulis maupun orasi man to man, yang semuanya bertujuan agar masyarakat tidak ikut serta dalam PEMILU.<br /><br />Empat penyebab di atas mungkin banyak kita temukan. Bahkan tidak mustahil keempat penyebab tersebut ada dalam seorang individu. Mulai dari tidak terdapftarnya sebagai pemilih di TPS, karena minimnya rasa kepedulian, ditambah dengan apatsi dan pesimis terhadap masa depan. Serta mengusung Golput sebagai ideologi yang harus diperjuangkan. Tapi, walau bagaimanapun, golput bukanlah solusi tepat untuk saat ini. <br /><br />Adapun solusi untuk mereka di atas. Pertama: Memberikan himbauan dan arahan kepada masyarakat untuk segera mendaftarkan diri. Kedua: Mensosialisasikan tata cara pencoblosan yang benar dan sah. Ketiga: Menuntun dan membangkitkan mental masyarakat, agar selalu optimis dalam mensukseskan pembangunan negara maupun agama. Keempat: Meluruskan kembali pemahaman terhadap urgensi dan besarnya manfaat yang akan mereka dapatkan. Apabila menyalurkan hak suara kepada yang amanah dan jujur.<br /><br /> Perspektif Islam Terhadap PEMILU<br /><br />Beberapa hari lagi, kita kembali akan menyaksikan sebuah momentum penuh sejarah di Negeri Pertiwi, Indonesia. yaitu Pemilihan Umum (PEMILU) skala nasional. Baik di biro legislatif maupun eksekutif. Banyak orang menjuluki saat-saat menjelang PEMILU nanti dengan bahasa 'pesta demokrasi'. Yang jelas, PEMILU merupakan salah satu cara (wasilah) bagi kita untuk menjunjung tinggi keutuhan dan keberlangsungan hidup bernegara di mana saja. Tidak hanya dunia Barat saja mungkin yang menggunakan sistem tersebut. Sejak zaman di awal munculnya Islam ke permukaan, madhmun (kandungan) dari proses pemilihan seorang pemimpin telah termaktub dan sering dilakukan oleh para sahabat, maupun generasi berikutnya.<br /><br />Namun, mekanisme dan cara di setiap zaman selalu saja berbeda. Karena bergantung kepada kebutuhan dan tuntutan zaman di kala itu. Begitu juga sistem tatanan kenegaraan dan struktural kepemerintahan. Pemilihan seorang pucuk petinggi Daulah Islam misalnya. Sangat berbeda sekali terapan mekanisme di zaman Abu Bakar, Umar, utsman dan Ali 'alihim ridhwanullah dengan ke-Khilafahan setelahnya. Pada zaman Khulafa al-arba'ah al-rasyidah, kita tidak pernah menemukan sistem monarki absolut (keturunan). Adapun ratusan tahun setelah mereka, baik Dinasti Umayyah maupun Abbasiyyah, menerapkan sistem yang kita kenal dengan monarki absolut. Garis pemerintahan yang dilanjutkan oleh keturunan sang Khalifah.<br /><br />Di sinilah unik dan menariknya ajaran Islam. Di mana agama kita tidak pernah secara eksplisit dan detail membatasi mekanisme dan cara. Dulu tidak ada yang namanya PEMILU dengan cara seperti sekarang. Dibagikan kotak suara, harus terdaftar sebagai pemilih, ketentuan suara hangus dan sah, pemilih luar negeri dan seterusnya. Seratus tahun mendatang, kita juga tidak bisa menjamin, apakah sistem ini dianggap layak dan solutif menurut generasi setelah kita. Karena mempertimbangkan kebutuhan saat itu. Inilah yang disebut oleh kalangan Ushuliyyun "Fal Nuhafizh 'ala qadimish shalih, wal na'khudz biljadidil ashlah". Karena setiap waktu semuanya bisa berubah. Atau dalam istilah lain "Alfatwa tataghayyar bitaghayyurizzaman wal makan". Di Arab Saudi saat ini, orang mengenal negara tersebut sebagai pemerintahan dalam bentuk kerajaan Islam. Dengan sistem garis keturunan. Adapun di banyak wilayah lainnya dipilih oleh rakyat.<br /><br />Pertama: Faridhah Syar'iyyah. Secara syar'i, keikut sertaan kita dalam menyalurkan suara adalah salah satu bentuk wujud dalam mentaati pemimpin. Karena secara undang-undang selaku warga negara, hal ini telah diatur oleh pemerintah. Mulai dari undang-undang memilih, sampai kepada hukuman penjara bagi seseorang yang menyerukan kepada Golput di khalayak ramai (Lihat Undang-undang PEMILU di situs KPU). Banyak dalil dalam Al Quran dan sunnah yang menerangkan betapa pentingnya mentaati pemimpin. Mendengarkan dan menerapkan peraturan yang berlaku. Selama aturan tersebut tidak bertentangan dengan syariat kita. "La tha'ata lil makhluq fi ma'shiyyati Al Khaliq". Dalam hal ini Allah Swt menegaska kepada orang-orang yang beriman agar mentaati pemimpin mereka: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya". (Annisa 59).<br /><br />Selanjutnya, menyalurkan hak suara kita kepada calon yang berhak untuk dipilih dan dirasa mampu untuk membawa amanah umat ke depan, adalah sebagai wujud dari menjalani perintah Allah Swt. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (Annisa 58).<br /><br />"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".(Almaidah 8).<br /><br />Allah SWT telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat "syaamilah mutakaamilah" (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik. Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:<br /><br />"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." QS 2:208<br /><br />Banyak ulama yang menyimpulkan, bahwa aktifitas berpolitik semata hanya bertujuan untuk memaksimalkan potensi kebaikan dan meminimalisir serta meluruskan keburukan dan kebobrokan (Majmu'Fatawa 4/241). Apalagi di saat amburadulnya sistem pemerintahan kita. Salah seorang ulama Saudi Arabia, Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umar dalam salah satu fatwanya mengatakan:<br />"Ketahuilah bahwa hukum asal musyarakah adalah al-jawaz (boleh). Salah satu yang bisa kita jadikan pertimbangan hukum tentang bolehnya musyarakah ini adalah dibolehkannya jihad (perang) bersama imam yang fajir (pendosa). Perlu diketahui bahwa berjihad bersama pemimpin yang fajir tidak akan lepas dari kerusakan yang pasti. Namun kerusakan ini menjadi lebih kecil nilainya jika dibanding dengan besarnya maslahat berjihad. Dan kerusakan yang timbul dari tidak berjihad bersamanya jauh lebih besar dari kerusakan yang timbul dari berjihad bersamanya."( http://www.islamtoday.net/islamion/f05.html). <br /><br />Kedua: Dharurah diniyyah wa hajah insaniyyah. Kita kenal, Islam merupakan ajaran yang paling sempurna dan cocok untuk semua tempat dan waktu. Semua lini kehidupan telah digariskan oleh Allah Swt dalam Al Quran dan Sunnah, melalui rasulullah Saw.. Dari Muadz bin Jabal RA berkata : “aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Ketahuilah sesungguhnya roda Islam akan terus berputar, maka berputarlah kalian bersama Al-Qur’an kemana Ia berputar” (lihat Al-Mu’jam al-Kabir Litthabrany bab 4 juz 14 hal 499)<br />Namun, agama yang sampai kepada kita ini, tidaklah dengan mudah bisa kita nikmati. Ia diperjuangkan oleh tangan-tangan para rijal yang tidak kenal kata pesimis, apatis dan kecewa dengan tantangan yang melanda. Syi'ar mereka adalah berbuat dan berkontribusi untuk kebaikan. Bukan meruntuhkan dan membinasakan. <br /><br />Sepanjang zaman, kompetisi antara barisan al haq dan al bathil akan selalu ada. Siang malam konspirasi demi konspirasi selalu disebarkan oleh musuh-musuh kita. Baik melalui pemikiran, maupun tayangan. Maka keberlangsungan sebuah momentum yang bernama PEMILU ini -di negara kita-, akan banyak menentukan kebijakan-kebijakan yang bersentuhan dengan masa depan agama kita. Masa depan pemimpin kita, masa depan pendidikan kita dan anak cucu kita, masa depan pertanian kita, masa depan pemuda kita, masa depan bangsa ini. Karena sistem itu tidak akan berubah dengan sikap apatis kita. Sistem tersebut tidak akan berubah di 9 April nanti dengan seruan Golput yang dihembuskan, tidak akan berubah dengan negatif thinking kita dalam menatap hari esok. Jumlah anggota dewan pun tidak akan bertambah dan berkurang dengan ketidak ikut sertaan kita. Apakah kita rela ketika negeri yang didominasi oleh kaum muslimin terbesar dunia ini dipimpin oleh orang-orang yang jauh dari nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kejujuran? <br /><br />Kalau kita mau objektif, manfaat yang kita inginkan dari keberadaan saudara kita yang jujur di lembaga-lembaga kenegaraan adalah mampu menyuarakan kebenaran di sana dengan meminimalisir keputusan-keputusan yang bertentangan dengan syariat Islam dan memperbesar peluang diberlakukannya keputusan yang lebih memudahkan dakwah Islam untuk semakin kuat dan tersebar. Syaikh Abdurrahman As-Sa'di dalam tafsirnya berkata: <br />"Allah swt membela orang-orang yang beriman dengan berbagai cara, ada yang mereka ketahui dan ada pula yang tidak mereka ketahui. Diantaranya adalah faktor kabilah (kesamaan suku antara da'i dengan ummat) seperti yang dialami oleh Nabi Syuaib as. Ikatan-ikatan yang dapat membantu membela Islam dan kaum muslimin seperti ini boleh diusahakan bahkan dalam keadaan tertentu menjadi wajib diwujudkan, karena ishlah (perbaikan) itu wajib dilakukan sesuai kemampuan dan kemungkinan. Oleh karena itu upaya ummat Islam yang berada di Negara atau wilayah kafir kemudian berusaha mengubah keadaan negara itu menjadi republik yang demokratis sehingga masyarakat bisa menikmati kebebasan beragama dan hak-hak sipilnya, semua usaha itu adalah lebih baik daripada berdiam diri menyerahkan pengambilan keputusan ini kepada orang kafir semuanya. Memang jika semua urusan berada di tangan ummat Islam itu adalah semestinya, namun jika tidak bisa, maka yang bisa kita lakukan harus kita lakukan untuk melindungi agama dan dunia." <br /><br /><br /> Menyongsong Kemenangan Partai Islam di Era Demokrasi<br />Genderang 9 April akan segera ditabuh. Jumlah orang-orang yang bermental anti korupsi terpampang jelas di depan mata kita. Pemimpin-pemimpin muda yang siap terjun membenahi umat dan memajukan ketertinggalan masih banyak di perut pertiwi yang bernama Indonesia. Nurani kita pasti menyadari, siapa yang layak dan berhak untuk mengusung idealisme dan impian masa depan negeri ini. 5 tahun sudah berlalu sejak 2004. bukti-bukti kongkrit sudah kita lihat dan saksikan. Mana di antara Partai yang mampu memimpin negeri yang sangat luas ini.<br /><br />Negeri yang kaya dengan sumber alam. Menurut data terakhir penulis baca, Negara kita dalam daya saing tingkat dunia adalah penghasil timah nomor satu, batu bara nomor 3 (tiga). Tembaga nomor 4 (empat), nikel urutan ke 5 (lima), penghasil emas ke 7 (tujuh), penghasil 80% minyak di Asia Tenggara, penghasil 35% gas alam cair di dunia, salah satu Negara terkaya dalam luas hutan dan keaneka ragaman hayati. 515 jenis mamalia hanya hidup di Negeri kita. Urutan ke 2 (dua) kalah tipis oleh brazil. 397 jenis burung hanya didapatkan di Indonesia. Memiliki 140 jenis ikan air tawar, hanya dapat disaingi oleh Brazil. Di Bumi Pertiwi ada 97 jenis ikan karangyang hanya hidup di laut Indonesia. 477 palemterbanyak di dunia. Pulau kita terbanyak. Jumlahnya saja masih simpang siur hingga sekarang. Menurut data terakhir ada 17.504 pulang di Negeri kita. Yang sudah diberi nama 7.870. (lihat Kompas 13 November 2004).<br /><br />Sudahkah kekayaan itu kita nikmati? Ke mana hasil alam negeri ini disulap oleh orang-orang yang tidak jujur itu? Di sana masih banyak fakir miskin yang membutuhakan sesuap nasi untuk menjanggal rasa lapar di petang dan pagi hari. Masih banyak nyawa-nyawa terlantar membutuhkan dana pengobatan. Masih banyak yang belum bisa tulis baca. Pengangguran menjamur di sepelosok negeri. Korupsi menjalar hingga ke akar-akar birokrasi. Bangkitlah, wahai putra-putri terbaik negeri. Di jagat pertiwi masih banyak pemimpin-pemimpin muda yang siang malam siap untuk berbakti. Karena mereka adalah kader bangsa yang terbina dan terlatih untuk selalu peduli. Harapan itu masih ada. Maka satu suara anda, bisa menentukan masa depan Indonesia. Wallahu a'lam.Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-9994712050702993212008-10-20T04:03:00.001-07:002008-10-20T04:03:48.253-07:00Agar Kita Diabadikan SejarahAgar Kita Diabadikan Sejarah<br /><br />Suatu hari, tiga ulama besar mengadakan sebuah perjalanan. Beliau adalah; Imam Assyafi'i, Yahya bin Ma'în dan Ahmad bin Hanbal rahimahumullah. Tatkala malam tiba, setiap mereka mengambil tempat yang berbeda. Saat itu, masing-masing belum mengetahui apa yang akan dilakukan oleh ketiga imam besar yang saling bersahabat ini. <br /><br />Tatkala matahari menyingsing keesokan harinya. Imam Syafi'i mengatkan kepada Yahya bin Ma'în dan Ahmad bin Hanbal. "Tadi malam saya berhasil menyelesaikan lebih dari enam puluh permasalahan dalam fiqih". Imam Yahya bin Ma'în al-muhaddits seraya berucap "Dengan taufiq dari Allah, saya berhasil membuang lebih dari enam puluh orang para perawi yang dha'îf dan munkar dalam hadits rasulullah saw". Mendengarkan dua amalan besar yang telah diselesaikan oleh dua ulama besar juga. Imam Ahmad rahimahullah seraya mengatakan "Alhamdulillah, tadi malam saya berhasil menamatkan Al-Quran dalam beberapa rakaat saja ketika shalatku".<br /><br />Subhanallah! Hanya dalam kurun beberapa jam saja dari bagian malam yang mereka lalui, tiga ulama besar ini berhasil melahirkan karya besar. Maka tidak salah di penghujung hidup mereka, banyak karya besar yang mereka wariskan untuk generasi berikutnya. Sehingga tiga imam di atas, menjadi bagian dari sejarah para Rijâl yang diabadikan dalam sejarah orangorang-besar juga.<br /><br />Saudaraku, sebuah petanyaan yang mungkin sering kita dengarkan. "Mengapa para ulama kita dulu mampu melahirkan karya besar, padahal zaman mereka tidak semaju kita sekarang? <br /><br />Setelah pertanyaan di atas penulis renungkan dan diskusikan bersama kawan-kawan. Alhamdulillah, kami menemukan jawabannya dalam sebuah buku yang berjudul "Risalah Ila Syabâb". Di mana penulis buku ini mengatakan "Apa pun ideologi dan cita-cita yang tengah kita usung dan perjuangkan, hanya akan bisa dicapai apa bila dikuatkan oleh tiga faktor besar. Yaitu; Keimanan yang kuat, semangat yang membaja, dan keikhlasan yang suci dalam mencapainya".<br /><br />Kalau kita teliti lebih jauh dari sejarah tokoh-tokoh besar umat ini. Maka tiga kata kunci di atas sangat sesuai sekali. Contoh, mengapa Abu Bakar r.a., setelah beberapa hari memeluk agama Islam, berhasil mengajak enam di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk sorga untuk menerima dakwah Rasulullah saw.? Hanya karena iman seorang Abu Bakar r.a. yang begitu kuat. Sebagaimana dalam sebuah hadis dikatakan, "Kalaulah ditimbang iman Abu Bakar dengan iman semua manusia (selain rasulullah), maka iman Abu Bakar lebih berat". Di samping itu, Abu Bakar adalah sosok sahabat yang tidak kita ragukan lagi dalam menjalani perjuangan dakwah bersama rasulullah dengan penuh semangat dan ikhlas. Ini tergambar ketika rasulullah saw. menanyakan banyak sahabat "Siapa diantara kalian hari ini berpuasa, mengunjungi orang sakit, mengikuti jenazah, dan berinfak? Hanya Abu Bakarlah yang mengatakan, "Saya ya rasulah". Keikhlasan Abu Bakar semakin jelas kita lihat ketika rasulullah mengatakan dalam hadis beliau "Diantara kalian saat kiamat datang, ada yang diseru oleh surga dari pintu shalat, ada yang dari pintu jihad, dan seterusnya. Kemudian Abu Bakar bertanya, apakah ada diantara kami ya rasulullah, yang diseur dari semua pintu? Rasulullah saw. menjawab 'Engkaulah orangnya wahai Abu Bakar'". <br /><br />Saudaraku, kisah di atas menerangkan kepada kita. Betapa mahalnya waktu dalam kehidupan orang-orang besar sekaliber Abu Abu Bakar, Imam Syafi'i, Ahmad bin Hanbal dan seterusnya. Sejenak kita merenungkan hari-hari yang telah berlalu dalam hidup kita. Semuanya tidak akan kembali lagi. Ketika hari-hari tersebut berlalu, berarti sudah berkurang pula episode kita dalam kehidupan yang sesaat ini. Maka tiada kata terlambat bagi kita, untuk kembali menata diri demi meraih kesuksesan di masa depan. Mari bersama kita sejenak menata langkah. Membenahi cita-cita. Demi tercapainya cinta Allah. Agar kita menjadi hambaNya yang berjuang demi mencari redhaNya. Agar kita dikenang dalam sejarah. Yaitu sejarah mereka yang berhasil melahirkan karya-karya besar untuk umat ini. Wallahu a'lam.Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-36506927127526811212008-08-21T19:03:00.000-07:002008-08-21T19:04:20.303-07:00SYUBHAT KRITIKSyubhat Kritik<br /><br />"Kritik hanya akan efektif memperbaiki seseorang atau suatu keadaan apabila anasir<br />anasirnya terpenuhi. Pertama, ada niat yang benar dari orang yang mengeritik bahwa ia<br />melakukan itu semata-mata sebagai pelaksanaan dari kewajiban munashahah sesama muslim, dan untuk itu ia mengharapkan pahala dengan melaksanakan kewajiban itu. Kedua, memang ada kesalahan objektif yang harus dikritik, baik kesalahan personal maupun kesalahan kebijakan. Ketiga, kritik itu disampaikan dengan cara yang benar dan tepat sesuai dengan adab-adab munashahah dalam Islam".<br /><br />Kita akan mendapat begitu banyak keuntungan dengan menumbuhkan sikap kritis secara merata sebagai sebuah kultur dalam kehidupan berorganisasi. Tidak terkecuali organisasi dakwah. Asasnya adalah bahwa manusia secara individual menyimpan kelemahan bawaan, dan karenanya ia secara terus menerus membutuhkan kontrol, pengendalian dan perbaikan berkesinambungan.<br /><br />Jamaah dakwah juga memerlukan kontrol, pengendalian dan perbaikan berkesinambungan atas dirinya sendiri. Karena ia juga komunitas manusia, bukan komunitas malaikat, dan karenanya kelemahan-kelemahan bawaan yang ada pada manusia juga ada pada jamaah dakwah. Proses pembelajaran kita, sebagai manusia, sebagiannya terjadi melalui interaksi dalam masyarakat; dimana terjadi penerimaan dan penolakan, pujian dan kritik, aksi dan reaksi; dimana ada kontras antara suka dan tidak suka, cinta dan benci, sedih dan gembira, marah dan damai, kecewa dan bahagia. Dalam pergesekan itu manusia mengalami perubahan-perubahan internal dalam pikiran, perasaan dan perilakunya.<br /><br />Itulah sebabnya mengapa sikap kritis dan kultur introspeksi menjadi instrumen penting dalam proses penyempurnaan kehidupan organisasi atau kehidupan berjamaah. Itulah sebabnya mengapa Umar bin Khattab mengucapkan terima kasih kepada siapa pun. yang menghadiahkan "aibnya" kepadanya. Karena itu merupakan proses penyempurnaan diri, dan orang yang sempurna, kata seorang penyair Arab, Al-Mutanabbi, adalah orang yang "aibnya dapat dihitung."<br /><br />Akan tetapi juga tidak sedikit syubhat yang melekat dalam proses implementasi sikap kritis tersebut, terutama dalam situasi dimana sikap kritis bertemu dengan suasana keterbukaan dan kebebasaan menyampaikan pendapat. Akibatnya adalah bahwa keuntungan yang semestinya kita peroleh dari sikap kritis tersebut berubah menjadi masalah baru.<br /><br />Pertama, apabila sikap kritis itu bersumber dari kebencian, bukan dari semangat saling memperbaiki. Kebencian selalu membuat orang jadi kritis, bahkan sangat kritis, terhadap orang yang dibencinya. Sebaliknya, cinta membuat orang jadi longgar dan mudah memaafkan orang yang dicintainya. Benci dan cinta selalu menyulitkan orang "menilai" dan "menyikapi" seseorang atau suatu masalah secara objektif dan fair.<br /><br />Itulah sebabnya Rasulullah saw selalu berdoa agar diberikan kemampuan bersikap adil ketika sedang suka dan ketika sedang benci. Sikap kritis yang lahir dari kebencian hanya akan mendapatkan sambutan kebencian yang sama, atau penolakan, atau reaksi yang dingin, dan hanya orang mempunyai kelapangan dada yang "tidak terbatas" yang dapat menerima kritik dari kebencian itu.<br /><br /> <br /><br />Kedua, apabila sikap kritis itu lahir dari keinginan untuk berbeda dengan orang lain dan dijadikan sarana untuk memperjelas identitas diri sendiri. Itulah ungkapan yang sangat terkenal dalam pepatah Arab: "Berbedalah, supaya kamu dikenal." Menjadi kritis adalah sebuah citra yang baik, dan banyak orang membangun citra dirinya atau bahkan popularitasnya dari sikap seperti itu. Mereka mungkin menggunakan kesalahan orang lain sebagai jembatan untuk memperbaiki citra dirinya. Walaupun kenyataan ini lebih banyak terjadi dalam dunia politik, tapi ia juga bisa terjadi dalam dunia dakwah. Disamping itu merupakan niat yang salah, cara seperti itu juga sebenarnya hanyalah memberi beban utang yang harus dibayar; bahwa kritik anda harus bisa anda buktikan.<br /><br /> <br /><br />Ketiga, apabila sikap kritis itu dijadikan cara untuk mendapatkan "image" sebagai seorang pemberani; bahwa dirinya tidak takut pada siapa-siapa, termasuk pada atasan, bahwa dirinya berani menanggung resiko dari sikap kritisnya, apapun resiko itu. Citra sebagai pemberani tentu saja menggoda banyak orang, tapi dengan begitu kita sebenarnya tidak melakukan perbaikan apaapa, dan hanya akan memancing munculnya sikap defensif dari orang yang dikritik dengan niat seperti itu.<br /><br /> <br /><br />Keempat, apabila sikap kritis itu dijadikan kedok untuk merusak nama baik orang lain atau membuka aib sesama. Misalnya mengeritik seseorang di depan umum. Mengritik seseorang di depan umum secara umum tidak dianjurkan dalam Islam. Bahkan ketika Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk memberi peringatan kepada Fir’aun, Allah justru menyuruhnya berkata yang lembut. Imam Syafii juga mengatakan bahwa seandainya ada orang yang mengeritiknya di depan maka beliau tidak akan menerima kritik itu. Kritik dengan niat seperti ini tidak akan efektif memperbaiki orang yang dikritik, bahkan hanya akan merusak hubungan persaudaraan.<br /><br /> <br /><br />Kelima, apabila sikap kritis itu berkembang menjadi ghibah. Misalnya ketika seseorang mengeritik orang secara tidak langsung, tapi mengeritiknya dengan cara membuka kesalahan atau aib seseorang kepada orang lain yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan orang yang dikritik tersebut. Cara seperti ini hanya akan memperbanyak jumlah majlis ghibah dimana kritik-kritik - yang boleh bermuatan kebenaran - tapi disampaikan tidak pada orang yang tepat. Sehingga orang-orang yang merasa kritis itu merasa tidak "terdengar" atau terabaikan. Mereka merasa sudah mengeritik, tapi tetap saja tidak ada yang berubah.<br /><br /> <br /><br />Tentu saja ghibah tidak akan mengantar kritik sampai ke alamatnya dengan cara yang tepat dan karenanya tidak akan efektif dalam memperbaiki seseorang atau suatu keadaan. Sebab sebagaimana Islam tidak menghalalkan ghibah, maka kebebasan, keterbukaan dan demokrasi juga tidak akan pernah menghalalkan ghibah<br /><br />Dengan demikian sebuah kritik hanya akan efektif memperbaiki seseorang atau suatu keadaan apabila anasir-anasirnya terpenuhi. Pertama, ada niat yang benar dari orang yang mengeritik bahwa ia melakukan itu semata-mata sebagai pelaksanaan dari kewajiban munashahah sesama muslim, dan untuk itu ia mengharapkan pahala dengan melaksanakan kewajiban itu. Kedua, memang ada kesalahan objektif yang harus dikritik, baik kesalahan personal maupun kesalahan kebijakan. Ketiga, kritik itu disampaikan dengan cara yang benar dan tepat sesuai dengan adab-adab munashahah dalam Islam.<br /><br />Semoga Allah swt memberikan kelapangan dada untuk mendengar dan menerima nasihat yang baik, dan memberikan kekuatan untuk menyampaikan nasihat dengan cara yang benar dan tepat. Wallahu’alamAbu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-72905409767399785582008-08-13T07:52:00.000-07:002008-08-13T07:53:29.112-07:00Membangun Sikap OptimisMembangun Sikap Optimis <br /><br />"SUDAHLAH! Jangan sok mantap, kita nggak akan berhasil!" Kata-kata seperti ini mungkin pernah kita dengar pada saat orang atau kelompok orang menyusun rencana dan target kerja.<br />Ada dua kemungkinan mengapa kata-kata ini keluar dari mulut seseorang. Pertama, rencana yang dibuat memang tak realistis. Kedua, ada orang yang selalu memandang berat setiap masalah. Alasan kedua inilah yang biasa disebut sebagai sikap pesimis.<br /><br />Sikap pesimis merupakan halangan utama bagi seseorang untuk menerima tantangan. Orang yang telah terjangkiti virus pesimis selalu merasa hidupnya penuh dengan kesulitan. Ia selalu berada dalam ketidakberdayaan menghadapi masa depan.<br />Penyakit pesimis dapat terbangun akibat proses pendidikan yang kurang baik: bisa dari masa kecil atau akibat peristiwa sesaat yang sangat menyakitkan. Penyebab pertama, biasanya akan lebih sulit diperbaiki, karena pesimisme telah menyatu dalam kepribadian orang tersebut. Mereka memiliki konsep diri yang kurang baik dan memiliki pandangan yang buram terhadap kehidupan dan masa depan nya. Sedang pesimisme yang terjangkit akibat pengalaman pahit, lebih mudah diatasi sejauh orang tersebut dapat menata kembali target dan langkah-langkahnya dalam mencapai target tersebut.<br />Berikut beberapa-hal yang dapat menumbuhkan perasaan pesimistis dalam diri seseorang:<br />1. Terlalu sering dibantu. Anak yang tumbuh dalam suasana sering dibantu seringkali tak dapat mengenali kemampuannya. Ia akan sering mengatakan, "Saya tak bisa." Ini terjadi karena anak tak dibiarkan menghadapi kesulitan sedikitpun. Ketika si anak mengeluh tentang sulitnya ‘PR’ dari sekolah, orang tua lantas mengambil alih PR tersebut. Ketika anak menghadapi masalah dengan mainannya, orang tua segera mengatasi masalah tersebut. Dalam jangka panjang, anak ini akan tumbuh sebagai orang yang merasa tak mampu menghadapi kesulitan. Ia akan selalu mengharapkan bantuan orang lain dalam mengatasi masalah-masalahnya. Manakala bantuan itu tak ia peroleh, ia pun merasa tak dapat berbuat apa apa.<br />2. Terlalu sering dilecehkan. Orang yang dalam masa pertumbuhannya seringkali dilecehkan akan menganggap dirinya menjadi orang terbodoh se-dunia. Keadaan ini tentu membuatnya memandang buram potret diri dan masa depannya. Ia juga akan merasa tak mampu mengatasi persoalannya sendiri.<br />3. Sikap negatif terhadap kegagalan. Kalau kita lihat dalam keseharian, ada orang yang merasa selalu ditimpa kegagalan. Pada kenyataanya, tak ada seorang pun di dunia ini yang selalu gagal dan tak pernah berhasil. Masalahnya adalah bagaimana ia menyikapi kegagalan. Ada orang yang merasa begitu hancur ketika ditimpa kegagalan. Kegagalan menjadi peristiwa yang amat besar dalam hidupnya, sebab keberhasilan tak pernah ia syukuri sedikitpun. Akibatnya, ia merasa sebagai pecundang, bodoh dan tak punya masa depan.<br />4. Dampak optimisme berlebihan. Optimisme berlebihan seringkali menyisakan pengalaman pahit dalam diri seseorang. Pengalaman ini membuat orang tak lagi bergairah membicarakan target-target yang telah gagal itu. Orang seperti ini menghadapi trauma untuk membicarakan hal tersebut. Keadaan seperti ini tentu akan menyulitkan bagi orang tersebut untuk bangkit dari kegagalan. Ia akan lebih tertarik untuk membicarakan dan memulai hal-hal baru daripada mengulang kembali pengalaman pahit tersebut.<br /> <br />Pesimisme, baik yang dialami oleh individu maupun kelompok, memang harus diatasi. Namun, dibutuhkan keteguhan dalam membatasi masalah kejiwaan yang satu ini, karena pesimisme terbangun dari pengalaman dan kita tak bisa mengubah hal-hal yang telah terjadi. Ada bebarapa hal yang mungkin dilakukan untuk membangun kembali optimisme kita:<br />1. Temukan hal-hal positif dari pengalaman masa lalu, sepahit apapun pengalaman itu. Dalam kegagalan, sekalipun masih ada keberhasilan-keberhasilan kecil yang terselip, cobalah temukan keberhasilan itu dan syukuri keberadaannya. Upaya ini paling tidak akan mengobati sebagian dari perasaan hancur yang kita derita. "Tapi bagaimanapun saya telah gagal" Buang jauh-jauh pikiran tersebut, karena pikiran tersebut tak akan membantu kita dalam meraih nikmat Allah berikutnya. Allah hanya akan menambahkan nikmatNya pada orang yang mau mensyukuri pemberianNya meskipun nikmat itu sedikit.<br />2. Tata kembali target yang ingin kita capai. Jangan terbiasa membuat target yang berlebihan. Kita memang harus optimis, tapi kita perlu juga mengukur kemampuan diri sendiri. Kita juga perlu menelaah lebih jeli cara apa yang mungkin kita lakukan untuk mencapai target tertentu. Cara Irak menghadapi agresor/penjajah AS mungkin dapat dijadikan contoh. Dari awal Irak tak mengatakan akan menang dalam pertempuran. Tapi mereka hanya mengatakan "AS akan menghadapi kesulitan jika berhadapan dengan tentara dan perlawanan rakyat Irak." Irak pun menghitung-hitung dalam medan mana ia dapat memberikan perlawanan yang sengit terhadap para agresor/penjajah tersebut. Mungkin Irak berusaha memenangkan pertempuran di medan opini dunia dan jalur diplomatik. Ini adalah satu contoh bagaimana sebaiknya menetapkan target dengan melihat kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki.<br />3. Pecah target besar menjadi target-target kecil yang dapat segera dilihat keberhasilannya. Seringkali ada manfaatnya untuk melihat keberhasilan-keberhasilan jangka pendek dari sebuah target jangka panjang. Hal ini akan semakin menumbuhkan semangat dan optimisme dalam diri kita. Tentu kita harus terus mensyukuri apa yang kita peroleh dari capaian target-target kecil tersebut. Jangan pernah terbetik dalam hati, "Ah baru segini, target kita masih jauh." Sikap ini sama sekali tak membangun rasa optimis.<br />4. Bertawakal kepada Allah. Menyadari adanya satu kekuatan yang dapat menolong kita di saat kita menghadapi rintangan merupakan modal dasar yang cukup ampuh dalam membangun optimisme. Bertawakal tentu harus dilakukan bersamaan dengan upaya kita memperbaiki target dan strategi pencapaiannya.<br />5. Langkah terakhir kita perlu merubah pandangan kita terhadap diri sendiri dan kegagalan. Kita perlu lebih sayang dan menghargai diri sendiri. Jangan kita terus menerus mengejek diri sendiri. "Aku ini orang bodoh, tak bisa apa apa." Ini bukanlah sikap merendah, tapi merupakan sikap ingkar terhadap kelebihan yang telah Allah karunikan kepada kita. Wallahu’alam.Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-30847305976192044772008-08-08T18:26:00.000-07:002008-08-08T18:36:51.714-07:00Merenungi Penyakit JiwaRasulullah SAW bersabda kepada menantunya, Ali r.a. , " Wahai ‘Ali, setiap sesuatu pasti ada penyakitnya.<br /><br />Penyakit bicara adalah bohong,<br />penyakit ilmu adalah lupa,<br />penyakit ibadah adalah riya’,<br />penyakit akhlaq mulia adalah kagum kepada diri sendiri,<br />penyakit berani adalah menyerang,<br />penyakit dermawan adalah mengungkap pemberian,<br />penyakit tampan adalah sombong,<br />penyakit bangsawan adalah membanggakan diri,<br />penyakit malu adalah lemah,<br />penyakit mulia adalah menyombongkan diri,<br />penyakit kaya adalah kikir,<br />penyakit royal adalah hidup mewah, dan<br />penyakit agama adalah nafsu yang diperturutkan…."<br /><br />Ketika berwasiat kepada ‘Ali bin Abi Thalib r.a. Rasulullah SAW bersabda, "Wahai ‘Ali, orang yang riya’ itu punya tiga ciri, yaitu : rajin beribadah ketika dilihat orang, malas ketika sendirian dan ingin mendapat pujian dalam segala perkara. "<br /><br />Wahai ‘Ali, jika engkau dipuji orang, maka berdo’alah, " Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik daripada yang dikatakannya, ampunilah dosa-dosaku yang tersembunyi darinya, dan janganlah kata-katanya mengakibatkan siksaan bagiku…"<br /><br />Ketika ditanya bagaimana cara mengobati hati yang sedang resah dan gundah gulana, Ibnu Mas’ud r.a berkata, " Dengarkanlah bacaan Al-Qur’an atau datanglah ke majelis-majelis dzikir atau pergilah ke tempat yang sunyi untuk berkhalwat dengan Allah SWT Jika belum terobati juga, maka mintalah kepada Allah SWT hati yang lain, karena sesungguhnya hati yang kamu pakai bukan lagi hatimu…"<br /><br />-hamba Allah-Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-69772447308380778042008-07-11T07:31:00.000-07:002008-07-13T15:52:26.876-07:00Tarbiyah DzatiyahTiada arti sebuah keberhasilan proses tarbiyah rasmiyah (pendidikan: formal) tanpa di barengi kemampuan seorang mutarabbi (anak didik) dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai nukhbah (kader) yang dinamis, sensitif dan bijak (hay, hassas, hakim). Cermatilah kecermelangan tarbiyah dzatiyah (pendidikan diri) tokoh-tokoh sejarah berikut.<br /><div class="fullpost"><br /><br />Keluarga Nabi Ibrahim, AS.<br />Ummu Ismail tak berhasil mencari jawaban dari Nabi Ibrahim kenapa sang suami tega meninggalkan mereka di lembah tak bertanaman, tanpa kerabat dan bekal, kecuali sekantung makanan dan minuman untuk hari itu. Maka ia mencoba mencari pertanyaan lain yang mencairkan segala yang beku, membukakan segala yang buntu, dan memudahkan segala yang mustahil, “Allah kah yang menyuruhmu meninggalkan kami disini?" tanya Ummu Ismail. “Ya,” jawab Ibrahim. "Bila demikian, pastilah Ia tak akan menyia-nyiakan kami”, sahut Ummu Ismail.<br />Pada kondisi paling kritis dan dilematis itu, ia berhasil mengambil keputusan terbaik. Padahal sangat manusiawi, bila ia meminta agar Allah melimpahkan bahan makanan. Tapi yang dilakukan justru berdoa agar keturunannya menegakkan shalat, agar sebagian umat manusia mencintai mereka, baru kemudian ia minta agar Allah memberikan mereka rezeki buah-buahan (QS. 14;37). Ia memang pemimpin visioner. <br />Atau betapa bijaknya Ismail alaihissalam ketika ayahnya mengungkapkan, “Aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu." Ismail menjawab, “Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan temukan daku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. 37:102)<br /><br />Berbeda sekali dengan jawaban Yam bin Nuh yang telah menyaksikan langit pecah menumpahkan air berderai-derai dan bumi membelah mengeluarkan banjir bandang, lalu menjadi paduan ombak yang menggunung. Ternyata, ia masih yakin dapat berlindung ke bukit dan enggan bergabung dengan bapaknya dalam bahtera penyelamat (Qs, 11: 42-44). Inilah tanda kegagalan tarbiyah dzatiyah dan dominasi pandangan khas materialisme, yang di kurun ini kian merebak.<br />Nabi Yusuf, AS.<br />Ditengah paksaan isteri pembesar Mesir yang mengajaknya berbuat mesum, Yusuf as menjawab, “Aku berlindung kepada Allah.” Dan ketika isteri pembesar Mesir memprovokasi suaminya untuk menjatuhkan hukuman berat atau memenjarakannya, Yusuf mengajukan pembelaan yang sangat tegas dan polos, "Dia yang merayu diriku." hal yang di belakang hari dijawabnya dengan kata-kata yang lebih dewasa dan elegan. <br />Ketika raja memintanya datang ke istana karena kecemerlangan menta’wil mimpi, Yusuf menyuruh sang utusan kembali untuk menanyakan kisah wanita-wanita yang mengiris-iris jari mereka sendiri saat Yusuf melintas. Maka ia tak perlu lagi mengatakan dia (isteri pembesar Mesir) yang merayuku, justru isteri pembesar Mesir yang semula main penjara dan siksa, kini mengaku bahwa ia yang merayu dan Yusuf menjaga diri.<br />Para Sahabat dan Tarbiyah Dzatiyah<br />Lembaran sejarah para sahabat juga memberikan bukti keberhasilan tarbiyah dzatiyah. Disaat banyak anak-anak bangsa menjadi kolaborator asing dan membenamkan negeri mereka ke kancah kehinaan, Ka’ab bin Malik menjadi contoh paling orisinal bagi kesetiaan, kesabaran, introspeksi diri dan kerendahan hati. Ia tidak tergiur oleh surat rayuan raja Ghassan yang menawarkan suaka politik, “Kudengar bosmu memboikotmu, padahal tak pernah engkau di (perlakukan) hina. Berangkatlah kepadaku, nanti aku santuni (muliakan) engkau.” (HR Bukhari, Muslim dll). Dengan cepat ia bakar surat itu, "inilah dia bala’ yang sebenarnya," katanya. <br />Atau Abu Rabi’, pembantu urusan harian Rasulullah saw. Melihat keseriusannya, Rasul menawarkan apa kiranya yang diinginkannya. As-aluka murafaqata-ka fil Jannah (Aku meminta untuk tetap dapat menemanimu didalam surga), pinta Abu Rabi. "Nah, bantulah aku untuk dapat menolongmu, dengan banyak bersujud,” jawab Rasulullah saw. Ia menuntut sesuatu yang jauh diatas nilai-nilai bumi dan sang guru menyiratkan jalan sejati menuju kebahagiaan sejati, suatu ungkapan bernuansa tarbiyah dzatiyah.<br />Kegagalan Tarbiyah Dzatiyah<br />Beberapa episode perjalanan Bani Israel bersama Nabi Musa mengajarkan kita betapa pentingnya tarbiyah dzatiyah. Mereka tahu kedatangan Nabi Musa untuk misi penyeiamatan. Apapun yang mereka alami, kemenangan adalah kepastian. Namun, mereka gagal (Qs. 7:128-129). <br />Tenggelamnya Fir’aun di laut dan selamatnya Bani Israel dari Fir’aun, tak menyisakan setitikpun keraguan untuk memasuki Bumi Suci yang dijanjikan (QS 5:20). Namun, peristiwa itu seperti terjadi tanpa kuasa Allah. Mereka lebih memandang tubuh besar bangsa Amalek (raksasa) yang menduduki Kota Suci daripada janji kemenangan dari Allah, Berita tenggelamnya Fir’aun yang perkasa adalah kegemparan besar yang mampu membuat siapapun lari tunggang-langgang menghadapi pengikut Nabi Musa. Namun, mereka justru menyampaikan ungkapan dekil yang khas, agar Musa dan Allah berperang disana, baru sesudah itu mereka masuk.<br />Karenanya, mereka dikutuk. Berputar-putar di padang Tih, 40 tahun tak dapat memasuki kota suci yang dijanjikan. Allah masih memberikan mereka perlindungan berupa awan yang menaungi mereka dari sengatan terik matahari dan makanan instan Manna dan Salwa. Namun, baru beberapa saat mereka sudah protes, “Hai Musa, kami tak bakal sabar menerima satu jenis makanan. Karenanya berdo’alah untuk kami kepada tuhanmu, agar Ia mengeluarkan untuk kami tumbuhan bumi. (Qs. Al-Baqarah: 61). Perhatikan, bahasa apa yang mereka gunakan dihadapan nabi?. <br />Dimana Kita?<br />Kita adalah satu di antara dua profil berikut. Alkisah, dua pasang belia membangun rumah tangga. Lepas walimah, sang suami pun harus berangkat lagi membina kader-kader da’wah, kerja yang biasa dilakukan sampai larut malam. Malam panjang tanpa suami pun menderanya, membungkusnya dalam selimut sunyi lalu melemparnya dalam nyala bara yang menghanguskan keindahan hari-hari madu mereka. Perangpun mulai berkecamuk, zauji au da’wati? (Isteriku atau da’wahku?).<br />Dengan mantap sang da’i merangkum kata menang, “Adindaku, kita bertemu di jalan da’wah. Allah melimpahkan kebahagiaan kepada kita dengan membimbing langkah kita ke da’wah yang diberkahi-Nya. Haruskah kita meninggalkannya, sesudah kekuatan kita bersatu dan bertambah untuk lebih melipatgandakan kontribusi kita bagi da’wah? Jangan kita langgar janji kita kepada-Nya, sehingga keturunan kita kelak akan tercerai-beraikan oleh khianat kita.” <br />Tahun-tahun da’wah silih berganti. Ketika bayang-bayang kejenuhan dan kepenatan melintas, isteri tercintalah yang tak bosan-boson mengobarkan semangat da’wah dan pantang menyerah. Sampai anak-anak mereka tak punya fikiran menyuruh tamu-tamu menelpon di lain waktu karena ayahnya sedang istirahat. Mereka berlomba membangunkannya. Ia jadi yakin, da’wahlah yang membangunkannya bukan anak-anak yang berkolaborasi dengan tamu dan penelpon yang tak tahu etika itu.<br />Profil yang satu lagi menghadapi hal yang sama, "isteriku atau dakwah?” Satu jurus saja ia jatuh. Ketika dievaluasi, ia menangis dan bertekad, hujan, guntur dan badai tak boleh lagi menghalanginya dari tugas da’wah. Dan saat ia telah bersiap melaksanakan tekad dan ikrarnya, tiba-tiba terdengar suara sang mertua. “Mertuaku atau da’wahku? Sekali lagi ia tersungkur. <br />Tahun-tahun lewat berbilang, kedua profil ini bertemu, yang satu dengan produk da’wah yang penuh berkah yang lain dengan kemurungan, dunia yang membelenggu dan urusan keluarga yang tak kunjung selesai.<br /> <br />–KH. Rahmat Abdullah–<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-35350136115267990012008-07-07T22:53:00.001-07:002008-07-13T15:55:12.278-07:00Obama, McCain Tak Perdulikan Hak Pilih MuslimSINAI Oline: Empat bulan lagi, pentas demokrasi Amerika akan digelar. Angin persaingan kedua partai— Demokrat dan Republik—mulai terasa. Namun sayang kedua capres cenderung skeptis pada hak suara/pilih umat islam dan orang Arab yang berada di Amerika. Sikap ini kontan, menuai aksi protes dari umat Muslim disana.<br /><div class="fullpost"><br /><br />"Obama dan McCain mereka tidak pernah berbicara tentang Muslim dan Arab Amerika," tukas Jana Musleh, 18, pada surat kabar Detroit, Kamis 5 Juli.<br /><br />"Kami akan terus didiskriminasi lagi setiap hari. "Mereka tidak pernah membicarakan tentang kemaslahatan kami, umat Muslim dan Arab Amerika" tambah Musleh, yang berusaha memperjuangkan suara umat Muslim disana.<br /><br />Sebagian besar umat Muslim memprotes kepada kedua Capres, mereka menkalaim bahwa kedua capres malu untuk megadakan pertemuan dengan imam-imam umat Muslim. Mereka sangat kontras sekali dengan capres pada tahun 2000 dan 2004.<br /><br />Tidak seorangpun dari kedua capres yang mengunjungi mesjid, namun mereka lebih aktif mungunjungi gereja dan sinagong. Umat Muslim seakan di anak tirikan.<br /><br />"Saya merasa, saya kelihangan perjuangan," ungkap Eftikar Saleh, salah seorang guru di Star Internasion Academy di Dearborn Heights. "Mereka sangat takut sekali berbicara tentang Islam karena meraka tidak tahu harus bicara apa dengan Islam.<br />"Dan mereka juga tidak tahu bagaimana anggapan publik, seandainya mereka berbicara tentang Islam, karena mayoritas penduduk Amerika menganggap bahwa Islam adalah agama yang berbahaya, jadinya mereka tidak mau mendekati Islam," tambah, Eftikar Saleh.<br /><br />Adapun penduduk Muslim di Amerika berkisar antara 6 sampai 7 Juta, dan menyebar hampir diseluruh daerah di Amerika.<br /><br />Keluar Batas<br /><br />Aksi protes umat Islam, juga tidak terlepas dari kegeraman mereka dari kemudi gedung putih kepada kedua capres, yang telah melarang capres untuk tidak mebangun link kepada kaum minoritas khususnya Islam.<br /><br />"Salah satu aspek yang menyumbang untuk menjadikan permasalahan luar biasa adalah perdebatan negatif yang malang yang menguasai perlombaan pencalonan Parti Demokrasi," tutur Imad Hamad, direktur lembaga American Arab Anti-Discrimination.<br /><br />Sayangnya, yang menentang Senator Obama mencoba memakai atas nama bangsa Obama, yaitu kulit hitam, dan mencoba berpropaganda bahwa dia mempunyai nama Arab dan kepercayaan Muslim. Sampai hari ini, mereka pakai ini sebagai topeng.<br /><br />Obama, yang menggambarkan sendiri dengan bangga bahwa dia adalah seorang pengikut Trinity United Church of Christ, sudah blak-blakan dalam menyangkal dirinya sebagai seorang Muslim.<br /><br />Bapak Obama adalah mantan Senator di Illinois anak lelaki Muslim-membalik-keateisan Kenya, ibunya orang kulit putih Amerika yang tidak menjalankan agama.<br /><br />Obama lahir di Hawaii, dia besar di Indonesia pada umur 6 sampai 10 tahun dengan ibunya dan dengan bapak tiri Muslim.<br /><br />"Keislaman Obama, selalu menjadi bisikan-bisikan panjang ketika ia berkampanye." kata Michael Fauntroy, seorang pengarang dan profesor kebijakan umum di George Mason University<br /><br />Namun bisikan-bisikan akan keilaman selalu di mentahkannya ketika berkampanye, dan dia memandang tidak terlalu mepermasalahkan hal ini.<br /><br />"Sementara McCain, beliau sangat dekat sekali dengan Presiden Amerika sekarang—George W.Bush—semata-mata hanya ingin mendapatkan restu dan dukungan penuh darinya." tukas Fauntroy.<br /><br />McCain Membenci umat Muslim Amerika dengan dalih menolak teroris dan kejahatan, yang selama ini disematkan kepada "Islam".<br /><br />Kedua Capres akan sama-sama bersaing untuk meraih suara pada pemilu bulan Nopember mendatang atas nama semua golongan di Amerika, namun kenapa golongan umat Islam diabaikan oleh mereka?<br /><br />Ahad, 06 Juli 08 - oleh : Muhammad Jalil<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-59514252199111640522008-07-05T14:23:00.002-07:002008-07-13T15:56:55.711-07:00Bahaya Menyia-nyiakan Shalatoleh :Ari2abdillah <br /><br />“Maka, datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelak) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui sesesatan. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh.” (Maryam: 59-60).<br />Ibnu Abbas berkata, “Makna menyia-yiakan salat salat bukanlah meninggalkannya sama sekali, tetapi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya.”<br /><br />Imam para tabi’in, Sa’id bin Musayyib berkata, “Maksudnya adalah orang itu tidak mengerjakan salat duhur sehingga datang waktu asar; tidak mengerjakan asar sehingga datang magrib; tidak salat magrib sampai datang isya; tidak salat isya sampai fajar menjelang; tidak salat subuh sampai matahari terbit. Barang siapa mati dalam keadaan terus-menerus melakukan hal ini dan tidak bertobat, Allah menjanjikan baginya Ghayy, yaitu lembah di neraka Jahanam yang sangat dalam dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya.”<br /><div class="fullpost"><br /><br />“Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lupa akan salatnya.” Al-Maa’uun: 4-5). Orang-orang lupa adalah orang-orang yang lalai dan meremehkan salat.<br />Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang orang-orang yang lupa akan salatnya. Beliau menjawab, yaitu mengakhirkan waktunya.”<br />Mereka disebut orang-orang yang salat. Namun, ketika mereka meremehkan dan mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya, mereka diancam dengan Wail, azab yang berat. Ada juga yang mengatakan bahwa Wail adalah sebuah lembah di neraka Jahanam, jika gunung-gunung yang ada dimasukkan ke sana niscaya akan meleleh semuanya karena sangat panasnya. Itulah tempat bagi orang-orang yang meremehkan salat dan mengakhirkannya dari waktunya. Kecuali, orang-orang yang bertobat kepada Allah Taala dan menyesal atas kelalaiannya.<br />“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9).<br />Para mufasir menjelaskan, “Maksud mengingat Allah dalam ayat ini adalah salat lima waktu. Maka, barang siapa disibukkan oleh harta perniagaannya, kehidupan dunianya, sawah ladangnya, dan anak-anaknya dari mengerjakan salat pada waktunya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi.”<br />Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Amal yang pertama kali dihisab padahari kiamat dari seorang hamba adalah salatnya. Jika salatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia, sebaliknya, jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia.” (HR Tirmizi dan yang lain dari Abu Hurairah. Ia berkata, “Hasan Gharib.”)<br />“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada yang berhak diibadahi selain Allah) dan mengerjakan salat serta membayar zakat. Jika mereka telah memenuhinya, maka darah dan hartanya aku lindungi kecuali dengan haknya. Adapun hisabnya maka itu kepada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).<br />Dan, “Barang siapa menjaganya maka ia akan memiliki cahaya, bukti, dan keselamatan pada hari kiamat nanti. Sedang yang tidak menjaganya, maka tidak akan memiliki cahaya, bukti, dan keselamatan pada hari itu. Pada hari itu ia akan dikumpulkan bersama Firaun, Qarun, Haman, dan ubay bin Khalaf.” (HR Ahmad).<br />Sebagian ulama berkata, “Hanyasanya orang yang meninggalkan salat dikumpulkan dengan empat orang itu karena ia telah menyibukkan diri dengan harta, kekuasaan, pangkat/jabatan, dan perniagaannya dari salat. Jika ia disibukkan dengan hartanya, ia akan dikumpulkan bersama Qarun. Jika ia disibukkan dengan kekuasaannya, ia akan dikumpulkan dengan Firaun. Jika ia disibukkan dengan pangkat/jabatan, ia akan dikumpulkan bersama Haman. Dan, jika ia disibukkan dengan perniagaannya akan dikumpulkan bersama Ubay bin Khalaf, seorang pedagang yang kafir di Mekah saat itu.”<br />Mu’adz bin Jabal meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa meninggalkan salat wajib dengan sengaja, telah lepas darinya jaminan dari Allah Azza wa Jalla.” (HR Ahmad).<br />Umar bin Khattab berkata, “Sesungguhnya tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan salat.” Umar bin Khattab meriwayatkan, telah datang seseorang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, amal dalam Islam apakah yang paling dicintai oleh Allah Taala?” Beliau menjawab, “Salat pada waktunya. Barang siapa meninggalkannya, sungguh ia tidak lagi memiliki agama lagi, dan salat itu tiangnya agama.”<br />Kala Umar terluka karena tusukan, seseorang mengatakan, “Anda tetap ingin mengerjakan salat, wahai Amirul Mukminin?” “Ya, dan sungguh tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan salat,” jawabnya. Lalu, ia pun mengerjakan salat, meski dari lukanya mengalir darah yang cukup banyak.<br />Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyia-nyiakan salat, Dia tidak akan mempedulikan sautu kebaikan pun darinya.”<br />Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada dosa yang lebih besar sesudah syirik, selain mengakhirkan salat dari waktunya dan membunuh seorang mukmin bukan dengan haknya.”<br />Aun bin Abdullah berkata, “Apabila seorang hamba dimasukkan ke dalam kuburnya, ia akan ditanya tentang salat sebagai sesuatu yang pertama kali ditanyakan. Jika baik barulah amal-amalnya yang lain dilihat. Sebaliknya, jika tidak, tidak ada satu amalan pun yang dilihat (dianggap tidak baik semuanya).”<br />Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang hamba mengerjakan salat di awal waktu, salat itu –ia memiliki cahaya– akan naik ke langit sehingga sampai ke Arsy, lalu memohonkan ampunan bagi orang yang telah mengerjakannya, begitu seterusnya sampai hari kiamat. Salat itu berkata, ‘Semoga Allah menjagamu sebagaimana kamu telah menjagaku.’ Dan, apabila seorang hamba mengerjakan salat bukan pada waktunya, salat itu–ia memiliki kegelapan–akan naik ke langit. Sesampainya di sana ia akan dilipat seperti dilipatnya kain yang usang, lalu dipukulkan ke wajah orang yang telah mengerjakannya. Salat itu berkata, ‘Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu telah menyia-nyiakanku’.”<br />Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga orang yang salatnya tidak diterima oleh Allah: seseorang yang memimpin suatu kaum padahal kaum itu membencinya; seseorang yang mengerjakan salat ketika telah lewat waktunya; dan seseorang yang memperbudak orang yang memerdekakan diri.” (HR Abu Dawud dari Abdullah bin Amru bin Ash).<br />Beliau saw. juga bersabda, Barang siapa menjamak dua salat tanpa ada uzur, sungguh ia telah memasuki pintu terbesar di antara pintu-pintu dosa besar.”<br />Dalam sebuah hadis yang lain disebutkan, “Sesungguhnya orang yang selalu menjaga salat wajib niscaya akan dikaruniai oleh Allah SWT dengan lima karamah:ditepis darinya kesempitan hidup, dijauhkan ia dari azab kubur, diterimakan kepadanya cacatan amalnya dengan tangan kanan, ia akan melewati shirath seperti kilat yang menyambar, dan akan masuk surga tanpa hisab.<br />Sebaliknya, orang yang menyia-nyiakannya niscaya akan dihukum oleh Allah dengan empat belas (14) hukuman: lima di dunia, tiga ketika mati, tiga di alam kubur, dan tiga lagi ketika keluar dari kubur.<br />Kelima hukuman di dunia adalah barakah dicabut dari hidupnya, tanda sebagai orang saleh dihapus dari wajahnya, semua amalan yang dikerjakannya tidak akan diberi pahala oleh Allah, doanya tidak akan diangkat ke langit, dan dia tidak akan mendapat bagian dari doanya orang-orang saleh.<br />Hukuman yang menimpanya ketika mati adalah dia akan mati dalam kehinaan, dalam kelaparan, dan dalam kehausan. Meskipun ia diberi minum air seluruh lautan dunia, semua itu tidak mampu menghilangkan dahaganya.<br />Hukuman yang menimpanya dikubur adalah kuburnya menyempit sehingga tulang-tulangnya remuk tak karuan, dinyalakan di sana api yang membara siang-malam, dan ia dihidangkan kepada seekor ular yang bernama As-Suja al-Aqra. Kedua bola matanya dari api, kuku-kukunya dari besi, dan panjang tiap kuku itu sejauh perjalanan satu hari. Ular itu terus-menerus melukai si mayit sambil berkata, ‘Akulah As-Suja al-Aqra!’ Seruannya bagaikan gemuruh halilintar, ‘Aku diperintah oleh Rabku untuk memukulmu atas kelakuanmu yang menunda-nunda salat subuh sampai terbit matahari, juga atas salat zuhur yang kau tunda-tunda sampai masuk waktu asar, juga atas asar yang kau tunda-tunda sampai magrib, juga atas magrib yang kau tunda-tunda sampai isya, dan atas isya yang kau tunda-tunda sampai subuh.’ Setiap kali ular itu memukulnya, ia terjerembab ke bumi selama 70 hasta.<br />Demikian keadaannya sampai datangnya hari kiamat nanti. Adapun hukuman yang menimpanya sekeluarnya dari kubur pada hari kiamat adalah hisab yang berat, kemurkaan Rab, dan masuk ke neraka.”<br />Dikisahkan, seseorang dari kalangan salaf turut menguburkan saudara perempuannya yang mati. Tanpa ia sadari sebuah kantong berisi harta yang ia bawa jatuh dan turut terkubur. Begitu pula dengan mereka yang hadir, tidak satu pun menyadarinya. Sepulang darinya, barula ia sadar. Maka, ia kembali ke makam dan ketika semua orang telah pulang ke tempat masing-masing ia bongkar kembali makam saudaranya itu. Dan ia pun terkejut begitu melihat api yang menyala-nyala dari dalam makam. Serta merta ia kembalikan tanah galian, dan pulang sambil bercucuran air mata. Mendapati ibunya, ia bertanya, “Duhai Ibunda, gerangan apakah yang telah dilakukan oleh saudara perempuanku?” “Mengapa kau menanyakan,anakku?” ibunya balik bertanya. Ia pun menjawab, “Bunda, sungguh aku melihat kuburnya dipenuhi kobaran api.” Lalu, ibunya menangis dan berkata, “Wahaianakku, dulu saudara perempuanmu terbiasa meremehkan dan mengakhirkan salat dari waktunya.”<br />Ini adalah keadaan mereka yang mengakhirkan salat dari waktunya. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak mengerjakannya?<br />Marilah kita memohon pertolongan kepada Allah agar kita selalu dapat menjaga salat pada waktunya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.<br />Sumber: Al-Kabaair, Syamsuddin Muhammad bin Utsman bin Qaimaz at-Turkmani al-Fariqi ad-Dimasyqi asy-Syafii<br />kafemuslimah.com<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-54143491938452153402008-07-05T14:23:00.001-07:002008-07-13T15:58:15.935-07:00Tekad yang MembajaOleh: Abu 'Ubaidah Al-Hasan, Lc<br /><br />Suatu ketika, Imam Ibnul Jauzi rahimahullah pernah memberi nasehat kepada putra beliau "Wahai anakku, ketahuilah bahwasanya setiap anak Adam telah diberikan oleh Allah SEMANGAT dan CITA-CITA. Namun, semangat tersebut terkadang keropos dan melemah… Wahai putraku, apapun CITA-CITA tinggi yang engkau impikan, tidak akan tercapai kecuali dengan KETAATAN kepada Allah. Dan semua kebaikan akan terhijab dari hidupmu oleh benang KEMAKSIATAN".<br /><div class="fullpost"><br /><br /><br />Begitulah seorang ayah yang bijak mendidik putranya. Demi membangkitkan sebuah TEKAD. Agar ia menjelma menjadi AMAL. Tidak hanya itu. Ibnul Jauzi menginginkan jauh ke depan. Mewariskan kepada kita sebuah 'ASA' yang selalu menggebu. Bagaimana membingkai semua TEKAD dan CITA-CITA dengan RUH. Ketaatan yang bulat. Melepaskan diri dari semua belenggu kemaksiatan. Karena dosalah yang ternyata telah menyebabkan pintu hati kita tertutup selama ini.. Tertutup dari kebaikan. Tertutup dari hidayah. Tertutup dari pintu rezki. Tertutup dari tercapainya impian. Tertutup dari cinta orang-orang yang mencintai Allah. Wal'iyadzubillah<br /><br />Hanya orang-orang yang memiliki TEKAD Membaja-lah yang akan mampu mengusung risalah perjuangan Islam ini. Mereka adalah generasi impian kejayaan Islam. Tidak kenal kamus menyerah. Ia hanya bersahabat dengan kata beramal dan berbuat. Keberadaannya dinanti oleh Negeri Pertiwi. Kepulangannya akan menghilangkan semua dahaga yang melanda. Problematika, krisis, dan dekadensi nilai mampu ia sulap menjadi SOLUSI dan Kebangkitan.<br /><br />Kehadiran mereka jauh-jauh ke Mesir ini bukan untuk disia-siakan. Karena mereka sadar. Kami datang untuk kembali. Mengabdi di kampung halaman. Membimbing umat ke arah cahaya. Membangun bangsa kepada tegaknya nilai-nilai keadilan. Berilmu dan bermartabat. Berwibawa dan bijaksana. Santun dan profesional. <br /><br />Kehadiran mereka laiknya seperti air. Di mana air, tidak hanya menggenangkan dirinya di dalam telaga yang dalam di puncak sebuah gunung. Tetapi ia turun ke kaki bukit. Menyuburkan tanaman dan sawah ladang manusia. Memberikan ketahanan hidup. Alirannya dinikmati oleh tumbuhan dan hewan terendah sekalipun. Tanpa membedakan; Apakah yang meminumnya BERIMAN atau TIDAK. Karena 'Air' sadar. Saya diciptakan hanya untuk pengabdian. Memberikan terbaik kepada ciptaan Yang Maha Segalanya. Atau Ibarat mercusuar yang menerangi arah kapal berlabuh ke tepian pantai. Lampunya berkilau terang. Memberi pertanda demi keselamatan awak dan penumpang kapal, dari sandungan batu karang yang sangat tajam. <br /><br />Begitu pulalah kita 'seharusnya'. Mau tidak mau 'Kita adalah orang yang sedang mendalami ilmu agama'. Pertanggungjawaban akan diminta. Di hadapan Yang Maha Kuasa. Lalai di negeri ini, akan melupakan jalan untuk kembali ke Tanah Kelahiran. Menyia-nyiakan waktu dan kesempatan di sini, akan membuat kita berkarat ditelan zaman, dimakan waktu. Orang-orang telah jauh lari ke depan membawa seribu prestasi, kita masih terlena dengan mimpi di pagi hari. Tanamkanlah sebuah 'ASA' di sanubari ini. Ibu, ayah, ananda akan kembali dengan sejuta PRESTASI. Ya Allah, bimbinglah kami. Agar amanah dalam menjalani hidup ini.<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-11268081964597878072008-07-05T14:23:00.000-07:002008-07-13T15:59:37.582-07:00Berdakwah dengan Bahasa HatiTerkadang kita terjebak pada keangkuhan intelektual kita dalam menyampaikan dakwah ini. Seolah-olah obyek dakwah yang kita dakwahi akan terpesona dan mengikuti dakwah ini berdasar ribuan argumentasi yg kita kemukakan. Padahal sejatinya dakwah ini adalah menyentuh hati, karena di hati inilah nanti hidayah Allah akan dicurahkan sehingga dia akan turut serta bersama lingkaran dakwah ini. Oleh sebab itu Allah me"ralat" do’a nabi Ibrahim dalam surat Al Baqarah yg mengedepankan tu’alimunal kitab dari pada tuzakkihim, Allah meluruskan dalam surat Al-Jumu’ah dengan terlebih dahulu mengedepankan Tuzakkihim baru tu’alimunal kitab. Dari sini kita bisa ambil hikmahnya betapa sentuhan hati itu lebih utama dari pada transfer pengetahuan, sebab kalo hati masih tertutup maka pengetahuan dan argumentasi sehebat apapun jadi nihil atau bahkan jadi bumerang yg membuat mereka semakin jauh. Alih-alih dia ingin dekat dengan kita malah dia semakin jauh karena sikap kita. <br /> <br /><div class="fullpost"><br /><br />Ikhwani fillah, kadang yang terlihat secara kasat mata, dia berseberangan secara pemikiran bahkan ideologi dengan kita, namun dengan mata hati kita bisa melihat betapa dekatnya kita dengan obyek dakwah kita. Tak ada bahasa apapun di dunia ini yang bisa mengalahkan bahasa kasih sayang dan cinta kasih. Hati mana yg tidak luluh oleh ketulusan cinta dan kasih sayang yg kita siramkan di hati obyek dakwah kita setiap hari. Meskipun awalnya dia begitu membenci dan memusuhi kita, tidak mustahil batu yg begitu keras akan lunak juga oleh tetesan air setiap hari. Mungkin masih segar di ingatan kita tentang sirah Rasul yg dengan bahasa kasihnya menyebabkan seorang kafir Quraisy yg tiap hari melempari kotoran ke tubuh beliau akhirnya masuk Islam, hanya karena rasulullah menjenguk dia tatkala sakit. Itulah bahasa kasih, yg tak perlu logika dan argumentasi, yg tak butuh ribuan dalil dan ratusan hujjah. Demikianlah kekuatan hati, kekuatan yg bisa menembus relung yg tak bisa dijangkau kekuatan manapun di dunia ini dengan izin Allah SWT. Asy-Syahid Sayyid Qutb telah menunjukkan bukti tentang kekuatan ini, sebelum beliau syahid di tiang gantungan, beliau sempatkan berdakwah lewat hati dengan sebuah senyuman pada sang Jagal. Yang akhirnya sang Jagal menerima dakwah ini hanya karena begitu sulit melupakan senyuman manis dari sang Syahid Sayyid Qutb. Senyuman yg berasal dari hati yg paling dalam yg berhulu pada mata air cinta kasih kepada sesama insan yang ditaburi oleh nur Ilahi sehingga akhirnya mampu bermuara pada hati yg kering dan tandus yg butuh air kasih dan hujan nur Ilahi. <br /> <br />Ikhwani fillah, masing-masing kita punya hati, yg dibekali Allah untuk menemukan hati-hati lain yang menunggu siraman kasih dan curahan cinta Ilahi dari hati kita. Maka marilah kita berikan hati kita untuk kita curahkan cinta kita, perhatian kita, kasih sayang kita pada mereka obyek dakwah kita, sehingga kita seperti gambaran Allah dalam surat Ibrahim ayat 14:<br />" …Seperti pohon yg akarnya menghujam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit, yang memberi buah bagi orang yg lewat disekitarnya, dan menyenangkan bagi orang yg memandang dan berteduh dibawahnya……" <br /><br />Wallahu’alam bisshowab<br />Hadhi MA <br />…………………………<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-37684566632553960762008-07-02T00:34:00.004-07:002008-07-03T09:00:05.177-07:00Perayaan Maulud Nabi Muhammad Saw..“Antara yang Membolehkan dan Melarang”<br />Oleh: Hendri Susanto, Lc <br /><br /> Prolog: Sunnatullah Perbedaan<br />Sepanjang sejarah, kita akan menemukan selalu beberapa permasalahan dalam konteks perbedaan sudut pandang dalam menyikapi seputar ruang lingkup –terbukanya–pintu berpendapat <ijtihad >. Terutama seputar masalah hukum yang ada di dalamnya ruang untuk saling mengemukakan dalil. Hal ini merupakan sebuah nilai positif bila kita lihat dengan penuh seksama. Karena melahirkan beragam ilmu dan kemudahan bagi umat. Tentunya selama norma-norma dalam perbedaan –yang tak dapat dipungkiri– tersebut dibingkai dalam nuansa penuh hikmah dan dewasa.<br /><div class="fullpost"><br /><br />Realita para ulama terdahulu kita telah mewarisi hal tersebut. Tidak heran bila kita lihat dalam bentangan kitab-kitab turats bila seorang murid tidak sependapat dengan gurunya. Cuma ada nilai besar yang ingin penulis tuangkan secara singkat saja dalam makalah sederhana ini. Yaitu: Senantiasa menjaga normatif yang menyebabkan kelanggengan hubungan secara harmonis dalam ruang lingkup Al-Mutaghayyirat. Bukan hal-hal yang tidak terbuka lagi tinjauan dan ruang berpendapat di dalamnya. Inilah yang disebut dengan Al-Tsawabit dalam agama kita.<br /><br />Menilik permasalahan yang tengah kita kaji. Yaitu: Tentang peringatan maulud Nabi Muhammad Saw.. Bagi penulis merupakan hal yang berada di luar pokok-pokok ajaran Islam yang tak bisa diotak-atik lagi. Di samping hal ini juga ada perbedaan Wijhatu Annazhar dari para ulama kita. Hal ini bukan berarti bisa ditarik kepada satu kesimpulan saja. Yaitu: Antara memaksakan kepada satu acuan satu pendapat saja. <br /><br /> Sejenak; Menatap dengan Jeli<br />Dalam makalah sederhana ini, penulis ingin mengajak kita sejenak untuk menilik lebih dalam. Antara kata Ihtifal dengan Adzdzikru. Karena kedua kata ini memiliki konotasi maksud yang ada nuansa bedanya. Kalau penulis lebih cenderung untuk menggunakan kata Adzdzikru dalam mengangkat beberapa momentum dalam sejarah Islam. Karena kata Adzdzikru lebih mampu membatasi ruang lingkup perbedaan dari pada Ihtifal.<br />Di samping dua kata di atas hanyalah dalam bentuk konotasi etimologi. Tapi tidak salah juga bila kita relasikan dengan kandungan dari tema yang sedang kita angkat. Yaitu: Adzdzikru Bi Mauludi Annabi. Nah, sekarang kita mencoba untuk membahas sekilas seputar “Perayaan” dengan Lahirnya rasulullah Saw.. Dengan memomohon rahmat dan taufiq-Nya, penulis dengan segala keterbatasan mencoba untuk memaparkan secara sederhana saja. Wallahu al-Musta’an.<br /><br /> Sejarah Munculnya Perayaan Maulud Nabi<br /><br />• تاريخه:<br />إن الناظر في السيرة النبوية وتاريخ الصحابة والتابعين وتابعيهم وتابع تابعيهم بل إلى ما يزيد على ثلاثمائة وخمسين سنة هجرية لم نجد أحدا لا من العلماء ولا من الحكام ولا حتى من عامة الناس قال بهذه العمل أو أمر به أو حث عليه أو تكلم به .<br />قال الحافظ السخاوي في فتاويه :"عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة وإنما حدث بعد".أهـ( )<br />إذن السؤال المهم : " متى حدث هذا الأمر –أعني المولد النبوي-وهل الذي أحدثه علماء أو حكام وملوك وخلفاء أهل السنة ومن يوثق بهم أم غيرهم ؟"<br />والجواب على هذا السؤال عند المؤرخ السني ( الإمام المقريزي ) رحمه الله :<br />• يقول في كتابه الخطط ( 1/ ص 490وما بعدها):" ذكر الأيام التي كان الخلفاء الفاطميون يتخذونها أعياداً ومواسم تتسع بها أحوال الرعية وتكثر نعمهم"<br />• قال:" وكان للخلفاء الفاطميين في طول السنة أعياد ومواسم وهي مواسم( رأس السنة)،ومواسم ( أول العام )،( ويوم عاشوراء) ،( ومولد النبي صلى الله عليه وسلم ) ، ( ومولد علي بن أبي طالب رضي الله عنه ) ، ( ومولد الحسن والحسين عليهما السلام )، ( ومولد فاطمة الزهراء عليها السلام )،(ومولد الخليفة الحاضر )، ( وليلة أول رجب ) ، ( ليلة نصفه ) ، ( وموسم ليلة رمضان ) ، ( وغرة رمضان )،(وسماط رمضان)،( وليلة الختم )،( وموسم عيد الفطر )،( وموسم عيد النحر )،( وعيد الغدير)،( وكسوة الشتاء)،( وكسوة الصيف )،( وموسم فتح الخليج )،( ويوم النوروز)،(ويوم الغطاس) ، ( ويوم الميلاد ) ،( وخميس العدس) ، ( وأيام الركوبات )"أ.هـ. Umat Islam sekarang tidak mengambil semuanya<br />• وقال المقريزي في إتعاظ الحنفاء(2/48)سنة (394):<br />"وفي ربيع الأول ألزم الناس بوقود القناديل بالليل في سائر الشوارع والأزقة بمصر".<br />• وقال في موضع آخر (3/99)سنة (517):<br />"وجرى الرسم في عمل المولد الكريم النبوي في ربيع الأول على العادة".وانظر (3/105).<br />• ووصف المقريزي هيئة هذه الاحتفالات التي تقام للمولد النبوي خاصة وما يحدث فيها من الولائم ونحوها ( أنظر الخطط1/432-433 ، صبج الأعشى للقلقشندي3/498-499).<br />• ومن النقل السابق تدبر معي كيف حُشِر المولد النبوي مع البدع العظيمة مثل:<br />-بدعة الرفض والغلو في آل البيت المتمثل في إقامة مولد علي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهم.<br />وسيأتي مزيد بسط لبيان أن الدولة العبيدية التي تدعي أنها فاطمية: بأنها دولة باطنية رافضية محاربة لله ولرسوله ولسنته ولحملة السنة المطهرة .<br />- بدعة الاحتفال بعيد النيروز وعيد الغطاس وميلاد المسيح وهي أعياد نصرانية .<br />يقول ابن التركماني في كتابه" اللمع في الحوادث والبدع" (1/293-316 ) عن هذه الأعياد النصرانية :"فصل ومن البدعة أيضا والخزي والبعاد ما يفعله المسلمون في نيروز النصارى و مواسمهم و الأعياد من توسع النفقة " قال :" وهذه نفقة غير مخلوفة وسيعود شرها على المنفق في العاجل والآجل " وقال : " ومن قلة التوفيق والسعادة ما يفعله المسلم الخبيث في يعرف بالميلادة ( أي ميلاد المسيح) ".، ونقل عن علماء الحنفية أن من فعل ما تقدم ذكره ولم يتب منه فهو كافر مثلهم .وذكر عدد من الأعياد التي يشارك فيها جهلة المسلين النصارى وبين تحريمها بالكتاب والسنة ومن خلال قواعد الشرع الكلية .<br /><br />• ذكر من أبطلها من خلفاء الدولة العبيدية الفاطمية:<br /><br />قال المقريزي في خططه (1/432):"وكان الأفضل بن أمير الجيوش قد أبطل أمر الموالد الأربعة : النبوي ، والعلوي ، والفاطمي ، والإمام الحاضر وما يهتم به وقدم العهد به حتى نسي ذكرها فأخذ الأستاذون يجددون ذكرها للخليفة الآمر بأحكام الله ويرددون الحديث معه فيها ويحسنون له معارضة الوزير بسببها وإعادتها وإقامة الجواري والرسوم فيها فأجاب إلى ذلك وعمل ما ذكر.."أ.هـ<br />فعلى هذا أول من أحدث ما يسمى بالمولد النبوي هم بنو عبيد الذين اشتهروا بالفاطميين ( ).<br /><br />Dalam bentangan sejarah sejak rasululullah Saw. wafat hingga berlalunya periode sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in, hingga berkuasanya Daulah Fathimiyyah, kita tidak menemukan pernahnya diangkat perayaan hari lahirnya rasulullah Saw.. <br />Sejarah munculnya diangkat perayaan Maulud Nabi awalnya diadakan oleh Daulah Fathimiyyah. Di mana pusat kekuasaannya yatiu di Mesir. Sebagian ulama mengomentari kenapa peristiwa dijunjung tinggi oleh Fathimiyyah “Tujuannya adalah menarik hati umat Islam agar lebih simpatik kepada mereka, dan menampilkan secara perform bahwa mereka sangat mencintai rasulullah Saw.. Di samping Daulah mereka adalah: pemerintahan yang tak terlepas dari unsur-unsur Zindiq, Ilhad yang dibingkai di bawah syi’ar nuasa kesyi’ah-an dan cinta Alu al-Bait. <br /><br /> Perspektif Para Ulama Kita<br />Menanggapi perayaan dalam rangka memperingati Maulud Nabi Saw., para ulama kita berbeda pendapat dalam hal ini. Antara yang membolehkan, bahkan mengharuskan. Dan bahkan ada yang mengharamkan secara mutlak. Artinya menganggap hal tersebut merupakan bid’ah baru yang mengotori kesucian ajaran Islam. Berikut dengan ringkas penulis paparkan dengan ringkas sekilas perspektif para ulama kita:<br /><br /> Mereka yang Berpendapat ‘Bid’ah’.<br />Ada beberapa buku yang sempat penulis buka. Meskipun tidak sempat semuanya dibaca, tapi secara global kita simpulkan dari beberapa tulisan tersebut: Bahwa para ulama yang berpendapat perayaan maulud Nabi tersebut merupakan bid’ah mengacu kepada beberapa dalil. Diantranya: <br />{ اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله } لأننا نحن ننظر إلى أن هذه البدعة وغيرها داخلة أولاً في عموم الحديث السابق "كل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار" وثانيا ننظر إلى أن موضوع البدعة مربوط بالتشريع الذي لم يأذن به الله عز وجل كما قال تعالى { أم لهم شركاء شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله }<br />Ke Dua: Tidak pernahdilakukan oleh generasi salafu ashshaleh. Seperti para sahabat, dan generasi sesudah mereka. Kalau digolongkan kepada Mandub tidak pas. Karena suatu yang sunnah merupakan ada landasan syar’i yang menuntunnya dan tiada sangsi ketika meninggalkannya. Dan tidak cocok bila dikatakan suatu hal yang mubah. Karena Ibtida’ bukanlah mubah menurut jumhur umat Islam. <br />Kalu penulis boleh simpulkan. Rata-rata para ulama kita yang mengatakan perayaan tersebut merupakan bid’ah yang harus dijauhi, beralasan kepada Al-Ghuluw <Berlebih-lebihan> terhadap rasulullah Saw.. Dan, Al-Israf Wa Attabdzir dalam kacamata Islam. <br /><br /> Ulama yang Membolehkan<br />Tidak sedikit para ulama kita yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan suatu hal yang dibolehkan dalam agama kita. Bahkan diantara mereka ada yang sampai menggunakan bahasa ”Sebuah keharusan”. Seperti Syekh Muhammad Mushthafa Asysyanqithi dalam tulisan beliau di majalah Annadwah. Dengan beberapa alasan, diantaranya: <br />Pertama; Diterimanya oleh umat Islam sejak ratusan tahun yang silam. <br />Kedua; Pembagian Imam Al-’Iz bin Abdussalam tentang bid’ah kepada Ahkam Asysyari’ah al-khamsah.<br />Ketiga; Ungkapan Umar bin Khaththab r.a tentang masalah shalat tarwih ”Ni’matulbid’a”.<br />Keempat; Ungkapan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah ”Tahaddats Linnas aqdhiyyah baqadari ma ahdatsu minalfujur”.<br />Ada tulisan –menarik– terbaru yang sempat penulis baca dalam majalah Al-Risalah tentang hukum Maulud Nabi Muhammad Saw.. Ditulis oleh Ustadz Abdul Qadir Ahmad Abdul Qadir. Menurut beliau hari kelahiran rasulullah Saw. merupakan Ayyamullah yang terkandung pada firman Allah Swt. dalam surat Ibrahim ayat: 5.<br /><br />Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. <br /><br />Menurut sebagian para mufassirin, seperti Imam Asysyaukani rahimahullah dalam tafsir beliau Fathu Al-Qadir, maksud dari kata Ayyamillah pada ayat ini adalah kejadian-kejadian yang biasa diambil ibrah dan pelajaran di dalamnya. Seperti ungkapan beliau dalam menafsirkan ayat tersebut “Ay Bi waqaai’ihi… Al-‘arab Taqulu al-Ayyam fi ma’na al-waqaa’i’, Yuqalu: Fulan a’lamu biayyami al’arab, aw Waqaa’I’aha… Wabini’amillahi ‘alaihim…”.<br />Ustadz Abdul Qadir menambahkan “Apabila wajhu addilalahnya peringatan maulud nabi ini adalah tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Bagaimana dengan buku-buku sirah. Bukankah para sahabat juga tidak pernah menulis kutubussirah tersebut? Berarti buku-buku tersebut juga bid’ah? Ini mirip halnya dengan perayaan hari ‘Asyura. Hari di mana Nabi Musa a.s diselamatkan dari kejaran Fir’un dan bala tentaranya. Umat Islam berbuasa dalam momentum ini. Rasulullah Saw. menegaskan ’Nahnu kita Aula Bi Musa Minkum’ <H.R Bukhari>”. <br />Menurut Ustadz Abdul Qadir, ada beberapa alasan untuk membantah pendapat yang mengatakan Maulud Nabi merupakan bid’ah. Diataranya:<br />Pertama: Momentum hari-hari kebesaran dalam Islam bukanlah termasuj ke dalam hal-hal ibadah yang bersifat tauqifiyyah.<br />Kedua: Berpatokan kepada dalil bahwa para sahabat dan tabi’in tidak pernah melakukan peringatan dengan Al-munasabat al-Imaniyyah –Ayyamillah– bertentangan sekali dengan kaedah ’Al-Ashlu Fi Al-Asyyaa’ Al-Ibahah Ma Lam Yarid Nashshun Bittahrim’. <br />Ketiga: Pengharaman terhadap masalah ini merupakan hukum tanpa nash yang sesuai. Bahkan termasuk Qaulun ’alallahi bighairi ’ilmin.<br />Keempat: Perintah Allah Swt. kepada Musa a.s untuk memberikan peringatan kepada kaumnya tentang Ayyamillah. Dan perintah tersebut merupakan perintah juga terhadap kita. Karena tidak ada dalil yang menasakhnya”. <br /><br /> Prolog: Pendapat Penulis<br />Hidup di zaman serba semuanya –bisa– terjadi. Jauh dari nilai-nilai perjuangan. Apalagi bila kita bandingkan dengan kehidupan salafuna ashshaleh dulu. Yaitu di mana nilai-nilai Islam masih dijunjung tinggi, semangat mengidolakan rasululullah Saw. terpatri di sanubari mereka. Kemudian terwujud dalam bentuk ritual dan keseharian. Sungguh bila kita bandingkan dengan zaman sekarang, maka nilai-nilai ini yang sudah semakin pudar dari generasi belakangan. Hari-hari penuh sejarah yang diukir oleh pejuang terdahulu dengan warisan emas kegemilangannya, tidak lagi dikenang. Bahkan dibiarkan begitu saja berlalu tanpa ada nilai penghargaan sedikitpun. <br />Menurut kami, keterbelakangan umat kita di antara penyebabnya adalah: Tidak mengenalnya mereka terhadap generasi terbaik terdahulu. Dan minimnya semangat mengkaji sejarah perjuangan generasi terbaik. Maka hal ini merupakan salah-satu sebab jauhnya umat ini dari nilai-nilai keislaman. Bahkan, kelalaian mereka semakin parah apabila tidak diberikan peringatan yang mampu mengumpulkan mereka dalam satu moment yang menghadirkan banyak orang. Seperti halnya maulud Nabi Muhammad Saw..<br /><br />”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. <Adzdzariyat: 55><br /><br />Islam merupakan ajaran yang sangat bijak dan relevan dengan perkembangan waktu dan tempat. Dan ajaran yang agung ini selalu mengacu kepada rambu yang paling tepat dan menjanjikan. Tidak Ifrath dan bukan juga ajaran yang mengandung nuansa Tafrith. Karena kedua hal ini bukanlah dari Islam. <br />Apabila kita teliti. Maka dua kata di atas hanya ada dalam agama Nashrani dan Umat Yahudi. Karena di samping mereka terlalu mensucikan para nabi. Di sisi lain terlihat mereka sangat merendahkan bahkan membunuh para Nabi. Akan tetapi Islam tidak seperti itu. Islam sangat menghargai semua para nabi. Orang yang membeda-bedakan para anbiya’ berarti menunjukkan tidak sempurnanya iman seseorang. Sebagaimana termaktub dalam surat Al-Baqarah, ayat: 285. <br /><br />"...Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya...".<br /><br />Menurut kami, moment kelahiran manusia paling agung di dunia ini, dan hamba yang paling dicintai oleh Allah Swt., yaitu Muhammad Saw.. Merupakan hari yang paling bersejarah bagi umat Islam. Bahkan alam dan seisinya. Karena dengan lahirnya beliau ke dunia ini, merupakan titik awal datangnya penerang kegelapan. Dan penyinar hidayah bagi kesesatan se antero dunia ini. Mengapa tidak? Beliaulah penutup sekalian para nabi. Pembawa risalah paling mulia. Islam. Nah, peringatan yang diangkat oleh belahan dunia Islam saat ini, apabila terjauh dari unsur-unsur yang diharamkan oleh Islam, maka itu baru termasuk kepada bab yang dilarang. Namun, apabila hal-hal di bawah ini dipenuhi dalam Dzikru Maulud Nabi Saw. tersebut, menurut penulis merupakan suatu hal yang mengandung banyak nilai postivnya. Seperti:<br />1. Diangkat dengan niat mengenang jasa perjuangan rasulullah Saw.. Dengan itu istisy’ar mahabbaturrasul Saw. akan lebih menjiwa di hati umat.<br />2. Peringatan maulud tersebut jauh dari anggapan ibadah yang masyru’ dalam Islam. Artinya jangan sampai mengnanggap itu merupakan syari’at yang wajib diadakan.<br />3. Harus jauh dari Al-Ghuluw dan Israf serta mubadzir. Karena ketiga perbuatan tersebut bukanlah dari Islam. Dan bukan termasuk cara yang dicintai rasulullah Saw.. Seperti yang terjadi di sebagian kalangan Tarekat dan Sufi yang.<br />4. Menajadikan momen tersebut sebagai lahan amal silaturrahim. Karena peringatan tersebut merupakan salah-satu sarana yang mampu mengumpulkan banyak orang yang berasal dari berbagai kalangan dan elit. Sehingga terjalinnya hubungan harmonis penuh nuansa persaudaraan sesama umat Islam. Karena Islam juga menuntun kita untuk itu “Afsyussalam, Washilul Arham Waath’imuththa’am...”.<br />5. Menjadikan momen tersebut sebagai wasilah untuk menyampaikan dakwah Islam kepada semua lapisan masyarakat. Dan himbauan –kepada mereka– agar mempelajari sirah rasulullah Saw.. <br /><br />Demikian makalah sederhana ini penulis paparkan. Masukan, kritikan dan bimbingan ke arah yang membangun sangat penulis nantikan dari kita semua. Mari, bersama Islam menuju kehidupan yang rabbani. Menapaki jalan perjuangan baginda rasululullah Saw.. Hanya di jalan dan untuk dakwah-Nya. Agar kita termasuk ke dalam kafilah para pejuang yang diabadikan sejarah. Allahumma Alhimna Al-Rusyda Warzuqna Al-Ikhlasha Wa Al-Qabul, amin. Wallahu a’lam bishshawab. <br /><br /><br />Mutsallats, Kairo, Selasa 10 April 2007.<br />Al-Faqier Ilallah:<br /><br /><br />Abu Ubaidah Al-Hasan, Lc<br /><br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-46758187233387614052008-07-02T00:34:00.003-07:002008-07-03T08:59:42.703-07:00Sekilas Tentang; Perspektif Islam dalam kehidupan Ber-OrganisasiOleh: Abu 'Ubaidah Al-Hasan, Lc<br /><br />Mengupas sebuah permasalahan kemudian dikaitkan dengan aturan-aturan Islam, merupakan kajian yang sangat sulit dan membutuhkan banyak penelitian. Karena agama kita merupakan ajaran yang paling sempurna. Bahkan tidak satupun persoalan yang pernah muncul, maupun belum, yang tidak ada jalan keluarnya secara normatif landasan hukum dan dasar berpijak. <br /><br />Melalui tulisan sederhana ini, penulis mencoba dan berusaha membahaskan sesederhana mungkin sekilas tentang organisasi dalam kaca mata agama kita. Karena bagaimanapun, hidup di zaman yang penuh dengan tantangan dan realita secara rill kenyataan ini mengajak kita untuk menilik sekilas tentang tema yang tengah kita bicrakan ini. Yaitu; Organisasi. Sejauh mana urgensinya? Kemudian apa saja dhawabith yang mesti kita jadikan acuan dalam kancah tersebut.<br /><div class="fullpost"><br /><br /> Urgensi Organisasi <br />Pada bab ini kita tidak akan membahas tentang defenisi organisasi. Tapi hanya menuangkan sekilas tentang urgensi hidup berorganisasi dalam kacamata agama kita. Apabila kita lihat urgennya kehidupan yang terorganisir dengan rapi, kita bisa menilik dari beberapa sudut pandang di bawah ini.<br /><br /> Tuntunan Islam<br />Islam sebagai agama yang universal, integral dan komprehensif, merupakan ajaran Ilahiyyah yang tidak meyisihkan satu permasalahan pun dalam hidup ini, kecuali termaktub dan terangkum dalam pokok ajarannya. Sebuah kesalahan yang besar apabila seseorang melihat Islam meupakan ajaran yang parsial dan tidak menyentuh lini terkecil sekalipun dalam tatanan hidup ini. Dan Islam sebagai ajaran Samawi tidak pernah membedakan antara ilmu kauni dengan ilmu syar’i. Keduanya merupakan dua sayap yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal ini sangat relevan sekali dengan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah “Bahwa ilmu hanya menginduk kepada dua pokok saja, apabila dilihat dari segi kebutuhan manusia. Yaitu ilmu fikih dan kedokteran”. Ungkapan ini menunjukkan betapa Islam tidak membedakan antara kebutuhan berskala duniawi, yang dengan itu akan mengantarkan kepada kemaslahatan kewajiban syar’i. <br /><br />Adapun bahasa baku yang mewakili berjalan rapinya tatanan kehidupan suatu komunitas dengan segala kebutuhannya. Kemudian dipenuhinya segala hak dan kewajiban segala unsur yang terkandung di dalamnya. Inilah yang disebut dengan Terorganisir secara Organisasi. Atau kalau boleh dibahasakan dengan kata Shaffan di dalam surat Ashshaf ayat: 4. Yaitu; tersusun dengan rapi. Bukan komunitas yang bercerai-berai tanpa aturan dan tujuan yang jelas.<br />Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh <Ashshaf: 4>.<br /><br />Mengapa menjadi suatu kemestian bagi manusia untuk hidup di bawah peraturan yang mengetur semua lini kehidupa? Kemudian dijalankan oleh seorang pemimpin yang kapabel secara kapasitas? Dengan sendirinya keragaman hidup secara socity terasa aman, adil, makmur dan legowo dirasakan secara merata? Jawabannya adalah: Karena hampir bisa dipastikan, bahwa tak satu pun makhluk di dunia ini yang terlepas dari komunitas antar sesama mereka. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diciptakan Allah, merupakan komunitas yang satu sama lain saling membutuhkan. Bahkan, di dalam Al-Quran dan hadits sangat banyak sekali kita temukan seruan Allah Swt. dan rasulullah Saw. untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki agar dikelola secara rapi dan terencana. <br /><br />Nilai ini yang sarat dengan tuntunan Sunnah Nabawiyyah. Di mana rasulullah Saw. bersabda “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang di antara kalian, yaitu mereka yang apabila melakukan suatu pekerjaan kemuadian ia tuntaskan <Itqan>. (H.R Atturmudzi). <br /><br /> Bukti Sejarah<br />Sangat banyak sekali bukti sejarah generasi terdahulu yang mewarisi kepada kita betapa pentingnya hidup yang terorganisir dengan rapi. Kalau penulis boleh membahasakan: Tertata dengan rapi. Misalnya saja perjalanan hijrah rasululullah Saw. bersama Abu Bakar r.a. Kemudian diikuti oleh para sahabat. Di dalam buku-buku Sirah kita temukan betapa canggih dan rapinya strategi rasulullah Saw.. Dan yang lebih besar dari itu adalah; betapa perjalanan hijrah tersebut diperankan oleh banyak tenaga dan potensi. Kemudian semua potensi yang ada ini dibingkai dalam satu misi. Yaitu terselamatkannya risalah dakwah.<br /><br />Peran demi peran pada momen yang paling bersejarah tersebut begitu jelas dan gamblang dibentangkan dalam buku sirah. Ibnu Furairah sebagai pengembala kambing mengemban misi sebagai penghapus jejak Abdullah bin Abu Bakar, yang ditugaskan untuk mendengarkan desas-desus perkembangan di Mekah pada siangnya. Di samping itu, Ibnu Furairah juga dalam satu waktu sebagai pengembala yang dengan gembalaannya bisa memberikan susu kepada rasulullah Saw. dan Abu Bakar r.a.. Peran Asma’ binti Abu Bakar sebagai wanita Islam kala itu, juga tak kalah besarnya dibanding yang lain. Beliaulah radhiyallahu ‘anha yang menagantarkan makanan. <Fiqhu Assirah: 132>.<br /><br />Penggalan kisah di atas mewariskan pelajaran yang sangat mahal bagi generasi belakangan. Dari peristiwa tersebut merupakan titik awal berjayanya peradaban Islam yang akan dibangun di Madinah. Dari proses hijrahnya rasulullah Saw. kita bisa menyimpulkan; Betapa pentingnya strategi dan banyak peranan yang sangat dibutuhkan dalam menggolkan sebuah misi besar. <br /><br />Beranjak kepada pembahasan kita; Organisasi dalam perspektif Islam. Merupakan judul yang sangat spektakuler dan begitu familiar di zaman sekarang. Karena bagaimanpun, kehidupan berorganisasi tidak bisa dipisahkan dari realita kebutuhan lapangan yang ada. Sebut saja kebutuhan kelompok kecil komunitas masyarakat di sebuah perkampungan. Agar berjalan dengan rapi dan terkelola secara manajemen, harus dijalankan oleh struktur kepemimpinan yang memahami dengan penuh seksama. Baik sebagai tatanan, kebutuhan, konsep, maupun kematangan dalam menjalankan roda kepemimpinan tersebut. Contoh kecil dan sederhana ini, sangat familiar bagi kita yang hidup di zaman sekarang dengan bahasa; Organisasi. Karena walau bagaimanapun, kita hamba Allah yang bernama manusia pasti tidak terlepas dari bantuan dan kelebihan yang dimiliki sesama kita. Inilah makna secara filosofis dari kandungan firman Allah dalam surat Azzukhruf ayat: 32<br /><br />Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.<br /><br />Begitu juga seruan Allah Swt. di dalam surat Al-Maidah, ayat: 2<br /><br />Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.<br /><br />Bahkan dalam banyak hadits kita temukan betapa rasulullah saw. begitu tegas menyuruh umat ini agar saling bahu membahu, tolong menolong dan hidup dalam kebersamaan. Seperti beberapa hadits dan Atsar di bawah ini:<br />Dari Umar bin Khattab r.a, berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda dalam suatu khutbah beliau, yang berbunyi ” Siapa diantarakalian yang ingin pertengahan surga, maka selalulah komitmen dalam kehidupan berjamaah (bersama). Karena sesungguhnya syetan bersama orang yang sendirian, dan dari dua orang ia akan jauh menghindar. (Hadits shahih. H.R Ahmad).<br /><br />“Sesungguhnya yang akan diterkam oleh serigala adalah domba yang sendirian”. <br /><br />Di samping itu, para sahabat dan generasi sesudah mereka sangat menekankan untuk hidup dalam komunitas yang dijalin dengan kebersamaan dan kekuatan sosial. Seperti ungkapan Ali bin Abi Thalib r.a “Kekeruhan dalam kebersamaan, jauh lebih baik dari pada kesendirian, meskipun benar dan tidak ada kesalahan. (Afat ‘Alath thariq; Dr. Sayyid Muhammad Nuh).<br />Ungkapan Ali r.a juga“ Kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi, akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dengan rapi”.<br /> Realita dan Tantangan Zaman<br />Peradaban manapun di dunia ini, pasti diusung oleh orang-orang yang memiliki strategi dengan gaya dan ciri khas mereka masing-masing. Bahkan, musuh-musuh Islam sekali pun sangat memperhatikan sisi terorganisirnya dengan rapi misi dan langkah yang mereka perjuangkan. Sebut saja ideologi kapitalisme, sekularisme, marsisme, komunisme, dan zionisme. Semua kelompok ini adalah gerakan yang tertata rapi untuk menghancurkan Islam. Semua gerakan ini mengacu kepada dua kesimpulan dan kekuatan arus yangmenantang umat ini agar tetap rapi, solid dan bersatu. Dua kekuatan dan tantangan ini dibahasakan oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawy dalam buku beliau “Ummatuna bain al-Qarnain, hal: 180 dan 229” Menyebutkan setidaknya ada dua tantangan terbesar bagi umat ini. yaitu: Gerakan Zionisme dan tantangan globalisasi. Di mana segalanya serba saja bisa terjadi. <br /><br /><br />Melihat musuh-musuh Islam yang begitu rapi dan solid untuk menyerang kita. Tidakkah umat ini begitu butuh kepada persatuan dan kesiapan dari segala lini untuk membela agama ini? Yaitu tertata rapi dan solidnya barisan kita sebagai khairu Ummah. karena bukan hanya kebutuhan kita sebagai umat yang pernah memegang tampuk power dan adi daya di atas segala peradaban. Tapi lebih dari itu; hal ini merupakan seruan dan perintah Allah yang mengharuskan kita untuk lebih kuat dari musuh-musuh kita. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal, ayat: 60: <br />﴿وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ﴾ (الأنفال: 60)<br /><br />Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).<br /><br />Begitu juga tuntunan rasul Saw. dalam sunnah beliau. Betapa Allah Swt. sangat mencintai hambanya yang tuntas dan terpercaya dalam mengerjakan tugas mereka (Itqan). <H.R Att-Turmudzi>.<br /><br />Sebagai muslim yang hidup di zaman globalisasi. Ia mesti meyakini bahwa umat Islam harus unggul di atas musuh-musuhnya. Karena agama kita begitu perhatian kepada segala jenis ilmu pengetahuan yang melahirkan banyak manfaat. Namun kita sangat heran kepada sebagian orang yang membeda-bedakan urusan ilmu yang ada dan bermanfaat. Padahal acuan semacam itu sangat tercela dalam agama kita. Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah mengungkapkan ”<br />"إذا بزّ غير المسلمين المسلمين في علم أو فن.. فكل المسلمين آثمون".<br /><br /><br /><br /> Terjemahan dari Nilai Kebersamaan dan Peduli <br />Poin ini hampir senada dengan bukti sejarah yang penulis paparpan di atas. Mulai dari sejarah kenabian, salafushshaleh, hingga zaman kita sekarang. Perkembangan demi perkembangan di dunia ini, membawa kita ke arus di mana manusia tidak bisa lagi lepas dari struktur dan pemimpin yang mengayomi kelestarian antar sesama. Apabila kita kaitkan tema di atas dengan kehidupan berorganisasi; Maka penulis meyakini seyakin-yakinnya “Bahwa organisasi merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan kemaslahatan bersama”. Terutama organisasi yang sesuai dengan tuntunan syari’at kita.<br /><br />Betapa tidak? Contoh sederhananya saja sebuah organisasi kekeluargaan. Betapa kemaslahatan dan aspirasi bersama begitu terbantu dan tersalurkan melalui peran yang dijalankan oleh mereka yang berperan di skala struktural (pengurus). Sehingga makna dari sebuah kepedulian yang begitu dijunjung tinggi oleh Islam derasapi dan terwujud secara merata.<br /><br />Apabila setiap individu yang mengemban amanah kepemimpinan di skala terkecil sekalipun, kemudian ia bingkai dengan orientasi mengemban amanah penuh terpercaya untuk berkhidmat bagi orang lain. Maka dari amalan ia bisa menuai pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt.. Inilah yang menjadi karakteristik khusus bagi pemuda Islam sebagaimana diungkapkan oleh Dr. M. Sa’id Hawa dengan “Asysyabab Wal’amal attathawwu’i” Dalam buku beliau< Shina’atusysyabab, 193, >. <br /><br />Rasulullah Saw. sangat mencintai uamatnya yang berkhidmah untuk orang lain. Bahkan pertolongan Allah Swt. bersama mereka yang senantiasa menolong saudaranya. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a “<br /><br />Barangsiapa yang meringankan satu derita seorang mukmin di dunia, maka Allah akan meringankan satu derita d hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan urusan orang yang mengalami kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah senantiasa akan menolong seorang hamba, selama hamba tersebut menolong saudaranya...<br /><br />من لم يهتم بأمور المسلمين فليس منهم<br />(ألحديث)<br />Di samping itu, kehidupan berorganisasi yang sesuai dengan tuntunan Islam merupakan salah satu bentuk dari penterjemahan dari nilai kebersamaan. Di mana seseorang tidak lagi memikirkan dirinya secara individualistik. Tapi ia kini sudah menjadi orang yang memiliki nilai lebih dari yang lain. Yaitu; Hidup untuk orang lain. Apabila ia memahami segala potensi yang dimilikinya untuk kemaslahatan manusia lain. Maka berarti dalam satu waktu ia telah menjadi pengusung misi kebenaran yang sesungguhnya. Sebagaimana yang diungkapkan Asysyahid Sayyid Quthb “Da’i sesungguhnya adalah mereka yang hidup untuk orang lain”.<br /><br /><br /> Rambu-rambu Dalam Ber-Organisasi<br />Aktif di organisasi manapun dan kapan pun, menuntut kita untuk senantiasa berada di bawah rambu-rambu kebenaran. Artinya; Bahwa agama kita yang agung ini telah menggariskan segala tata-cara dalam bentuk aktivitas sekecil apapun. Karena Islam sangat dikenal dengan ajaran yang paling sempurna dan terjamin dalam menuntun pemeluknya ke arah yang benar. <br /><br />Bicara tentang rambu-rambu (Dhawabith) di dunia organisasi yang sudah sangat mendunia di kalangan generasi sekarang, merupakan suatu kemestian menurut penulis. Karena bila kita kaitkan dengan perspektif Islam, maka tidak bisa dipisahkan dari tuntunan yang diberikan oleh Islam itu sendiri. Berikut beberapa poin terpenting penulis paparkan; Agar lebih terarahnya kerja kita dalam beramal melalui wadah atau sarana di mana kita geluti. Karena apa pun amal di dunia ini bila tidak didasari kepada acuan Islam, maka urusan tersebut jauh dari nilai Ilahiyah. Yaitu pahala dari Allah Swt..<br /><br />Berikut penulis cantumkan, sekilas tentang panduan bagi kita yang berkhidmah untuk Islam melalui media organisasi:<br />1. Niatkan dari awal; Untuk memaksimalkan kebaikan agar tersebar ke semua lini, dan meminimalisir nilai-nilai kontradiktif dengan ajaran Islam. <Tausi’ Al-Ma’ruf Wa Tadhyiq al-Munkarat>.<br /><br />2. Ciri Organisasi yang benar, senantiasa mengikuti dengan benar, menyampaikan semua aspirasi dengan meyakinkan, logis, etis dan bijaksana. Tanpa merasa takut dalam mengungkapkan kalimatulhaq meskipun pahit. Karena mereka meyakini al-Haq pasti didukung oleh Al-Haq juga <Allah ta’la>. Namun tetap membangun semua tekad dan aspirasi dengan tenang, emosional terkontrol, menghargai orang lain, dan mengungkapkan seujurnya.<br /><br />3. Melangkah dengan niat untuk peningkatan mutu dan skill. Tanpa mengenyampingkan norma-norma Islam <Akhlak berorganisasi> <Sulukiyyat Idariyyah> Seperti; Pola Interaksi yang Islami. <br /><br />4. Menguasai dan mewakili semua latar belakang yang terlibat dalam kebijakan. <br /><br />5. Membaca semua situasi kondisi, dan jajaran dibawah kita. Dan butuh (Bithanah Shalihah). <br /><br />6. Terjalinnya keterikatan kuat yang dibalut dengan kepercayaan sesama anggota dan pemimpin. <br /><br />7. Kejelasan tujuan dan anggota yang terlibat dalam suatu lembaga organisasi. Hanya untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran. Karena walau bagaimanapun, kelanggengan berjalannya suatu organisasi akan banyak terpengaruh oleh orang-orang yang berada di dalmnya. Ini yang disebut dengan Bithanah shalihah oleh Allah Swt. dalam surat Ali Imran: 118. Yang artinya:<br /><br />Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.<br />Ini juga yang mengindakatorkan runtuhnya Daulah Abbasiyyah pada masa Khalifah Al-musta’shim pada tahun 218H/833M. Hal ini disebabkan seorang Wazirnya Ibnu Al-‘Alqami al-khabits. Yang menggolakan misi pasukan Tatar masuk ke negeri Irak <’Awamil Annasr Walhazimah’Abra Tarikhina Al-Islami, Dr. Syauqi Abu Khalil; 98-104> “<br /><br />Hal inilah yang sangat diwanti oleh rasulullah saw. dalam sebuah hadit beliau<br /><Dari Abi Sa’id al-Khudri, Musnad Imam Ahmad 3/88>.<br /><br />من استخلف من خليفة إلا كانت له بطانتان, بطانة تأمره بالخير وتحضه عليه, وبطانة تأمره بشر وتحضه عليه, فالمعصوم من عصمه الله<br /> <br />"Barangsiapa yang <br /><br /><br /> Epilog<br />Demikian tulisan sederhana ini kami paparkan. Semoga Allah Swt. mencatatnya sebagai Mizan Hasanat bagi kita di hari akhirat kelak, amin. Semoga bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan kita semua. Atas segala keterbatasan dan kesalahan, penulis mohon dimaafkan. Mari, bersama membangun kepedulian, memberi empati, berkorban menjunjung tinggi kemaslahatan umat. Demi tegaknya kebahagiaan hakiki, kesejahteraan, kegemilangan dan kejayaan Islam. Wallahu a’lam bishshawab.<br /><br />Defenisi Organisasi; “Annizham; Al-Hadyu Wa Assirah, Qila; Walaisa Liamrihim nizham, ay; Laisa lahu hadyun wala muta’allaq walastaqamah”<br /><Lisan Al-‘Arab: 609, Jld.8, bab. Nun>.<br /><br /><br />Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. <br />(Attaubah: 105).<br /><br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-69036270796262506462008-07-02T00:34:00.002-07:002008-07-03T08:59:14.257-07:00Keyakinan Yang Membuahkan KetegaranOleh: Ummu 'Ubaidah al-Hasan<br /><br />Malam itu. Suara anjing menghirukkan sekali. Dari kejauhan tampaklah gerombolan algojo yang serba lengkap dengan senjata dan iringan serunai. Aaah...! Semua yang sedang tidur terlelap terbangun seketika. Sambil bertanya-tanya... “Ini pasti ulah si-Diktator itu lagi, bagaimana dengan ustadzah Zainab?”. Dari kejauhan terdengar suara teriakan “Tolooong, mereka menangkap ustadzah!!!<br /><br />Kisah yang mengandung ribuan makna bagi setiap pejuang ‘yang akan penulis paparkan ini’, sangat mewariskan sebuah makna yang sangat dalam. Ini bukan khayalan. Bukan cerpen yang dikarang-karang. Juga, bukan buatan seorang penggombal. Pelakunya tidak jauh dari zaman kita. Kejadiannya di negeri yang tengah kita huni. Lambang diktator dunia, di sinilah bermarkaz. Pahlawan yang tak kenal rasa takut juga bermunculan dari negeri ini. Mesir. <br /><div class="fullpost"><br /><br /><br />Imra’ah Ka-alfi Rajul “Wanita bagaikan seribu kaum rijal”. Itulah julukan aktor yang kita maksud. Zainab Al-Ghazali. Bila kita telusuri ketegaran beliau dalam berjuang menegakkan dakwah islam, sudah pasti tak akan termuat dalam kolom yang sangat pendek ini.<br /><br />Ketika dalam penjara. Zainab dihadapkan dengan ribuan macam siksaan. Baik berupa psikologis, mental, maupun fisik. Tatkala sang ustadzah sedang diam terpaku mengingat Yang Maha Rahman. Tiba-tiba datang Algojo yang sengaja diutus untuk menodai kehormatan beliau. Rasa takut, cemas, khawatir, bercampur. Tapi keyakinan Zainab kepada Yang Maha Memelihara membuat semuanya hilang seakan tak terjadi apa-apa.<br /><br />Doa pun beliau lantunkan. Berangkat dari keyakinan suci yang tak ternodai sedikitpun. Tiba-tiba semuanya berobah. Si-Algojo yang tadinya bertemperamen kejam dan ganas, berubah menjadi manusia lembut. Ia tunduk, bersimpuh. Minta maaf dan nasehat. “Saya menyesali ini semua”. Sang Ustadzah pun tak membiarkan kesempatan emas ini hilang tanpa arti. <br /><br />Para durjana penjara pun melakukan yang lebih sadis lagi. Serigala-serigala itu dibiarkan lapar dan haus. Berhari-hari tak dikasih makan. Ketika kelaparannya semakin memuncak, kemudian mereka lepaskan ke ruangan Zainab. Mereka menginginkan, daging ustadzah ini habis dilahap makhluk yang tak berperikemanusiaan itu. <br /><br />Tidak. Itu tak akan terjadi. Tidakkah mereka mengira, bahwa yang akan diterkam itu adalah sosok yang ingat kepada Tuhannya dikala lapang? Maka tak mustahil, bila di kala yang mengerikan itu, Yang Maha Mengatur segalanyapun menjaga kekasih-Nya. Sehelai benangpun tak putus oleh gigitan Anjing-anjing itu.<br />Saudaraku, itulah salah seorang sosok yang berusaha tak pernah putus dari dzikir dalam berjuang. Doa adalah senjatanya. Keyakinan menghilangkan kecemasan. Akhirnya, Yang Maha Rahim-pun tak melupakan beliau. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Murabbiyah yang baru saja meninggalkan kita ini. Amin.<br /><br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-82563607363005836312008-07-02T00:34:00.001-07:002008-07-03T08:58:52.303-07:00Imunitas MuslimahSejenak, Merenungi kembali Imunisi Kita!<br />Oleh: Ummu 'Ubaidah al-Hasan<br /><br />Setiap kebangkitan generasi, pasti ada peran besar di balik itu. Kita sangat kenal dengan sosok seorang sahabat Rasululullah saw. yang pertama kali dilahirkan di Madinah setelah peristiwa hijrah. Yaitu Abdulullah bin Zubair r.a.<br />Bila kita tilik lebih dalam sejarah beliau, kita akan menemukan banyak rahasia di balik ketegarannya. Di saat anak-anak Madinah ketika itu mulai mengungkapkan kata-kata “Ummi... ummi...! Maka sosok yang bernama Abdullah mengungkapkan kalimat yang berbeda dengan rekan-rekannya. Saif-saif “Pedang-pedang”. Ini untaian pertama yang keluar dari lisan sang pejuang di kala usia beliau pertama kali bisa merangkai kata-kata.<br /><div class="fullpost"><br /><br />Tentu kita balik bertanya, apa kira-kira yang membuat sahabat ini bisa terlahir dengan tampil beda di zaman generasi terbaik saat itu? Para ulama Sirah menerangkan, bahwa di balik itu ada peran besar yang mebuat sosok Ibnu Zubair ini tumbuh sampai akhir hayatnya tegar di jalan perjuangan hingga menemui Allah gugur sebagai syahid ketika mempertahankan kekhilafahan. Peran itu tak lain “Ummun min khairi shahabati Ahmadin Turabbiihi”. Seorang ibu yang berasal dari keturunan sahabat terbaik yang mengkadernya. Beliaulah Asma’ binti Abi Bakar.<br /><br />Ketegaran sang Asma’-lah yang mewarnai kegigihan sang putranya. Terbukti ketika Ibnu Zubair hendak berangkat ke medan laga melawan gerombolan yang ingin mengambil alih kursi kekhilafahan. Sang anak bertutur dengan nada yang agak lembut dan berperawakan kurang meyakinkan saat itu. Sang ibu pun berucap “Wahai anakku, kalau engkau mendambakan syahid di jalan Allah, maka tolong ganti pakaianmu segera, kuatkan ikat pinggangmu, tukar jubahmu dengan celana perang”. Tak lama kemudian, setelah perang berkecamuk Ibnu Umar datang memberitakan kabar duka. Sambil terisak-isak Ibnu Umar meluapkan rasa sedihnya ketika memberitahu Asma’ tentang syahidnya Ibnu Zubair di tiang salib. Asma’ yang ketika itu sudah berusia sembilan puluhan tahun, justeru balik menjawab “Yabna Umar, tsaqilatka Ummuk... “Duhai Ibnu umar, celaka engkau... Kesyahidan puteraku inilah yang ku rindu dan dambakan ketika membela dakwah Allah”.<br /><br />Rekan pembaca semua, sekilas kisah di atas tentu mewariskan banyak makna kepada kita. Terlebih, kita hidup di zaman yang sudah jauh dari sosok-sosok seperti Asma’ di atas. Di tengah pekatnya zaman dan krisisnya generasi yang akan mampu meneruskan obor perjuangan generasi terbaik sebelum kita, tentu kita begitu rindu melalui lembaran hidup ini bila impian tertinggi kita terwujud kembali. Yaitu kembalinya kejayaan Islam. Namun, kejayaan ini tentu tidak akan bisa terwujud begitu saja tanpa ada peran sang al-Akhawat al-muslimat yang selalu mengisi imunisi tanpa henti mendampingi kaum Rijal dalam meretas perjuangan bersama. Karena walau bagaimanapun, dua sisi peran ini tak bisa terpisah dari sebuah agenda besar, yaitu kembalinya islam memimpin dunia. Melalui tulisan sederhana ini, kami ingin mencoba mengungkapkan beberapa untaian yang bila terlupakan oleh saudari-saudari kami dari kaum hawa, tentu makna hakiki dari perjuangan untuk mencapai agenda besar itu semakin mustahil untuk kita wujudkan. Semoga penulis dan pembaca diberi taufiq oleh Allah untuk meresapi makna pesan-pesan ini, kemudian mengimplementasikannya dalam rupa gerak dan tindak, semoga.<br /><br /> Imunisi Wanita Baja<br />Sejauh sejarah pejuang –kaum hawa- yang punya andil dan peran besar setiap zaman, penulis punya kesan tersendiri dari perjalanan hidup mereka. Kesan ini yang mengantarkan penulis untuk menggoreskan nilai-nilai yang hendak kita petik pada kolom ini. Satu hal yang mungkin di akhir-akhir ini mulai terlupakan oleh kalangan akhawat kita, yaitu; Generasi terdahulu tak pernah berhenti untuk selalu membenahi, mengaca diri, dan senantiasa mengisi imunisi dalam setiap gerak dan aksi untuk memperbaiki problematika yang ada sepanjang zaman. Berikut penulis paparkan;<br />Pertama; Jujur kepada diri sendiri. Kualitas kejujuran wanita muslimah terhadap dirinya terlihat bukan saja ketika dia sendirian, dalam artian ketika peluang tantangannya sangat sedikit. Tapi wanita yang jujur dengan diri dan kemuliaan harga dirinya secara hakiki, takkan mudah menanggalkan keagungan dirinya sekalipun dengan perkara yang kecil, ibarat menjaga mutiara surga yang sangat mahal disimpan ditempat yang kokoh. Dikunci dan dijaga seketat mungkin. Wanita yang mau menghargai diri dan potensi dirnya yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya selalu berusaha memperbaiki diri, menjaga diri, memelihara kecantikan terdalam; yaitu mahabbah kepada Ilahi Rabbi, yakin dengan pandangan dan balasanNya. Pandangan makhluk tak bernilai apa-apa dalam kepribadiannya. Juga kita dapat mengukur realita kejujuran kita pada diri sendiri, ketika kita berkumpul dengan sesama, kita bisa merenungi seberapa mampu kita menjaga mulut kita. Mulai dari perkataan yang sia-sia, mencampuri urusan saudara kita, memamerkan kelebihan, sampai keluar dari lisan kata-kata yang melukai perasaan saudara. Sebab pribadi yang senantiasa menjaga kejujuran hati, dirinya akan selalu terasah dengan kehati-hatian dalam berbuat. <br />Kedua; Istiqamah. Satu hal yang ingin kita fokuskan pada poin ini adalah; bagaimana kita mampu untuk selalu meningkatkan kualitas taqarrub kita kepada Allah dengan kontiniu. Baik itu berupa tilawah al-Quran, qiyamullail,shaum sunnah, dzikrulmaut, dan sebagainya. Karena, wanita adalah kaum yang mudah tergoda, mudah terbawa arus dan perkembangan peradaban. Tampilan diri di mana ia berada, merupakan sumber kekuatan bagi siapa yang tengah menimba dari kesalehannya. Suatu kebanggaan yang sangat berkena di hati Rasulallah SAW, betapa kesetiaan dan keistiqamahan istrinya Khadihjah Radhiallahuanha, merupakan salah satu sumber imunisi bagi diri beliau dalam berdakwah. Hal ini tercurah dalam mutiara kata-kata sang ummul mukminin Khadijah ketika Rasulullah saw. bersedih dan merasa gundah ketika disakiti oleh penentang dakwah islam, dan sepulangnya beliau dari menerima wahyu dalam keadaan menggigil dan minta diselimuti: “Duhai rasululluah, sesungguhnya engkau adalah orang yang selalu menyambung tali shilaturrahim, membantu yang lemah, menolong yang sedang membutuhkan...”. Untaian mutiara inilah yang kembali menguatkan semangat rasulullah ntuk kembali bergerak melangkah menyiarkan hidayah islam. <br />Ketiga; kesalehan sosial. Kesolehan sosial akan melatih kepribadian wanita muslimah untuk ikhlas bekorban dalam sekecil apapun dijalan yang dicintai Allah, bahkan akan mengalahkan seseorang yang hanya memikirkan keholehan pribadi. Kita lihat sosok Ummu Ruman radhiallahu ‘anha. Istri Abu Bakar Ashshiddiq. Dengan kesucian hati dan penuh bangga beliau mendukung perjuangan suami demi tegaknya perjuangan dakwah ketika itu. Bahkan, ketika Abu Bakar menginfakkan segala hartanya, sang istri pun menjadi promotor pertama yang menguatkan hati sang suami. Nilai kesalehan sosial inilah yang membuat Ummu Ruman diabadikan dalam sejarah. <br />Keempat; Membekali diri dengan keterampilan.<br />Kelima; Memikirkan Generasi penerus dengan matangnya persiapan. Tidak jauh dari zaman kita, sebuah tragedi yang mengukir sejarah emas perjalanan dakwah di zaman sekarang. Seorang pejuang yang berhasil mengumpulkan jutaan pemuda, memasuki ribuan perkampungan yang ada di Mesir, meretas dunia dengan ide dan gagasannya. Beliaulah Hasan Albanna rahimahullah. Di balik kesuksesan sang Imam dalam berdakwah, ada satu hal yang mungkin kurang terpetik oleh para pengikutnya. Yaitu sang istri yang begitu tegar, sabar dan ikhlas mengorbankan apa saja demi perjuangan sang suami tercinta. Baik waktu, tenaga, perasaan, bahkan cinta sekalaipun beliau korbankan demi mendahulukan kepentingan dakwah Allah ta’ala. <br /><br />Hal ini terbukti ketika salah seorang anak beliau jatuh sakit. Ketika sang suami minta keredhaan sang istri untuk berangkat ke sebuah propinsi di Mesir, beliaupun dengan senang hati, wajah ceriah dan memberikan imunisi balik kepada imam Hasan. Bahkan, di hari syahidnya Hasan Albanna, di hari itu lahir anak beliau yang paling bungsu. Ini membuktikan, bahwa ketegaran beliau memang tiada tertandingi oleh orang semasanya. Tidak aneh bila sang suami pun menjadi pentolan mujahid nomor wahid dalam sejarah kebangkitan islam di era sekarang.<br /><br />Satu hal yang membuat istri Imam Hasan dengan penuh keikhlasan melepas sang suami dalam setiap momen dakwahnya. Yaitu; Betapa masa depan dakwah begitu merindukan lahirnya sosok-sosok penerus yang bisa mengukiri dunia dengan jiwa kepahlawanan dalam membela islam. Yang mana, tujuan mereka hanyalah keredhaan Allah semata, teladan tertinggi mereka hanya Muhammad Saw., pedoman mereka hanya al-Quran dan sunnah, jalan mereka hanyalah dakwah dan jihad fi sabilillah. Dan terakhir, hidup mulia atau syahid di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi dalam hidup mereka.<br /><br /> Kesejukan itu Bermula Dari Sini<br /><br />Cinta. Kata ini sangat mudah untuk kita ungkapkan. Tetapi jarang sekali yang mampu menterjemahkannya dalam bentuk aksi dan sikap. Namun kata cinta ini tentu juga punya aturan main dan posisi yang tepat. Bila cinta tertinggi kita hanya untuk Allah dan rasul-Nya, dan memandang segala hal dengan kata tersebut semata juga karena Allah. Maka pengorbanan yang walaupun begitu berat menurut kasat mata, akan berobah menjadi aksioma nyata dalam bentuk pengorbanan yang tiada tertandingi. Semuanya akan fresh dan sejuk, bila perjuangan kita, imunisi kita, didasari dengan ketulusan cinta itu. Wallahu a’lam.<br /><br />Ummu Yusuf al-Hasan; Deska Meria<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-10457591888088336582008-07-02T00:34:00.000-07:002008-07-03T08:56:23.762-07:00Jangan Berhenti Mengayuh Biduk PrestasiOleh : Hendri Susanto<br /><br />Tanpa terasa, ujian Term II kembali hampir menyapa kita. Kenangan manis atau pahit di semester satu kemarin mungkin masih terukir dalam memori kita. Benar memang apa yang diungkapkan para pujangga “Al-imtihan fihi Yukramu al-maru au Yuhan”. Ujian apapun, di dalamnya memang manusia hanya terbagi kepada dua saja. Sukses dengan penuh bahagia. Atau justeru sebaliknya.<br /><br />Tapi, bagi mereka yang tak pernah gentar dengan irama perjuangan, akan selalu mengayuh biduk yang telah ditungganginya itu untuk bisa berlayar dengan penuh romantis dan seirama dengan paduan ayunan gelombang. Maksudnya apa? Mereka tanpa kenal lelah dalam berusaha. Tak ludas dilindas musim. Tapi mereka sebaliknya adalah orang-orang yang mampu mengajak musim bisa bersahabat dengan misi dan visi mereka, agar termaktub dalam barisan para manusia yang militan dan berhasil. <br /><div class="fullpost"><br /><br />Karena tanpa dipungkiri, kita memang sedang berada di babak penentuan. Kalau boleh penulis bahasakan; Yaitu babak final. Di mana di Term II ini, siapa saja masih punya peluang besar untuk menentukan warna dan corak perjuangan mereka sebelum beduk pengumuman Natijah itu ditabuh.<br /><br />Dalam artian, semua kita masih memiliki kesempatan emas untuk menentukan hasil seperti apa yang kita inginkan. Saya, anda, kita semua adalah sama-sama tengah berada dalam ronde pertandingan itu. Maka dalam konsep orang-orang sukses; Tiada istilah kata terlambat. <br /><br />Mulai dari detik ini. Setelah anda membaca tulisan sederhana ini. Mari, kita kerahkan semua potensi yang Allah anugerahkan kepada kita. Sebelum penyesalan itu tiba. Mari berbekal. Matangkan persiapan. Karena tidak salah bila orang bilang “Term II ini merupakan salah satu penentu di penghujung kenaikan tingkat nantinya”.<br /><br />Atur strategi dari sekarang. Kembali meluruskan niat. Kita berlomba agar menjadi generasi-generasi yang mampu mengharumkan nama Islam dengan prestasi gemilang. Gantungkan cita-cita setinggi-tingginya, iringi dengan mujahadah yang maksimal, tingkatkan ubudiyah kepada Allah. Bismillah Tawakkal ‘Alallah. Melangkahlah. Andalah orang yang dinantikan itu. Bingkailah kesuksesan di dunia ini dengan merajut kebahagiaan di akhirat kelak. Wallahu a’lam.<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-71914117618733372582008-07-01T23:58:00.000-07:002008-07-03T08:57:41.619-07:00Bidadari Seorang Pendiri PergerakanAdalah Lathifah As Suri perempuan itu. Ia berdiri disamping Imam Syahid Al Banna. Sejak awal Imam Syahid telah menegaskan bahwa ia butuh seorang muslimah yang kokoh, yang tak lekang dan surut oleh banyaknya halangan dan rintangan dalam berdakwah. <br />----------<br /><br />Tidak mudah menjadi istri seorang Hasan Al Banna. Seseorang yang setiap detik kehidupannya sarat dengan kegiatan dakwah. Di pagi buta dia sudah bergegas untuk memulai berdakwah dan kembali pulang di gelap malam. Bisa dipastikan ia adalah seorang muslimah sejati, yang bisa mengisi kekosongan-kekosongan yang ditinggalkan oleh Imam Syahid Al Banna.<br /><div class="fullpost"><br /><br />Adalah Lathifah As Suri perempuan itu. Ia berdiri disamping Imam Syahid Al Banna. Sejak awal Imam Syahid telah menegaskan bahwa ia butuh seorang muslimah yang kokoh, yang tak lekang dan surut oleh banyaknya halangan dan rintangan dalam berdakwah. Perjuangan Imam Syahid bukanlah suatu hal yang main-main, bukan hanya sekedar dakwah seperti kebanyakan orang waktu itu. Bukan hanya sekedar membangun rumah kardus. Imam syahid tengah dan hendak membangun sebuah peradaban. Dan ia percaya, peradaban tak akan pernah terwujud, tanpa seseorang yang ia yakini kesejatiannya.<br /><br />Maka siapapun itu-pendampingnya-harus menyadari bahwa dipundaknya ada amanah yang sama besarnya dengan yang di emban oleh Imam Syahid. Ada dimensi waktu dan kuasa kapital disitu. Maka pertemuan diyakini menjadi suatu hal yang mahal bagi Imam Syahid dan istrinya.<br /><br />Maka bagi Lathifah As Suri menjadi istri Hasan Al Banna menyimpan begitu banyak geregap. Sejak awal pernikahan, Lathifah sudah menyadari bahwa ia harus siap jika sewaktu-waktu dia harus menjalani hidup sendiri tanpa seseorang, tempat berlabuh hidup dan cintanya.<br /><br />Dakwah Ikhwah yang dipimpin oleh suaminya banyak meminta resiko yang bukan main-main. Penjara bahkan nyawa menjadi konsekuensi logis, yang sewaktu-waktu siap menyapanya.<br /><br />Tanpa diminta, Lathifah sudah tahu dan mengerti bagaimana ia harus menempatkan dirinya. Ia memutuskan menutup seluruh aktivitas luarnya. Hanya satu yang ia curahkan, jihad utamanya adalah dilingkup rumahnya sendiri. Mengurus rumah tangga dan membesarkan anak-anak mereka berdua adalah dua hal yang tidak kalah pentingnya dengan yang dilakukan oleh Hasan Al Banna.<br /><br />Sebelum menikah dengan Hasan Al Banna, Lathifah berasal dari keluarga yang taat beragama. Hingga tak heran jika ia menyadari betul tuntutan hidup menjadi istri seorang dai.<br /><br />Malam, ia harus rela untuk terbangun menyambut kepulangan suaminya. Walau tak jarang Imam Syahid berlaku sangat hati-hati, bahkan hanya untuk membuka pintu rumahnya sekalipun. Jauh dilubuk hatinya, Imam Syahid tidak ingin mengganggu tidur bidadari terkasihnya yang telah seharian mengurus rumah dan anak-anak mereka berdua. Imam Syahid bahkan tak segan untuk menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri.<br /><br />Lathifah tidak pernah mengeluh, walau sehari-harinya hanya ia habiskan seputar rumah dan rumah saja. Ia tidak pernah menuntut lebih kepada Imam Syahid. Padahal, Lathifah pun -berlepas diri dari ia seorang istri Imam Syahid- menyimpan banyak potensi. Anak-anak mereka yang berjumlah enam orang sesungguhnya adalah pencurahan konsentrasinya menjalani hidup. Satu-satunya yang pernah membuat dirinya gamang adalah, ketika salah satu anak mereka sakit keras dan Imam Syahid harus tetap menjalankan jihadnya. Ia bertanya kepada suaminya,"Bagaimana jika ia meninggal?". Imam Syahid hanya menarik napas panjang, ia kemudian berujar "Kakeknya lebih tau bagaimana mengurusnya."<br /><br />Sejak dini, Lathifah menanamkan wawasan keislaman kepada anak-anaknya. Mendorong mereka untuk membaca, sehingga dalam hidupnya mereka tidak terpengaruh dengan seruan-seruan destruktif. Ketika Imam Syahid bolak-balik keluar penjara, Lathifah berusaha bersabar dan komitmen.<br /><br />Lathifah sangat menyadari peran dan kewajiban asasi seorang wanita sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Ia kosongkan waktunya untuk mendidik anak2nya. Ia bahagia melihat anak-anaknya sukses dalam hal akhlak dan amal. Ini tak mungkin terjadi jika seorang ibu sibuk di luar rumah. Seorang anak tidak mungkin belajar tentang akhlak dan amal dari orang selain ibunya.<br /><br />Ketika Hasan Al-Banna syahid, anak-anaknya belumlah dewasa. Lathifah tidak lantas menyerah. Tak ada kesah ataupun ketakutan dalam hatinya. Ia sangat memelihara apa yang dikehendaki oleh mendiang suaminya. Ia tetap berlaku didalam rumah. Lathifah tidahk meremehkan hudud (batasan) yang Allah tentukan. Karenanya, tak heran diantara anak-anaknya tidak ada ikhtilat (percampuran) antara anak-anaknya dan sepupunya yang berlainan jenis.<br /><br />Tidak ada yang berubah dirumah itu, apa yang Imam Syahid inginkan berlaku dikeluarganya masih tetap di pegang teguh oleh Lathifah. Sendirian, ia besarkan keenam anaknya. Dirumahnya kini ia mempunyai tugas tambahan, yaitu memperdalam wawasan keislamannya.Yang dimaksud dengan wawasan keislamannya adalah membaca Al-Quran dengan tafsirnya, mempelajari Sunnah Rasulullah SAW, haditsnya dilanjutkan dengan usaha kuat untuk menerapkannya. LAthifah juga masih menyempatkan diri mempelajari sejarah para salafussalih dan berita seputar dunia Islam. Lathifah menyadari menyepelekan masalah ini akan memunculkan persoalan serius. Seorang yang tidak menambah pengetahuan keislamannya, akan merasa sulit untuk bangga dengan keagungan dan kebesaran Islam. Dengan melalui pemahaman keislaman yang baik, seorang wanita akan menyadari betapa penting perannya terhadap keluarga dan masyarakat.<br /><br />Perjuangan Lathifah membuahkan hasil yang gemilang. Semua anaknya sukses meraih predikat formal dalam pendidikan ilmiah. Yang sulung, bernama Wafa-menjadi istri Dr.Said Ramadhan. Kedua Ahmad Saiful Islam, kini sebagai sekjen advokat di Mesir. Ia juga pernah duduk di parlemen. Ketiga bernama Tsana, kini sebagai dosen di Universitas Kairo. Kelima Roja, kini menjadi dokter. Dan Halah sebagai dosen kedokteran anak di Universitas Azhar. Dan terakhir, Istisyhad sebagai doktor ekonomi Islam. Semuanya itu sebagai bukti, betapa berartinya sosok Ibu bagi keberhasilan dakwah sang suami. Selain juga untuk anak-anaknya, tentu.<br /><br />**********************<br /><br />Sekedar info tambahan: <br /><br />Hasan Al Banna syahid diusianya yang masih muda, sekitar 40 tahunan. Setelah seberondong timah panas ditembakkan oleh musuh-musuh Islam di sebuah jalan di Kairo. <br /><br />Sebenarnya Hasan Al Banna masih bisa diselamatkan, tapi karena konspirasi politik para musuh Islam yang dipimpin oleh sang pengkhianat la'natullah Gamal Abden Naser, membuat tubuh Hasan Al Banna yang sedang sekarat dibiarkan tak berdaya, tanpa bantuan dari siapapun juga, termasuk dokter-dokter di Rumah Sakit.<br /><br />Akhirnya sang pendiri Ikhwanul Muslimun itu pun syahid menemui kekasih tercintanya, Rabbnya.<br /><br />Musuh-musuh Islam pun banyak yang tertawa dan berpesta dengan syahidnya sang Imam, tapi sesungguhnya Hasan Al Banna tidak pernah pergi meninggalkan pengikutnya.<br /><br />Allah terlalu mencintai hamba-Nya yang satu ini, sehingga memanggilnya terlebih dahulu. <br /><br />Hal yang memilukan adalah, meskipun Ikhwanul Muslimun mempunyai puluhan ribu pengikut, tapi tak seorangpun yang diijinkan untuk mensholati jenazah beliau, kecuali ayahnya yang sudah udzur, saudara perempuan dan istrinya.<br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4563675826426244705.post-84832286284152449342008-07-01T23:51:00.000-07:002008-07-03T08:58:35.427-07:00Zakat ProfesiI. Khilaf Ulama Dalam Zakat Profesi <br />Zakat profesi memang tidak dikenal di zaman Rasulullah SAW bahkan hingga masa berikutnya selama ratusan tahun. Bahkan kitab-kitab fiqih yang menjadi rujukan umat ini pun tidak mencantumkan bab zakat profesi di dalamnya.<br /><br />Wacana zakat profesi itu merupakan ijtihad pada ulama di masa kini yang nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga cukup kuat.<br /><div class="fullpost"><br /><br />Salah satunya adalah rasa keadilan seperti yang anda utarakan tersebut. Harus diingat bahwa meski di zaman Rasulullah SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilan. <br />Dalam masalah ketentuan harta yang wajib dizakati, memang ada perbedaan cara pandang di kalangan ulama. Ada kalangan yang <br />a. Argumen Penentang Zakat Profesi<br />Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah ubudiyah, sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rasulullah SAW. Bila tidak ada, maka tidak perlu membuat-buat. <br /><br />Diantara mereka yang berada dalam pandangan seperti ini adalah fuqaha kalangan zahiri seperti Ibnu Hazm dan lainnya dan juga jumhur ulama. Kecuali mazhab hanafiyah yang memberikan keluwasan dalam kriteria harta yang wajib dizakati. <br />Umumnya ulama hijaz dan termasuk juga Dr. Wahbah Az-Zuhaily pun menolak keberadaan zakat profesi sebab zakat itu tidak pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya kitab fiqih klasik memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi.<br />Apalagi di zaman Rasulullah dan salafus sholeh sudah ada profesi-porfesi tertentu yang mendapatkan nafkah dalam bentuk gaji atau honor. Namun tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya ketentuan zakat gaji atau profesi. Bagaimana mungkin sekarang ini ada dibuat-buat zakat profesi. <br /><br />b. Argumen Pendukung Zakat Profesi<br />Para pendukung zakat profesi tidak kalah kuatnya dalam berhujjah. Misalnya mereka menjawab bahwa profesi dimasa lalu memang telah ada, namun kondisi sosialnya bebeda dengan hari ini. Menurut para pendukung zakat profesi, yang menjadi acuan dasarnya adalah kekayaan seseroang. Menurut analisa mereka, orang-orang yang kaya dan memiliki harta saat itu masih terbatas seputar para pedagang, petani dan peternak. <br /><br />Ini berbeda dengan zaman sekarang, dimana tidak semua pedagang itu kaya, bahkan umumnya peternak dan petani di negeri ini malah rata-rata hidup miskin. <br /><br />Sebaliknya, profesi orang-orang yang dahulu tidak menghasilkan sesuatu yang berarti, kini menjadi profesi yang membuat mereka menjadi kaya dengan harta berlimpah. Penghasilan mereka jauh melebihi para pedagang, petani dan peternak dengan berpuluh kali bahkan ratusan kali. Padahal secara teknis, apa yang mereka kerjakan jauh lebih simpel dan lebih ringan dibanding keringat para petani dan peternak itu. <br /><br />Inilah salah satu pemikiran yang mendasari ijtihad para ulama hari ini untuk menetapkan zakat profesi yang intinya adalah azas keadilan. Namun dengan tidak keluar dari mainframe zakat itu sendiri yang filosofinya adalah menyisihkan harta orang kaya untuk orang miskin. <br /><br />Yang berubah adalah fenomena masyarakatnya dan aturan dasar zakatnya adalah tetap. Karena secara umum yang wajib mengeluarkan zakat adalah mereka yang kaya dan telah memiliki kecukupan. Namun karena kriteria orang kaya itu setiap zaman berubah, maka bisa saja penentuannya berubah sesuai dengan fenomena sosialnya. <br /><br />Di zaman itu, penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Diantaranya adalah berdagang, bertani dan beternak. Sebaliknya, di zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan beternak. Bahkan umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya serba kekuarangan.<br /><br />Sebaliknya, profesi-profesi tertentu yang dahulu sudah ada, tapi dari sisi pemasukan, tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar. Dan di zaman sekarang ini terjadi perubahan, justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Seperti dokter spesialis, arsitek, komputer programer, pengacara dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa.<br /><br />Perubahan sosial inilah yang mendasari ijtihad para ulama hari ini untuk melihat kembali cara pandang kita dalam menentukan : siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin ? <br /><br />Intinya zakat itu adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Di zaman dahulu, orangkaya identik dengan pedagang, petani dan peternak. Tapi di zaman sekarang ini, orang kaya adalah para profesional yang bergaji besar. Zaman berubah namun prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di masyarakat. Tapi intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan itu adalah intisari zakat. <br /><br />Sehingga dalam keyakinan mereka, bila para ulama terdahulu menyaksikan realita sosial di hari ini, mereka akan terlebih dahulu menambahkan bab zakat profesi dalam kitab-kitab mereka. <br /><br />Bila dikaitkan bahwa zakat berkaitan dengan masalah ubudiyah, memang benar. Tapi ada wilayah yang tidak berubah secara prinsip dan ada wilayah operasional yang harus selalu menyesuaikan diri dengan zaman.<br />Prinsip yang tidak berubah adalah kewajiban orang kaya menyisihkan harta untuk orang miskin. Dan wajib adanya amil zakat dalam penyelenggaraan zakat. Dan kententuan nisab dan haul dan seterusnya. Semuanya adalah aturan 'baku' yang didukung oleh nash yang kuat.<br />Tapi menentukan siapakah orang kaya dan dari kelompok mana saja, harus melihat realitas masyarakat. Dan ketika ijtihad zakat profesi digariskan, para ulama pun tidak semata-mata mengarang dan membuat-buat aturan sendiri. Mereka pun menggunakan metodologi fikih yang baku dengan beragam qiyas atas zakat yang sudah ditentukan sebelumnya.<br />Adanya perkembangan ijtihad justru harus disyukuri karena dengan demikian agama ini tidak menjadi stagnan dan mati. Apalagi metodologi ijtihad itu sudah ada sejak masa Rasulullah SAW dan telah menunjukkan berbagai prestasinya dalam dunia Islam selama ini. Dan yang paling penting, metode ijtihad itu terjamin dari hawa nafsu atau bid`ah yang mengada-ada. <br /><br />Pada hakikatnya, kitab-kitab fiqih karya para ulama besar yang telah mengkodifikasi hukum-hukum Islam dari Al-Quran dan As-Sunnah adalah hasil ijtihad yang gemilang yang menghiasi peradaban Islam sepanjang sejarah. Semua aturan ibadah mulai dari wudhu`, shalat, puasa, haji dan zakat yang kita pelajari tidak lain adalah ijtihad para ulama dalam memahami nash Al-Quran dan As-Sunnah.<br />Kehidupan manusia sudah mengami banyak perubahan besar. Dengan menggunakan pendekatan seperti itu, maka hanya petani gandum dan kurma saja yang wajib bayar zakat, sedangkan petani jagung, palawija, padi dan makanan pokok lainnya tidak perlu bayar zakat. Karena contoh yang ada hanya pada kedua tumbuhan itu saja. <br /><br />Sementara disisi lain ada kalangan yang melakukan ijtihad dan penyesuaian sesuai dengan kondisi yang ada. Mereka misalnya mengqiyas antara beras dengan gandum sebagai sama-sama makanan pokok, sehingga petani beras pun wajib mengeluarkan zakat. <br /><br />Bahkan ada kalangan yang lebih jauh lagi dalam melakukan qiyas, sehingga mereka mewajibkan petani apapun untuk mengeluarkan zakat. Maka petani cengkeh, mangga, bunga-bungaan, kelapa atau tumbuhan hiasan pun kena kewajiban untuk membayar zakat. Menurut mereka adalah sangat tidak adil bila hanya petani gandunm dan kurma saja yang wajib zakat, sedangkan mereka yang telah kaya raya karena menanam jenis tanaman lain yang bisa jadi hasilnya jauh lebih besar, tidak terkena kewajiban zakat. <br /><br />Diantara mereka yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Al-Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya. <br /><br />Dan ide munculnya zakat profesi kira-kira lahir dari sistem pendekatan fiqih gaya Al-Hanafiyah ini, dimana mereka menyebutkan bahwa kewajiban zakat adalah dari segala rizki yang telah Allah SWT berikan sehingga membuat pemiliknya berkecukupan atau kaya. <br /><br />Dan semua sudah sepakat bahwa orang kaya wajib membayar zakat. Hanya saja menurut kalangan ini, begitu banyak terjadi perubahan sosial dalam sejarah dan telah terjadi pergeseran besar dalam jenis usaha yang melahirkan kekayaan. <br />Dahulu belum ada dokter spesialis, lawyer atau konsultan yang cukup sekali datang bisa mendapatkan harta dalam jumlah besar dan mengalir lancar ke koceknya. Misalnya seorang dokter spesialis yang berpraktek hanya dalam hitungan menit, tapi honornya berjuta. Dibandingkan dengan petani di kampung yang kehujanan dan kepanasan sedangkan hasilnya pas-pasan bahkan sering nombok, maka alangkah sangat tidak adilnya agama ini, bila si petani miskin wajib bayar zakat sedangkan dokter spesialis itu bebas dari beban. <br /><br />Karena itulah mereka kemudian merumuskan sebuah pos baru yang pada dasarnya tidak melanggar ketentuan Allah SWT atas kewajiban bayar zakat bagi orang kaya. Hanya saja sekarang ini perlu dirumuskan secara cermat, siapakah orang yang bisa dibilang kaya itu. Dan para profesional itu tentu berada pada urutan terdepan dalam hal kekayaan dibandingkan dengan orang kaya secara tradisional yang dikenal di zaman dahulu. Untuk itu agar mereka ini juga wajib mengeluarkan zakat, maka pos zakat mereka itu disebut dengan zakat profesi. <br /><br />Dan bila dirunut ke belakang, sebenarnya zakat profesi ini bukanlah hal yang sama sekali baru, karena ada banyak kalangan salaf yang pernah menyebutkannya di masa lalu meski tidak / belum populer seperti di masa kini. <br /><br />Namun begitulah, kita tahu bahwa di dalam tubuh umat ini memang ada khilaf dalam cara pandang terhadap masalah zakat, sehingga ada yang mendukung zakat profesi di satu pihak karena lebih logis dan nalar dan di pihak lain menentangnya karena dianggap tidak ada masyru'iyahnya. <br />II. Kriteria Yang Wajib Dizakatkan<br />Yang termasuk dalam zakat profesi menurut para pendukungnya adalah semua pemasukan dari hasil kerja dan usaha. Bentuknya bisa berbentuk gaji, upah, honor, insentif, mukafaah, persen dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau sesekali. <br />1. Penghasilan Kotor Atau Bersih <br />Namun bagaimanakah menghitung pengeluaran itu ? apakah berdaasrkan pemasukan kotor ataukah setelah dipotong dengan kebutuhan pokok ? Dalam hal ini ada dua kutub pendapat. Sebagian mendukung tentang pengeluaran dari pemasukan kotor dan sebagian lagi mendukung pengeluaran dari pemasukan yang sudah bersih dipotong dengan segala hajat dasar kebutuhan hidup. <br />2. Jalan Tengah Qaradawi <br />Dalam kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa untuk mereka yang berpenghasilan tinggi dan terpenuhi kebutuhannya serta memang memiliki uang berlebih, lebih bijaksana bila membayar zakat dari penghasilan kotor sebelum dikurangi dengan kebutuhan pokok. <br />Misalnya seseorang bergaji 200 juta setahun, sedangkan kebutuhan pokok anda perbulannya sekitar 2 juta atau setahun 24 juta. Maka ketika menghitung pengeluaran zakat, hendaknya dari penghasilan kotor itu dikalikan 2,5 %. <br />Namun masih menurut Al-Qaradhawi, bila anda termasuk orang yang bergaji pas-pasan bahkan kurang memenuhi standar kehidupan, kalaupun anda diwajibkan zakat, maka penghitungannya diambil dari penghasilan bersih setelah dikurangi hutang dan kebutuhan pokok lainnya. Bila sisa penghasilan anda itu jumlahnya mencapai nisab dalam setahun (Rp. 1.300.000,-), barulah anda wajib mengeluarkan zakat sebesr 2,5 % dari penghasilan bersih itu. <br />Nampaknya jalan tengah yang diambil Al-Qaradhawi ini lumayan bijaksana, karena tidak memberatkan semua pihak. Dan masing-masing akan merasakan keadilan dalam syariat Islam. Yang penghasilan pas-pasan, membayar zakatnya tidak terlalu besr. Dan yang penghasilannya besar, wajar bila membayar zakat lebih besar, toh semuanya akan kembali. <br />Kedua pendapat ini memiliki kelebihan dan kekuarangan. Buat mereka yang pemasukannya kecil dan sumber penghidupannya hanya tergantung dari situ, sedangkan tanggungannya lumayan besar, maka pendapat pertama lebih sesuai untuknya. <br />Pendapat kedua lebih sesuai bagi mereka yang memiliki banyak sumber penghasilan dan rata-rata tingkat pendapatannya besar sedangkan tanggungan pokoknya tidak terlalu besar. <br />III. Nishab <br />Para ulama umumnya mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat tanaman. termasuk ketika mengqiyaskan nisab. Maka nishab zakat profesi sesuai dengan zakat tanaman, yaitu setiap menerima panen atau penghasilan dan besarnya adalah 5 wasaq atau setara dengan 652,8 kg gabah. <br />"…Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)…" (QS Al An'am 141 ) <br /> Rasulullah SAW bersabda: <br />"Tidak ada zakat pada hasil tanaman yang kurang dari lima wasaq" (HR Ahmad dan al-Baihaqi dengan sanad jayyid) <br />"Dan tidak ada zakat pada kurma yang kurang dari lima wasaq" (HR Muslim). <br />1 wasaq = 60 sha', 1sha' = 2,176 kg, Maka 5 wasaq = 5 x 60 x 2,176 = 652,8 kg gabah. Jika dijadikan beras sekitar 520 kg. Maka nishab zakat profesi seharga dengan 520 kg beras. Yaitu sekitar Rp. 1.300.000,-. <br />Nishab ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun. Artinya bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok dan jumlahnya mencapai Rp. 1.300.000,- maka dia sudah wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama. <br />Dan bila mengacu kepada pendapat kedua, maka penghasilannya itu dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila jumlahnya dalam setahun mencapai Rp. 1.300.000,-, maka wajiblah mengeluarkan zakat. <br />IV. Waktu Membayarnya <br />Zakat profesi dibayarkan saat menerima pemasukan karena diqiyaskan kepada zakat pertanian yaitu pada saat panen atau saat menerima hasil. <br />V. Besarnya yang harus dikeluarkan <br />Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan hasil tanaman, dan lebih dekat dengan 'naqdain' (emas dan perak). Oleh sebab itu, para ulama menyebutkan bahwa kadar zakat profesi yang dikeluarkan diqiyaskan berdasarkan zakat emas dan perak, yaitu 'rub'ul usyur' atau 2,5 % dari seluruh penghasilan kotor. <br />Nash yang menjelaskan kadar zakat 'naqdaian' sebanyak 2,5% adalah sabda Rasulullah SAW: <br />" Bila engkau memiliki 20 dinar (emas) dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)" (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Baihaqi). " <br />Berikanlah zakat perak dari 40 dirham dikeluarkan satu dirham. Tidak ada zakat pada 190 dirham (perak), dan jika telah mencapai 200 dirham maka dikeluarkan lima dirham" (HR Ashabus Sunan). <br />Sehingga jadilah nishab zakat profesi 2,5 % dari hasil kerja atau usaha.<br /><br /></div>Abu 'Ubaidahhttp://www.blogger.com/profile/09392735254578269852noreply@blogger.com0